29. Vava.

48 5 3
                                    

Bel pergantian jam pelajaran sudah berbunyi sedari tadi. Namun Reva tak bergeming dari tempatnya berdiri. Hatinya gundah, seperti tidak enak rasanya. Seperti akan ada hal aneh yang terjadi selanjutnya.

"Udah bel noh, kok lo gak ke kelas?"

"Males." Ujarnya asal.

"Aneh. Udah sana ke kelas, capek kan lo berdiri terus, gue mah udah biasa begini."

"Gamau."

"Susah banget di bilanginnya. Panas, Rev. Tar lo item, udah buluk nambah item lagi."

"Dibilangin gamau ya gamau!"

Valdo tersenyum jahil, "Oohh gue tau, lo pasti gamau jauh-jauh kan dari gue? Gue tau gue ngangenin."

"Najis, udahlah gue balik. Jangan lupa siapin materi Matematika Wajib."

"Buat apaan?"

"Lo lupa? Gue ini guru private lo." Jawabnya sambil menekankan kata private.

"Oohh iya, yaudah tar gue bawa bukunya."

"Tumben nurut," Cibir Reva sinis lalu meninggalkan Valdo yang senyumnya langsung luntur begitu saja.

"Sial banget harus belajar 2 kali." Gumam Valdo kesal.

Reva tak berniat langsung ke kelasnya. Ia ingin makan sesuatu di kantin. Perutnya sangat lapar meminta di isi sesuatu.

"Teh, nasgor satu!" Jerit Reva.

"Lohh Neng, ini teh bukan jam istirahat." Reva memerhatikan ibu-ibu yang menjawabnya. Nampaknya ini bukan ibu yang biasa menemani Reva di sekolah. Pantas saja dia tidak tahu kalau Reva sudah sering makan di kantin saat jam pelajaran.

"Gapapa dah Teh, Reva laper banget ini."

"Aduhh Teteh takut di omelin, Neng."

"Gapapa, Teh. Reva yang bakal di omelin kok. Teteh tenang aja."

"Yaudah sebentar ya, Neng."

"Ehh iya, Teh Yanti kemana?"

"Oohh Teh Yanti, itu mahh Kakak saya, Neng. Dia lagi sakit, terus minta gantiin ama Teteh."

"Ohh pantesan.."

"Tadi nama Neng teh Neng Reva ya?" Reva mengangguk sebagai jawaban.

"Wihh bener ihh kata Teh Yanti. Geulis pisan anaknya teh, sopan juga.."

Reva tersenyum manis. Ternyata Bu Yanti sering membicarakannya pada keluarganya.

"Reva jadi malu ihh, Teteh mahh.."

"Yaudah tunggu sakedap atu, Teteh bikinin dulu nasi gorengnya. Khusus buat Neng Reva mah spesial gak usah bayar ya, Neng."

Reva tersenyum miris. Hal ini terulang lagi. Orang-orang di sekitarnya selalu mengasihani dirinya. Pasti Bu Yanti juga menceritakan kalau dirinya anak yatim piatu. Tapi tak apa, Reva selalu menerima gratisan. Itung-itung irit uang jajan.

Tak lama adik dari Bu Yanti membawakan sepiring nasi goreng komplit dengan porsi yang cukup banyak.

"Banyak amat Teh?"

"Tadi teh Neng kan yang berantem sama Valdo? Tadi Teteh sempet denger kalo Neng minta ganti rugi bekal, jadi sekarang nasi gorengnya Teteh banyakin deh. Di abisin ya Neng."

"Heheheh iya, Teh. Makasih banyak loh ini udah di traktir."

"Gapapa atu Neng, Teteh juga udah lama pengen ketemu Neng. Baru kesampean sekarang deh."

Apa yang membuat Ibu ini tertarik dengan Reva? Apa yang spesial dari dirinya? Apa karena anak yatim piatu?

"Kenapa Teh emangnya? Ohh iya nama Teteh siapa?"

"Nama saya Teh Tya, Neng."

"Ohh Teh Tya.."

"Iya Neng. Ohh iya Teh Yanti bilang kalo Neng sendirian di rumah ya?"

Dan benar saja, orang-orang di sekitarnya hanya merasa kasihan pada dirinya, dan Reva paling tidak suka jika di kasihani.

"Iya Teh."

"Neng gak takut ada orang jahat?"

"Ya mau gimana lagi atu Teh, Reva gak punya sodara lagi."

"Sabar ya Neng, pasti nanti ada hikmahnya kok. Yaudah Teteh balik ke belakang dulu ya, Neng abisin nasi gorengnya."

Reva mengangguk.

Ia menikmati makanannya dengan lahap. Ahh enak sekali tidak ada yang mengganggu dirinya. Tak lama kemudian, Bu Tya datang menghampiri Reva kembali.

"Neng, ini ada titipan dari Teh Yanti katanya buat Neng. Buat bantu-bantu jajan katanya." Ucap Bu Tya sambil memberi amplop yang sepertinya berisi uang.

"Loh gak usah repot-repot, Teh. Reva kan kerja, Reva punya uang sendiri kok, Teh. Bilangin sama Teh Yanti, gak usah repot-repot gitu, Teh Yanti juga kan masih punya keperluan."

"Ngga repot, Neng. Teteh udah di kasih amanah dari Teh Yanti, gak enak atuh kalo Neng tolak."

Masih ada orang baik yaaa di dunia ini. - Batin Reva.

"Yaudah Reva terima ya, Teh. Semoga rezeki Teteh sekeluarga lancar terus.. Aamiin..."

"Aamiin ya Allah...." Jawab Bu Tya.

"Reva udah selesai nih, Reva balik dulu ya ke kelas. Takut udah mulai pelajarannya. Sekali lagi makasih ya, Teh." Ucap Reva tersenyum sambil menyalimi tangan Bu Tya.

Reva berjalan keluar kantin dengan senyum yang luntur seketika. Bukannya tidak ingin bersyukur atas pemberian orang. Tapi Reva sangat benci jika di kasihani. Dan terpenting, Reva tidak benar-benar merupakan seorang anak yatim piatu. Reva takut jika doanya tidak terkabul.

"Lumayan...." Gumamnya sambil memasukkan amplop itu ke dalam sakunya.

Saat melewati toilet siswa, Reva di kejutkan dengan Vincent yang keluar dari toilet dengan tiba-tiba.

"Ehh, Reva, bukannya lagi dihukum?"

"Udah selesai."

"Mau ke kelas?"

"He'em." Jawab Reva sekilas.

"Yaudah ayo bareng." Reva hanya mengangguk. Saat melihat Vincent, rasanya sangat aneh. Lagi-lagi perasaan ini muncul. Hangat. Seperti menemukan dirinya di tubuh orang lain. Apa mungkin Reva adalah hasil dari reinkarnasi?

"Lo tinggal dimana, Rev?"

"Di rumah." Jawab Reva seadanya. Vincent tertawa.

"Ya iyalah gue juga tau, yaudah nanti malem kita makan gimana? Di rumah gue kok. Lo nanti ngajar les si Rival kan? Nanti pulangnya agak malem aja, Nyokap gue yang nyuruh soalnya."

Reva terkejut, "Ri-rival?"

"He'em, si Valdo maksud gue. Kenapa emang?"

"Ngga apa-apa, kayak pernah denger aja."

"Oohh temen lo dulu?"

"Gatau," Jawab Reva dengan nada yang sulit diartikan. Seperti lesu dan hatinya sakit ketika mendengar nama Rival.

"Mantan?"

"Bukan."

"VAVA YUK MAIN...."

Teriakan anak kecil menggema di telinga Reva. Gadis itu menutup telinganya kuat-kuat. Suara itu muncul lagi. Entah suara siapa Reva tidak tahu. Mimpi-mimpi tentang Rival dan Vava terus bergelut dengan pikirannya.

"Van, lo kenapa?" Panggil Vincent sambil memegangi bahu Reva.

Reva mendelik dengan tajam ke arah Vincent. Panggilan akrabnya lagi. Reva benci jika ada yang memanggilnya dengan sebutan yang diberi sahabatnya.

"Jangan deketin gue lagi." Ucap Reva dengan penekanan lalu langsung meninggalkan Vincent. Entah mengapa ia selalu merasa sakit saat di dekat Vincent. Ia benci semua orang yang membuatnya sakit. Ia benci Vincent.




Jangan lupa tinggalkan jejak hehe❤️.

I'm AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang