Tio memejam dan memijat pangkal hidungnya pelan setelah menyelesaikan setumpuk pekerjaan yang ia bawa pulang. Belakangan ini hari-harinya terasa cukup melelahkan. Terlepas dari kesibukannya sebagai pemimpin perusahaan, ia sedang membantu segala persiapan pernikahan adiknya. Sebagai seorang kakak tunggal sekaligus pengganti peran papanya yang sudah berpulang, tentu segala hal tentang adiknya adalah tanggung jawabnya. Termasuk mempersiapkan yang terbaik dan mengantarkan adiknya pada hari bahagianya.
Hal lain yang memenuhi ruang pikirannya adalah soal Bergas. Perasaan khawatir dan tak tenang menguasainya karena kondisi kesehatan anaknya sering menurun belakangan ini. Tio takut kalau ia lalai dalam menjaga anaknya. Ia tidak bisa melihat ada kesakitan yang terus menghampiri anaknya.
"Mas ..."
Suara lembut Nadiya berhasil menarik keluar Tio dari segala keruwetan pikirannya malam ini. Ia menegakan tubuhnya dan melempar senyum pada sang istri. Dengan balutan daster selutut, Nadiya tetap terlihat anggun dan cantik di mata Tio. Baginya tidak ada yang berubah dari sosok Nadiya. Masih secantik saat selesai mencuci baju dengan daster merah yang lepek, kala itu Tio masih berjuang mendapatkan hati Nadiya. Yang berubah saat ini hanyalah statusnya, kini wanita cantik itu sudah berstatus sebagai istri dan ibu dari anaknya.
"Lagi banyak banget kerjaan ya?" Nadiya memeluk leher Tio dengab sebelah tangan, ia juga menempelkan pipinya pada pipi suaminya itu.
Tio mengelus lengan istrinya, "Lumayan ... kamu tidur duluan aja, Nad. Aku udah selesai, habis beresin ini aku nyusul."
Nadiya melepaskan pelukannya, ia menatap wajah lelah Tio, "Aku mau ngomong sesuatu."
"Ada apa? Uang bulanan kamu habis?"
Nadiya berdecak, "Ihhh, bukan! Uang bulan lalu aja masih sisa banyak."
"Kirain ... ya terus apa? Serius banget muka kamu. Ga pantes tau!"
Tidak langsung menjawab, Nadiya merogoh saku jaket Bergas yang ia bawa.
Tio hanya memperhatikan istrinya itu, "Ga kapok ya dia diceramahin sama kamu. Masih aja naruh sesuatu sekenanya dia aja."
Salah satu kebiasaan buruk Bergas adalah menaruh barang miliknya sembarangan. Maka Tio yakin, jaket yang Nadiya bawa baru saja dia pungut karena tergeletak mengenaskan ditinggalkan pemiliknya sembarangan.
"Mas, aku nemu ini di kantong jaket Bergas."
Mata Tio membulat sempurna saat melihat apa yang Nadiya keluarkan dari saku jaket Bergas-- sebatang rokok. Tio langsung berdiri dan merebut rokok itu dari tangan Nadiya. Dipandangnya apa yang ia pegang dengan tatapan tidak percaya.
"Tadi siang waktu aku ga sengaja nemuin itu waktu mau nyuci baju-baju kotor Bergas,"
"Mas, kenapa anak kita ..." suara Nadiya terdengar bergetar.
Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, Tio melangkah keluar. Langkahnya lebar menuju kamar sang anak di lantai dua. Bahkan ia tidak peduli dengan Nadiya yang mengikutinya sambil sesekali memanggilnya. Tio langsung membuka kasar pintu kamar Bergas tanpa mengetuk terlebih dahulu.
"Bergas!"
Si pemilik kamar yang sedang asyik bermain game di balkon kamarnya pun terlonjak kaget mendengar ada orang yang menyerukan namanya.
"Papa! Cacing aku nabrak 'kan jadinya. Udah gembrot banget ini ..." Bergas mendekati sang papa sambil menggerutu.
Tanpa mempedulikan ocehan Bergas, Tio mengangkat tangan kanannya di depan Bergas, "Ini apa, Bergas?"
Tubuh Bergas menegang seketika melihat apa yang papanya tunjukan, "Pp-pa ..."
"Sejak kapan kamu ngerokok?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sa Bergas
Fiksi RemajaSakitnya Bergas adalah keping luka untuk semua orang. 31/12/19