Hari sudah gelap saat Tio menelpon Ayu, meminta tolong untuk menyiapkan baju ganti untuknya dan Nadiya. Bergas ditahan oleh dokter, harus menginap di rumah sakit. Setidaknya sampai demamnya benar-benar hilang.
Sampai sekarang Tio masih mengenakan pakaian yang sama dengan pakaian yang ia pakai di resepsi pernikahan Dava. Hanya saja jas dan dasinya sudah ia tanggalkan, kemejanya pun sudah berantakan kusut sana sini dengan 2 kancing teratas terlepas. Pun dengan Nadiya yang kini sedang tertidur di sofa. Dia masih mengenakan kebaya yang Tio yakini sangat tidak nyaman dipakai tidur.
"Bunda maaf Tio ngerepotin banget nih ... tapi Tio mau pulang Nadiya nya tidur. Keliatan capek banget dia." Tio melirik isttinya yang tertidur pulas di sofa, "Takutnya Bergas kebangun minta sesuatu ga ada yang bantuin."
"Iya biarin istri kamu istirahat, jangan dibangunin. Baju kamu sama Nadiya aja kan? Ada lagi ga biar sekalian. Trus ini kamu mau baju yang kaya apa?"
"Udah itu aja Bun, besok juga palingan Bergas bisa pulang. Bajunya yang mana aja Bun, terserah. Yang penting nyaman, sopan. Nadiya dibawain daster juga gak apa-apa."
"Yaudah nanti bunda minta tolong Mang Didi anterin ke rumah sakit ya. Ayah udah pules."
Tio mengangguk. Ini saja sebenarnya Tio sangat tidak enak dengan Ayu, namun mau bagaimana lagi. Tio tidak berani meninggalkan Bergas dengan Nadiya yang sedang tertidur. Tapi Tio juga tidak nyaman dan ingin segera berganti pakaian.
"Iya Bun. Sekali lagi makasih ya."
"Kamu tuh mas, makasih mulu sih! Eh iya, sekarang Bergas nya gimana?"
Ditanya seperti itu Tio langsung menoleh pada Bergas yang tertidur sejak dokter memasangkan infus dan kantung darah di tangannya, "Tidur anaknya. Sejauh ini si cuma demam aja, ga nunjukin gejala lain."
"Syukur lah. Pulang deh besok, jangan lama-lama nginepnya."
Hanya sampai di situ percakapan Tio dan Ayu. Karena setelahnya Ayu menyuruh Tio untuk menutup telponnya. Sebelum Tio menutup telponnya, ia sempat mendengar Ayu memanggil Mang Didi.
Tio beranjak mendekati Nadiya untuk menyelimutinya menggunakan jas yang sebelumnya Tio kenakan. Dikecupnya singkat kening sang istri sebelum kembali duduk di kursi samping ranjang Bergas. Tangannya langsung terulur mengelus kepala Bergas, kemudian turun ke pipi Bergas yang masih terasa hangat.
"Eughhh ..."
Tio reflek berdiri saat tiba-tiba Bergas bergerak tak nyaman. Lenguhan pelan keluar dari bibir pucat Bergas. Tio mengusap lembut lengan Bergas, berharap Bergas kembali tenang dalam tidurnya. Ia juga ancang-ancang takut kedua selang yang tersambung ke tangan Bergas tertarik.
"Kenapa hmm ... " Tio mengecup kening Bergas.
Dengan begitu Bergas membuka matanya yang terasa lengket. Dia sedikit menyipit saat menangkap wajah Tio yang juga sedang menatapnya.
"Pa ..."
"Iya, kenapa?" Tio sudah kembali duduk di kursinya.
"Haus."
Tio kembali bangkit dan merengkuh tubuh Bergas saat Bergas berusaha untuk duduk, "Bisa ga?"
"Bisa." Dibantu oleh Tio, akhirnya Bergas duduk setelah terus berbaring setibanya ia di rumah sakit.
Tio membantu Bergas memegang gelas berisi air. Tangan Bergas masih bergetar, terlebih kedua tangannya itu ditusuk jarum.
"Mumpung kamu bangun, makan dulu ya. Kamu belum makan kan?" Ucap Tio saat Bergas sudah selesai meneguk air minumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sa Bergas
Roman pour AdolescentsSakitnya Bergas adalah keping luka untuk semua orang. 31/12/19