Udara panas yang menyengat kulit menyambut kedatangan Tio. Setelah melewati dua hari di Singapura yang terasa sangat panjang bagi Tio, akhirnya ia kembali menginjakkan kaki di Jakarta. Kemarin Tio benar-benar mengerahkan seluruh waktu, tenaga, dan pikirannya untuk segera menyelesaikan urusannya agar bisa segera pulang.
Tio tersenyum begitu memasuki Taxi yang ia pesan. Sambil memangku kotak berisi kue ulang tahun, sesekali Tio mengintip dari bagian bening packaging kue ulang tahun yang bertuliskan 'Happy Birthday My Beloved Son' itu. Tio sudah membayangkan ekspresi terkejut Bergas nanti, pasalnya Tio tidak memberitahu siapapun waktu penerbangannya ke Indonesia. Bahkan sejak semalam Tio tidak menelpon, hanya mengirimkan pesan pada Nadiya untuk menanyakan apakah Bergas sudah tidur.
Hari ini adalah tepat ulang tahun Bergas yang ke tujuh belas. Hari yang selalu Bergas tunggu-tunggu karena dia sudah tidak sabar ingin memiliki KTP dan SIM. Karena hari ini adalah hari yang spesial, Tio sudah mempersiapkan perayaan untuk Bergas. Meski akan sederhana dan berbeda dari ulang tahun Bergas biasanya, tapi percayalah Tio sudah berusaha keras untuk ini. Tanpa Bergas ketahui, Tio sampai mengemis izin pada pihak rumah sakit agar diperbolehkan membuat acara ulang tahun Bergas di taman rumah sakit nanti malam. Tentunya dengan banyak persyaratan lainnya.
"Terima kasih, pak."
Setelah mengucapkan terima kasih pada driver Taxi yang mengantarkannya, Tio langsung memasuki gedung rumah sakit dengan langkah ringan. Tidak sabar bertemu dengan Bergas, mengucapkan selamat ulang tahun, make a wish bersama, lalu memeluknya dengan erat dan memberitahunya soal pesta nanti malam.
Tio melempar senyum pada perawat dan petugas rumah sakit yang berpapasan dengannya. Beberapa sudah Tio kenal karena sering bertugas di ruang rawat Bergas. Tapi entah kenapa Tio merasa aura mereka saat membalas senyumnya sedikit berbeda, terkesan terpaksa.
Sampai tepat di depan pintu kamar rawat VIP yang sudah Bergas tempati hampir satu bulan ini, Tio berhenti. Ia menarik napas dalam kemudian tersenyum sebelum membuka pintu secara perlahan.
"Assalamu'alaikum, papa pulang!"
Hening.
Tio terus berjalan masuk sampai netranya menangkap tempat tidur Bergas yang kosong. Di sampingnya ada Nadiya terduduk lemas dengan tubuh bertumpu pada sisi tempat tidur. Tangannya terlihat meremat sprei.
"Bergas kemana?" Tanya Tio yang kebingungan karena Nadiya tetap pada posisinya. Bahkan tidak peduli dengan kedatangannya.
"Mas ..."
Tio menoleh, mendapati sang ayah dan bundanya berjalan mendekatinya. Tiba-tiba terasa dejavu melihat gestur sang ayah. Sama persis dengan saat memberitahukan berita kematian Kanaka dulu.
"Ada apa si, yah? Bergas kemana? Di kamar mandi? Bergas udah bisa ke kamar mandi sendiri?" Tanya Tio antusias. Ia hendak berjalan menuju kamar mandi namun ditahan oleh Adhi.
"Mas, Bergas lagi tidur." Mendengar penuturan Adhi, Tio mengernyit.
"Semalam kondisi Bergas menurun. Bergas harus masuk ICU lagi sampai kondisinya stabil."
Kue ulang tahun cantik yang sedari tadi Tio pegang terlepas begitu saja. Hancur menghantam kerasnya lantai. Apa-apaan ini? Jadi yang dimaksud Nadiya jika Bergas sudah tidur semalam adalah kembali tidur di ICU.
Kepulangannya dipersiapkan sebagai kejutan untuk Bergas, tapi kenapa malah Tio yang dibuat terkejut oleh Bergas.
"Katanya Bergas akan baik-baik saja? Tapi kenapa begini?" Ujar Tio dengan tatapannya yang kosong.
Saat isakan Nadiya terdengar, Tio menoleh. Istrinya yang sejak tadi diam akhirnya menangis. Tio baru menyadari jika Nadiya terlihat sangat kacau. Matanya begitu sembah dengan lingkaran hitam di bawah matanya yang begitu kentara. Ia yakin jika Nadiya tidak tidur semalaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sa Bergas
Novela JuvenilSakitnya Bergas adalah keping luka untuk semua orang. 31/12/19