6. Annoyed

21 12 2
                                    

Ransel kuletakkan sembarang di lantai kamar, oh ayolah... cacing diperutku sudah berteriak meminta asupan. Dengan terburu-buru aku menuruni anak tangga, berlari kearah dapur, membuka lemari es dan mengambil sepiring lauk yang dimaksud kak Dio pagi tadi.

Aku memanaskannya sebentar, sesuai perintah kak Dio sebelum kemudian kubawa sepiring lauk itu ke meja makan bersama dengan semangkuk nasi. Aku melahapnya sambil sesekali meneguk air putih untuk memperlancar pencernaan.

Ditengah makanku, atensiku teralihkan pada bunyi engsel pintu yang terbuka. Sempat mengira itu adalah kak Dio sebelum kemudian kulirik jam dinding yang masih menunjukkan pukul enam sore, dan itu bukan jam pulang kak Dio!.

Aku yang terlanjur overthinking, mendadak merasakan suasana menjadi menegangkan, jemariku meraba benda terdekat. Aku mengambil pisau buah yang kebetulan tergeletak di samping keranjang buah. Untuk berjaga-jaga!.

Beginilah aku kalau sedang dirumah sendiri. Semua jadi terasa aneh dan menyeramkan!. Tiap pergerakan bahkan suara decitan kecil yang muncul ditengah keheningan akan spontan membuatku was-was, penasaran sekaligus takut.

Siluet itu muncul dari balik pintu. Serius, ini bak déja vu. Kedua tanganku memegang gagang pisau erat. Samar-samar kudengar derap langkah yang perlahan masuk.

Aku ingin berteriak!, sungguh.

Agh, aku tidak bisa menahannya!.

"TIIDAAAAAAAAAK!!!"

...

Mataku yang semula terpejam erat perlahan terbuka. Masih dengan menyodongkan pisau buah kedepan.

Whatt?!.

Kak Dio!.

"Ekhm!, Ekhem!!."
Aku menurunkan pisau dengan pergerakan super kaku. Hey, aku ingin mengubur diri karena rasa malu ini. Ditambah melihat kak Dio yang terpaku seribu kata seperti itu dengan ekspresi yang sulit kuartikan.

Sembari menurunkan kaki yang semula diatas kursi aku mengembalikan pisau buah itu ke tempat semula, ya... masih dengan pergerakan kaku. Agh, aku tidak tahu harus berbuat apa, yang jelas ini sangat, sangat, sangat memalukan!.

"Dasar penakut!" Cerca kak Dio tiba-tiba, tawa kecil merekah setelahnya.

Dia pergi, kearah dapur. Hanya netraku yang bergerak mengikuti pergerakan kak Dio, tubuh dan mulutku bersikukuh untuk diam. Agh, tidak seharusnya sikap sememalukan ini aku tunjukkan pada kak Dio. Yakin setelah ini dia akan melegendakan kejadian ini.

Bersama paper bag di tangan kanannya, kak Dio berjalan ke arahku, ke arah meja makan.

Dia mengeluarkan dua kotak tupperware dan dua pasang sumpit. Dibukanya tutup tupperware, kemudian menyodorkannya ke arahku, menyuruhku memakannya.

Dia terduduk di depanku sembari menyumpitkan jajangmyeon ke dalam mulutnya. Entahlah melihat itu aku ingin tertawa saja. Mengingat jajangmyeon adalah kuliner Korea yang biasa disantap sebagai perayaan black day a.k.a harinya para jomblo, kalian pasti tahu dengan apa yang ku pikirkan sekarang!.

"Cepet makan!"

Menghela napas pendek kemudian kuputuskan untuk memakan makananku.

"Kak, lupain yang tadi!" Secara tiba-tiba saja aku kembali teringat dengan reaksi kak Dio saat melihatku terkejut seperti tadi.

Kulihat dia berhenti mengunyah.
"Mana bisa?!" Ketusnya.

Aku membelalak tak percaya. Agh, aku baru saja melupakan siapa orang di depanku ini!. Kakak yang sangat menjengkelkan!.

My First and Last | Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang