Masih mengenakan seragam sekolah yang sudah berantakan rupanya, pemuda jakung itu berdiri dengan malas. Sejak tadi tubuhnya sedang digerayangi oleh karyawan butik ternama milik teman Omanya. Lingkar leher, lebar bahu, dan panjang tangannya sudah diukur dengan teliti. Mamanya sejak tadi juga berdiri di sampingnya, ikut mengamati dan sesekali menegakkan tubuhnya saat posisinya berdiri mulai tidak benar.
Jujur, Bergas sangatlah malas. Ingin rasanya ia memilih untuk tidur siang di rumah, alih-alih harus ke rumah Omanya sepulang sekolah. Tapi mengingat ini adalah salah satu bagian dari persiapan pernikahan Omnya, jadi Bergas harus sabar. Ia tidak boleh mempermalukan Omnya dengan menggunakan setelan jas kedodoran ataupun kekecilan di acara pernikahan Omnya nanti. Meskipun Bergas sendiri tidak yakin jika Omnya akan peduli, setidaknya ia akan selalu berusaha menjadi keponakan yang baik.
"Bibit unggul semua ya Bu keluarganya." Ucap orang yang sedang mengukur lingkar pinggang Bergas.
"Ini kamu kalo naikin berat badan sedikit lagi aja, makin bagus deh."
Bergas diam tapi Nadiya menyahut, "Kerempeng dia mah, susah makannya."
Terdengar jelas tawa renyah sebagai tanggapan untuk ucapan Nadiya, sampai akhirnya Bergas menghela napas lega kala seseorang yang tadi tertawa mengucapkan kata 'selesai'. Bergas tersenyum dan mengucapkan terima kasih sebelum melangkah sedikit menjauh. Kini giliran Papanya, sebelumnya Omnya sudah, sengaja para lelaki didahulukan.
"Bergas, siniii!" Wanita berambut panjang yang duduk bersebelahan dengan Omnya, memanggil Bergas heboh. Jangan lupakan senyum berhias lesung pipi yang begitu manis.
Alih-alih balas tersenyum lebar, Bergas justru menampilkan senyum kikuk sembari menghampiri calon tantenya itu.
Cindy langsung mengusak rambut Bergas begitu anak itu duduk di sebelahnya, senyumnya tak luntur saat bercengkrama dengan calon keponakannya. Sangat kontras dengan ekspresi Dava yang selalu datar saat bersama Bergas.
"Si ganteng ..." Cindy berucap dengan pandangan tak terlepas dari Bergas. Di sampingnya, Dava turut memperhatikan interaksi keduanya tanpa bersuara.
"Bergas apa kabar?"
"Aku baik, kak." Balas Bergas.
Cindy nampak berpikir beberapa detik sebelum kembali bersuara, "Kayaknya mulai sekarang kamu harus biasain panggil aku tante, deh. Kan sebentar lagi aku bakal jadi tante kamu." Ujar Cindy antusias.
Bergas mengangguk samar, "O ke, Tante Cindy."
Bergas sudah beberapa kali bertemu dengan Cindy, sosok wanita yang sangat ceria dan humoris itu. Dia sangat baik kepada Bergas, bahkan sejak pertemuan pertama mereka. Dengan sangat mudah Cindy mampu mengakrabkan diri dengan Bergas. Untuk itu Bergas sangat bersyukur jika Cindy bisa menjadi pendamping hidup Omnya.
"Btw! Btw!"
Sungguh, Bergas sampai berjengit kaget tatkala Cindy tiba-tiba berucap heboh sambil menepuk-nepuk paha Bergas.
"Kenapa, Tan?"
Bukannya langsung menjawab, Cindy malah sibuk memperhatikan wajah Bergas dengan raut serius, "Kamu pake skincare apa? Mulus banget muka kamu, spill dong ke tante."
Ya Allah, kenapa tantenya random banget ...
"Air wudhu, Tan."
•••
Jika jatuh bisa dikategorikan sebagai hobi, maka sudah dipastikan hobi Bergas adalah jatuh, saking seringnya ia terjatuh. Tadi saat akan mandi, Bergas menyempatkan diri duduk di kloset dan melamun. Namun karena terlalu lama menyelami lamunannya itu, begitu ia berdiri tubuhnya oleng dan berakhir nyusruk ke lantai kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sa Bergas
Teen FictionSakitnya Bergas adalah keping luka untuk semua orang. 31/12/19