[41] Obrolan Teras Rumah

3.6K 457 40
                                    

Dengan perlahan dan sangat hati-hati, Bergas menurunkan kedua kakinya dari kasur setelah menyingkap selimut yang sebelumnya menutupi kedua kakinya. Bergas sedikit meringis ketika bagian paha kirinya langsung terasa nyeri.

"Kalo bisa dicopot, gue copot dulu nih kaki." Gumam Bergas sembari meraih kedua kruk yang terletak tidak jauh darinya. Selain kruk yang selalu diletakkan di samping kasur, terdapat juga kursi roda di sudut ruangan. Tapi jelas Bergas tidak mau menggunakan kursi roda, katanya sudah tidak memerlukan benda itu lagi kecuali dalam keadaan pingsan.

Selesai misuh-misuh, Bergas perlahan berdiri. Ringisannya tidak tertinggal karena ketika berdiri, rasa nyeri di kakinya bertambah. Sebenarnya tadi tidak lama setelah makan malam, Nadiya sudah mengantar Bergas ke kamar untuk langsung tidur. Tapi sepeninggal Nadiya, bukannya Bergas tidur malah keluyuran ke luar.

Rumah sepi karena Tio belum pulang dari kantor. Akhir-akhir ini papanya itu sangat disibukkan dengan pekerjaan. Hari-hari Bergas benar-benar membosankan, ingin mencari kesibukan tapi Bergas juga tidak tahu apa yang bisa ia lakukan. Bergas belum diperbolehkan sekolah dan entah sampai kapan.

"Pengangguran merepotkan." Gumam Bergas seraya mendudukkan tubuhnya pada kursi. Bingung hendak apa dan ke mana, Bergas berakhir di teras belakang rumah yang menghadap langsung dengan kolam renang dan mini garden di rumahnya.

Kruk yang membantunya berjalan ia sandarkan pada tembok, namun malah terjatuh dan berakhir tergeletak di lantai. Bergas menghela napas pelan sambil memandang benda itu, ia jadi membutuhkan tenaga extra untuk mengambilnya nanti. Tapi Bergas tak ambil pusing, ia beralih menatap langit malam yang pekat tidak terlihat bintang satupun di sana. Bergas menarik napas dalam kemudian menghembuskannya pelan, padahal ia kira dengan keluar rumah setidaknya bisa melamun sambil melihat bintang.

"Bergas!"

"Astaghfirullah!" Bergas menoleh kaget sambil memegang dada. Tiba-tiba ada Tio dengan wajah paniknya.

"Ya Allah, kamu ngapain di sini Bergas?" Tio bertanya sambil berusaha mengatur napasnya yang memburu. Ia baru saja pulang, saat hendak ke kamarnya, Tio tidak sengaja melihat pintu kaca menuju halaman belakang terbuka dan nampak kruk Bergas yang tergeletak di lantai. Tio langsung berpikir jika Bergas jatuh pingsan di sana dan tidak ada yang melihat. Oleh karena itu Tio langsung berlari panik sampai menjatuhkan tas dan jasnya.

"Duduk."

Mendengar jawaban anaknya, Tio mengusap wajahnya frustasi sekaligus lega. Tio kemudian mengambil kedua kruk Bergas dan menyandarkannya dengan benar pada tembok, lalu duduk di sebelah Bergas.

"Kenapa, deh?" Tanya Bergas kebingungan melihat papanya.

"Tadi dari dalem cuma keliatan kruk kamu doang di lantai, papa kira kamu pingsan atau kenapa di sini." Jelas Tio.

Bergas terkekeh, "Sorry ..."

"Lagian panikan banget deh." Bergas mencibir.

"Ya, kamu ngapain malem-malem di luar gini? Bukannya tidur!"

Bergas memutar bola matanya malas, "Aku udah tidur seharian, untung aja ga tidur selamanya."

"Ngomong tuh yang bagus!" Tio sedikit menyentak.

Langsung dibalas cengiran kuda oleh Bergas, "Bercanda, pa. Sumpah ..."

Tidak peduli konteksnya serius atau tidak, tapi Tio sangat tidak suka dengan kalimat yang Bergas ucapkan tadi.

"Pa ..."

"Apa?"

"Jangan suruh aku masuk dulu, aku pengin di sini dulu. Udah lama ga menikmati suasana malam kaya gini." Pinta Bergas dengan wajah memelas.

Sa Bergas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang