[27] Balapan

4.1K 519 66
                                    

Akan ada pelangi setelah hujan. Bergas percaya dengan perumpamaan tersebut, di mana akan selalu ada keindahan setelah melewati banyak kesusahan dalam kehidupan. Tapi seringkali Bergas bertanya-tanya kenapa pelangi itu tidak kunjung muncul, padahal dia sudah didekap dinginnya hujan.

Rasanya dunia memang tidak merestuinya untuk hidup tenang. Tidak pernah berlangsung lama Bergas bisa menjalani hari-harinya dengan normal seperti kebanyakan orang. Keterbatasan, kebencian tanpa alasan dari orang terdekat, dan tubuh yang kian ringkih. Semua itu layaknya siklus yang terjadi dalam kehidupannya. Bergas selalu berusaha berdamai dengan keadaan, tapi ada kalanya ia sampai pada titik di mana ia merasa lelah dengan semuanya.

Di tengah pikiran dan perasaan yang cukup kacau tersebut, langkahnya menuju parkiran memelan bersamaan dengan matanya yang menangkap salah satu biang masalah dalam kehidupannya.

"Long time no see, Bergas ..."

Bergas menajamkan tatapannya, tangannya pun mengepal mengepal di sisi tubuh. Ingin menghindar pun tak bisa karena sialnya Rayyan duduk di atas motor Bergas sambil bersedekap.

"Permisi kak, gue capek. Mau pulang." Ucap Bergas sembari berusaha menyingkirkan tubuh Rayyan dari atas motornya.

Rayyan memang menyingkir dari motor Bergas, namun dia tidak membiarkan Bergas pergi. Rayyan mencekal salah satu tangan Bergas yang sedang memasukkan kunci motornya. Bahkan Rayyan tidak melepaskannya saat Bergas berusaha untuk melepaskan cekalan tangannya.

Senyum miring meremehkan langsung Rayyan tunjukkan begitu melihat plaster kecil yang menutupi bekas infusan di punggung tangan Bergas.

"Kenapa lo ga mati aja sih? Kasian bokap lo kerja cuma buat ngurusin lo yang sakit-sakitan."

Bergas menarik paksa tangannya, dadanya naik turun menahan emosi, "Kalo mati bikin gue ga ketemu sama manusia kaya lo, gue lebih baik mati!" Sahut Bergas dengan enteng.

"Kak, mau lo apa sih selain gue mati? Gue ga pernah ngusik kehidupan lo, tapi kenapa lo selalu ngusik gue?" Bergas menghela napas dalam sebelum melanjutkan ucapannya.

"Soal hubungan lo sama Tasya? Harus berapa kali gue bilang kalo gue ga ada sangkut pautnya sama putusnya kalian. Apa lagi jadi penyebab. Penyebab kalian putus ya karna kebejatan lo sendiri. Nyadar ga si lo?"

Mungkin itu adalah kalimat terpanjang yang pernah Bergas ucapkan pada Rayyan. Tapi di luar dugaan, Rayyan tidak langsung emosi seperti biasanya, tidak memaki, ataupun membalas dengan amarah. Dia tetap santai dengan senyum miringnya dan tatapan yang tak terlepas dari Bergas.

"Tasya hari ini ga masuk sekolah kan?" Ucap Rayyan.

Bergas menaikkan sebelah alisnya, "Tau dari mana lo?"

Pasalnya memang benar hari ini Tasya tidak masuk sekolah dengan keterangan izin. Tasya juga sempat menghubungi Bergas dan mengatakan ada acara keluarga yang tidak bisa ia tinggalkan. Oleh karena itu Tasya izin tidak masuk sekolah.

"Karena gue adalah alasan Tasya ga masuk sekolah."

Mendengarnya rahang Bergas mengeras, "Lo apain Tasya?"

Rayyan menyeringai, "Kalo dengan cara baik-baik Tasya tetep ga bisa jadi milik gue, mungkin dengan gue hamilin Tasya maka Tasya akan jadi milik gue seutuhnya."

"Anjing!"

Bergas maju meraih kerah seragam Rayyan, kesabarannya sudah habis. Tangannya terangkat dan berhasil mendaratkan pukulan tepat di sudut bibir Rayyan. Bentuk dari luapan emosinya, Rayyan sampai terhuyung ke samping.

Sambil mengelap darah di sudut bibirnya, Rayyan kembali berdiri tegak di hadapan Bergas. Lagi-lagi ia tersenyum miring, "Tenang, itu baru rencana gue."

Sa Bergas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang