Tenang dan nyaman.
Itulah perasaan yang selalu menyelimuti Bergas ketika ia kembali ke rumah. Walau predikat sakit mungkin akan selalu tersemat pada dirinya, namun setidaknya pagi tadi ia telah mengantongi izin dokter untuk pulang ke rumah.
Kata sembuh memang tidak terlalu berarti untuk Bergas, karena ia lebih terbiasa dengan kata sakit sejak dulu. Tapi, Bergas juga tidak terlalu mempermasalahkan itu semua. Bergas bersyukur karena masih diberi kehidupan dan bisa melakukan aktivitas layaknya orang normal. Ayahnya juga selalu mengatakan bahwa ia adalah anak yang sehat, hanya saja darah di dalam tubuhnya tidak pernah mencukupi.
Kini Bergas duduk bersebelahan dengan Naya, anak perempuan berusia lima tahun yang sudah seperti adiknya sendiri. Sejak tadi Naya fokus pada layar televisi yang menayangkan film kartun kesukaannya. Sesekali anak itu menggembungkan pipinya yang sudah chubby, membuat Bergas gemas ingin mencubit.
"Nay seneng gak? Sebentar lagi mau punya adek."
Bergas tersenyum tipis, ekor matanya mengarah pada perut bulat Alecia; Ibu Naya yang duduk tidak jauh darinya.
"Seneng dong! Nanti Nay punya temen main." Sahut Naya antusias.
Bergas menunduk, menyatukan keningnya dengan kening Naya. Ia pun tersenyum sampai matanya semakin menyipit saat Naya tidak protes, melainkan malah tertawa, "Mau adek cowok atau cewek hmm?"
"Cowok! Yang ganteng kaya Mas Bergas!"
Bergas kembali tersenyum, kali ini lebih lebar sebelum ia berpindah duduk di samping Alecia. Ia memegang perut besar nan bulat milik Alecia dengan hati-hati, "Coba Mas periksa ya adeknya cowok atau cewek."
Laki-laki dengan bibir yang masih terlihat pucat itu mendongak, menatap Alecia dan meminta izin terlebih dahulu untuk melakukan lebih dari sekedar memegang, "Tan .... mau cium boleh?"
Alecia tersenyum melihat binar di manik mata Bergas, ia lantas mengangguk. Ia mengusap rambut Bergas saat anak itu mencium perutnya dengan lembut. Bahkan Alecia memainkan rambut tebal itu saat empunya sedang menempelkan telinganya pada perutya.
"Gerak-gerak Tan!"
Ekspresi takjub terlihat jelas pada wajah Bergas. Ia menatap Alecia dan mamanya bergantian dengan mulut yang sedikit menganga.
"Kak Nad, ga ada niatan kasih adek buat Bergas apa?" Alecia terkekeh geli.
"Enggak deh Le, Bergas nya juga udah gede. Masa punya adek." Jawab Nadiya dengan santai.
"Nay, adek kamu ini beneran cowok. Soalnya jago nendang." Ujar Bergas seraya kembali duduk di dekat Naya.
"Ya emang cowok, kan udah USG." Sahut Nadiya.
"Tuh kan!"
"Pasti adek Nay beneran ganteng mirip Mas Bergas, 'kan perut Mama udah dicium sama Mas Bergas." Naya mengakhiri ucapannya dengan cengiran khasnya.
"Jangan nyesel ya kalo adeknya beneran mirip Mas Bergas." Terlampau gemas, Bergas akhirnya menangkup pipi Naya dengan kedua tangannya. Keduanya kemudian sibuk dengan dunia mereka sendiri. Walau tidak setiap hari mereka bertemu, namun Bergas dan Naya sangatlah dekat layaknya saudara kandung.
"Angga ngobrol apa ya sama Mas Tio, serius banget kayaknya." Gumam Alecia. Ia dapat melihat suaminya dan Tio yang duduk berhadapan di teras belakang lewat pintu kaca.
"Biasa bapak-bapak, ibu-ibu mana paham." Sahut Nadiya.
"Oh ya Le, acara tujuh bulanannya lancar 'kan? Maaf banget ya ga bisa dateng."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sa Bergas
Teen FictionSakitnya Bergas adalah keping luka untuk semua orang. 31/12/19