[2] Terbiasa disamakan

13.5K 896 36
                                    

Di ruang keluarga yang cukup luas, Bergas duduk di sofa. Televisi dibiarkan menyala menayangkan film action yang sudah berulang kali ditayangkan sebelumnya. Karena bosan ia memilih untuk membaca buku yang ia bawa dari kamar. Buku berjudul Mantappu Jiwa karya Jerome Polin itu sudah hampir selesai ia baca.

"Lah kamu di sini,"

Atensinya dari buku yang sedang ia baca teralih, Bergas menoleh mendapati Papanya yang sedang melonggarkan dasi di lehernya.

Atensinya dari buku yang sedang ia baca teralih, Bergas menoleh mendapati Papanya yang sedang melonggarkan dasi di lehernya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Baru pulang?" Tanya Bergas.

"Hmm... Mama udah tidur kan?" Tanya Tio yang sudah duduk di samping Bergas.

"Kayanya si udah, tadi abis makanin pie trus masuk kamar." Terang Bergas.

Tio hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, biasanya Nadiya selalu menunggunya pulang kerja untuk makan malam bersama. Namun jika situasinya Tio harus lembur dan pulang telat, Tio selalu memberi kabar dan menyuruh Nadiya agar tidak perlu menunggunya dan makan malam terlebih dahulu serta langsung beristirahat.

Tio mengusap kepala Bergas, "Kamu kenapa belum tidur, jam berapa ini."

"Nanggung baca bukunya." Jawab Bergas.

"Lanjut besok lagi, udah malem," Tio menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa, "Tadi makan malem pake apa dek? Laper Papa, males makan di luar."

"Ga tau."

Tio menegakkan tubuhnya kembali, mengernyit menatap Bergas yang masih fokus dengan buku di tangannya, "Jangan bilang kamu belum makan?"

"Gak laper Pa," Ucap Bergas kelewat santai.

Tio berdecak kesal, "Kebiasaan nunda-nunda makan!" Tio dibuat pusing oleh anaknya, nafsu makan Bergas sangatlah buruk. Tidak heran jika Nadiya selalu bertanya terlebih dahulu pada Bergas jika akan memasak, itu supaya nantinya Bergas mau makan dengan porsi yang banyak.

"Ayo makan sama Papa." Titah Tio, yang langsung dituruti oleh Bergas. Anak itu meletakkan buku yang tadinya ia baca begitu saja di sofa, lalu ia melangkahkan kaki jenjangnya mengekor di belakang Tio menuju ruang makan.

"Duduk,"

Tio misuh-misuh, tangannya sibuk menuangkan nasi putih di piring yang ada di hadapan Bergas. Ia juga mengambilkan beberapa lauk yang tersaji di atas meja makan, Tio sangat yakin jika Nadiya sudah menyiapkan makan malam dan membujuk Bergas untuk makan, namun anak itu tetap saja tidak mau dengan mengucapkan kata yang sama. Hingga akhirnya Nadiya ketiduran. Membujuk Bergas agar mau makan memang sama seperti membujuk anak umur lima tahun.

"Papa juga makan." Ucap Bergas, Tio yang duduk di hadapan Bergas hanya menyiapkan makanan untuk Bergas tidak untuk dirinya sendiri. Bahkan menyendok nasi putih pun belum. Tio justru tidak melepaskan pandangannya dari Bergas.

Tio menghela napas pelan setalah Bergas mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, perlahan Tio mengambil makanan untuk dirinya sendiri. Sambil menyantap makan malamnya, Tio sesekali melirik Bergas di hadapannya, "Dek..."

Sa Bergas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang