Akhirnya mereka pun sampai di depan rumah Reva. Bella dibuat takjub dengan pemandangan rumah Reva.
"Anjir rumah lo!!"
"Kenapa?"
"Sejuk banget!!"
"Kirain illfeel gegara kecil. Yaudah yuk masuk."
"Kagak lah!! Bagus gini! Asri keliatan nya."
Reva hanya menggelengkan kepala nya melihat Bella yang tidak ada henti-hentinya memuji pekarangan rumah nya itu.
Mereka berdua pun masuk ke dalam rumah Reva. Reva membuang tas nya asal ke Sofa nya. Dan menyuruh Bella untuk duduk dulu di sofanya, sementara itu, ia ingin membuatkan minum untuk Bella. Ketika hendak beranjak ke dapur, Bella bertanya.
"Ortu lo mana, Rev?? Kok sepi banget keknya rumah lo?"
"Gue tinggal sendiri."
"WHATT!! EMANG ORTU LO KEMANA?"
"Gatau. Gue udah dari kelas delapan hidup sendiri." Entah kenapa ucapan itu meluncur begitu saja dari mulutnya.
"Gila lo, Rev!! Tapi, ortu lo masih ada kan??"
"Gatau dan gamau tau."
Ucapan itu cukup membuat Bella tidak ingin berbicara lagi. Ia rasanya sudah paham apa yang terjadi. Bella sekarang sedikit demi sedikit paham apa yang terjadi pada Reva dan alasan mengapa Reva selalu menyendiri. Reva pun pergi ke dapur untuk mengambil air.
Bella menatap sekeliling. Tidak ada bingkai foto, atau apapun yang berbau keluarga. Hanya ada barang-barang milik Reva.
Kok Reva bisa sih hidup sendiri?- Batin Bella bertanya-tanya.
Tak lama Reva datang membawa 2 gelas air putih.
"Sorry, air putih doang."
"Ya gapapa, Rev. Air putih kan bagus buat ginjal."
"Hm."
Suasana awkward kini sedang melanda mereka berdua. Sampai akhirnya Bella bertanya.
"Rev, kok lo bisa hidup sendiri?"
"Bisa."
"Ck lo ini!! Kalo gue boleh tau, lo kenapa hidup sendirian gini? Lo punya sahabat ga?"
"Punya, ada empat sahabat gue."
"Cuma empat?"
"Hm."
"Ini rumah punya lo??"
"Punya siapa lagi?"
"Keren gilaa! Lo udah bisa beli rumah!! Btw, lo kerja, Rev?"
"Kerja."
"Jadi apa?"
"Pelayan cafe."
"Kan sekolah?"
"Malem."
"Oh iya bener."
"Lo gak bosen hidup sendirian?"
"Sekarang kan ada lo."
Bella cukup kaget mendengar hal itu. Ia tak menyangka Reva akan berbicara lembut padanya. Bella terus saja bertanya walaupun tak sepenuhnya pertanyaan nya di jawab oleh Reva. Hingga tak terasa sudah sore hari.
"Udah sore. Lo gamau balik?" Tanya Reva tidak bermaksud ingin mengusir Bella.
"Ahh iya, lupa gue. Yaudah gue pulang dulu ya."
"Rahasiain rumah gue, oke?"
"Yah, terus gue gimana dong minta jemputnya?"
"Ayo gue anter ke taman depan."
"Oke, Rev."
"Buru lo pake sepatu."
Mereka pun jalan menuju taman depan. Banyak anak-anak kecil sedang bermain di sana. Sebenarnya ia enggan untuk mengantar Bella ke taman karena ia suka iri jika melihat anak-anak kecil yang berlarian saat di kejar Ayahnya, apakah hidup Reva dahulu sebahagia itu?
Setelah sekian menunggu cukup lama, akhirnya Satria atau abangnya Bella sudah sampai dengan mobilnya untuk menjemput Bella. Satria pun keluar dari mobilnya.
"Ehh Bang Sat udah dateng."
"Bang Satria. Lo nih kebiasaan manggil cuma setengah."
"Hahahaha, kocak. Udah ya, Rev. Gue pulang dulu."
"Ehh temen lo, Dek? Kenalin dong."
Bella hanya memutarkan bola matanya malas. Sifat mata keranjang yang di miliki abangnya keluar lagi.
"Kan abang bisa kenalan sendiri." Ucap Bella datar menatap Abangnya. Dan Reva hanya memandang aneh kepada mereka.
"Ehh kenalin dong, gue Satria." Dan langsung mendapat toyoran kecil dari Bella.
"Dasar lo mata keranjang!"
"Reva." Ucap Reva tanpa mau berjabat tangan.
"Buset temen lo dingin banget." Bisik Satria tapi masih bisa di dengar Reva.
"Bacot bego lu, Bang! Udah ayok buruan pulang!!"
"Iye-iye, ehh Reva, bagi id line lo dong."
"Ga ada."
"Lah serius? Cewek secantik lo ga ada id line?" Aneh Satria memandang Reva.
"Udah lah, Bang!! Lo bacot banget!! Cewe lo udah banyak,"
"Bacot ya, Anak Dajjal! Rev, gue pulang dulu ya." Ucap Satria seraya melambaikan tangannya.
"Maafin Abang gue ya, Rev. Rada-rada stress emang nih minta di ruqyah,"
"Kualat lo ama abang sendiri!" Cibir Satria.
"Bodo amat, malu-maluin aja lu," Geramnya.
Reva cukup terhibur dengan keributan yang Bella lakukan dengan Abangnya. Bella pun masuk ke dalam mobil nya, dan mereka berdua segera pulang. Meninggalkan Reva yang sendirian di Taman itu.
Menyendiri. Lagi dan lagi. Ia duduk di balik pohon dan menyender ke batang besar pohon itu. Menikmati hembusan angin. Menyatu dengan angin. Ia pun memejamkan matanya. Tak lama, saku nya bergetar.
"Van!!" Pekik orang itu.
"Apa?"
"Gue kangen."
"Tai lo."
"Ishh lo mah!! Cepet kesini!! Kita semua kangen sama lo."
"Otw."
Reva pun menutup sambungan teleponnya. Dan bergegas pulang. Ia ingin menemui sahabat nya yang katanya sedang rindu padanya. Padahal, baru 3 hari yang lalu mereka bertemu.
Dan siapa Van?? Itu adalah Reva. Revanza. Reva sengaja meminta di panggil Vanza oleh sahabat-sahabatnya itu.
Reva pun akhirnya sampai di rumahnya. Ia segera mengeluarkan motor sport merah nya itu dari garasi khusus nya. Ketika ia ingin menaiki motor nya itu, ada yang mengganjal.
"Sial gue belum ganti baju,"
Ia pun kembali ke dalam rumahnya. Tak butuh waktu lama. Ia keluar sudah menggunakan jeans nya yang sengaja ia sobek di bagian dengkulnya. Kaos putih polos yang dibalut dengan jaket boomber tosca yang tidak ia tutup resletingnya. Tak lupa sepatu vans yang menemani nya. Rambutnya hanya ia cepol seadanya.
Ia pun menyusuri jalanan demi jalanan untuk sampai ke tempat yang tadi ia tuju. Cukup jauh. Ia pun terpaksa menggunakan helm.
Jangan lupa tinggalkan jejak hehe❤️.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Alone
Teen Fiction{PENDING} FOLLOW SEBELUM MEMBACA. WARNING⚠️ -------------------------------------------------------------- Revanza Aurosh Greelia atau yang sekarang kita tahu dengan nama Revanza Salestya. Sejak kecelakaan yang di alaminya, Revanza mengalami amnes...