[10] Bahagia itu Sederhana

5.8K 566 101
                                    

Sepulang dari rumah Oma Sarah, Bergas mampir terlebih dahulu ke rumah sakit untuk menjalani transfusi darah rutin. Setelah melewati proses transfusi yang belangsung selama berjam-jam hingga membuatnya tertidur, kini Bergas sedang menunggu mamanya yang sedang mengambil obat. Sedangkan papanya pamit ke toilet.

Bergas menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi sembari memperhatikan orang yang berlalu lalang. Ia yang bosan akhirnya mengecek ponselnya yang dari semalam tidak ia mainkan.

Mak Tasya🌶 :
Gassss pengin seblak jeletot😭
Temenin yaaaa🤗

Besok aja pulang sekolah. Gue masih di rs

Mak Tasya🌶 :
Lah kenapa lagi lu?

Engga, udah jadwalnya isi bensin

Mak Tasya🌶 :
Hoohhh tranfusi. Gue kira tepar lagi lo
Yaudah besok yeee, awas lo kalo ga jadi

Iy

"Ayo pulang! Itu mama juga udah selesai."

Bergas mendogak lalu menerima uluran tangan papanya kemudian berdiri.

"Mau beli makanan buat makan malam dulu ga?" Tanya Tio pada anak dan istrinya.

"Beli apa ya yang enak." Nadiya nampak berpikir.

"Sop buntut kayanya enak." Ucap Bergas.

Tio merangkul bahu Bergas tiba-tiba, "Oke, sop buntut."

Ayah dan anak itu berjalan lebih dahulu meninggalkan Nadiya yang mendengus kesal karena merasa terabaikan, "Emang anak papa banget ya tuh bocah."

Nadiya semakin kesal saat cewek-cewek yang berlalu lalang di koridor rumah sakit menatap mereka dengan tatapan ingin memiliki. Nadiya akui mereka memang lebih terlihat seperti kakak beradik daripada ayah dan anak, terlebih tinggi mereka yang hampir sama. Rasanya Nadiya ingin berteriak, DUA LAKI-LAKI YANG KALIAN LIATIN ITU ANAK SAMA SUAMI GUE!

Rasanya Nadiya ingin mencolok mata para cewek yang tidak berkedip saat melihat Tio dan Bergas. Nadiya juga ingin menggeplak kepala Tio, saat suaminya itu menebar senyum manis kepada ibu-ibu genit yang berbisik-bisik memuji parasnya dan Bergas.

Resiko punya suami sama anak ganteng.

●●●

Pagi-pagi sekali Tio dan Bergas sama-sama sudah sibuk di garasi rumah mereka. Yang satu sedang memanasi mobil dan yang satu lagi sedang memanasi motor Varionya sambil mengelapnya. Bergas sengaja menggunakan motor itu karena ia malas mendengar ocehan Tasya yang komplain saat dibonceng dengan motornya yang biasa ia pakai. Joknya terlalu lebar dan ribet kalau kata Tasya.

"Kamu ga mau bareng papa aja?" Tanya Tio pada Bergas yang masih sibuk dengan motornya.

"Engga ah."

Tio melirik Mercedes Benz S-Class yang ia beli sebagai hadiah ulang tahun Bergas yang ke enam belas, tahun lalu, "Ga mau pake mobil aja?"

"Engga,"

"Susah kalo mau nyelip." Lanjut Bergas sembari merapikan jaket yang ia kenakan.

Tio menghela napas pelan, anaknya memang selalu lebih tertarik dengan motor ketimbang mobil, "Kan panas Dek, kalo naik motor."

"Cowok kok takut panasan." Jawab Bergas, ia mencium tangan Tio sebelum memakai helmnya.

Saat akan melajukan motornya, Bergas teringat sesuatu. Ia menoleh dan menadahkan tangan kanannya di depan wajah papanya, "Minta uang pa, buat beli bensin. Dua puluh ribu."

Sa Bergas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang