26. Dia kenapa?

10 8 0
                                    

Blam!

Pintu utama itu kembali ditutup oleh Sunoo, setelah ia dan Nayoung benar-benar masuk ke dalam rumah mewah itu dikawasan elit itu.

"Hei Sunoo, Nayoung, kalian udah pulang?" Suara ceria Nyonya Park menyambut kedatangan mereka.

"Iya tan—"

"Sunoo,"
"Mamah udah pernah bilang, panggil mamah! Bukan tante, oke?" Kecamnya untuk yang kesekian kalinya.

"Ah ya, maaf mah Sunoo masih belum terbiasa" Sunoo tak enak hati.

"Yaudah si mah... jangan terlalu dipaksain, ntar juga refleks sendiri!" Nasehat Tuan Park, selagi menghampiri ketiganya.

"Hhehe, mamah cuma antusias aja pah, mau punya menantu pertama kan kita" Nyonya Park memang nampak lebih girang dari biasanya. Tuan Park hanya terkekeh kalem melihat kejujuran istrinya itu.

"Oh ya, gimana gaun kamu, Nayoung? Udah diperbaiki? Atau milih ganti gaun? Saran dari tokonya gimana?" Tuan Park bertubi.

"Pah, kita berdua nggak disuruh duduk dulu nih? Cape loh seharian ngurusin keperluan buat hari-h nanti" gerutu Nayoung dengan logat kesalnya, membuat Tuan Park gemas sendiri. Juga Sunoo yang diam-diam menahan tawanya.

"Ugh, anak papah satu ini, udah gede tapi kelakuan kayak anak tk mulu..."
"Udah yuk, duduk sana! Sunoo juga, yuk!" Tuan Park menuntun putri dan calon menantunya itu menuju sofa.

"Iya pah..." Sunoo menurut dengan sungkan.

Keempatnya langsung menuju sofa. Kecuali Nyonya Park yang tampak memisahkan diri sebentar menuju tempat Asisten Rumah Tangga mereka berdiri. Ia tampak memerintahkan ART itu supaya membuatkan minum untuk orang-orang di sofa sana, sebelum kemudian kembali menghampiri keluarganya memposisikan diri.

"Masalah gaun Nayoung, Nayoung sama Sunoo udah mutusin buat ganti gaun aja Pah, Mah..."
"Cari aman aja si, takut-takut gaun itu belum siap pas hari h-nya tiba..." Nayoung menjawab pertanyaan Ayahnya sebelumnya.

Tuan dan Nyonya Park tersenyum haru mendengar jawaban putrinya itu.
"Papah bangga sama kamu yang antusias sama perjodohan ini, nak." Tuan Park mengusap puncak kepala putri bungsunya itu. Sementara Nayoung hanya tersenyum masam mendapati perlakuan seperti itu.

Gadis itu merasa berat hati dengan pujian ayahnya itu, sementara kenyataan dirinya tak sebegitu antusiasnya sampai mendapat pujian seperti itu. Ia akan lebih mengakui jikalau dirinya dianggap hanya mengikuti jalan yang orang tuanya tunjukkan saja. Karena memang itu yang dijadikannya alasan supaya mau bergerak untuk perjodohan itu.

Gadis itu memasrahkan masadepannya sesuai kehendak orang tuanya.

"Oh ya mah, pah..." Kali ini Sunoo yang merebut atensi Tuan dan Nyonya Park beralih kepadanya.
"Sunoo boleh nggak, undang temen main Sunoo?" Sunoo memberi jeda dan memperhatikan perubahan ekspresi Tuan dan Nyonya Park yang saling pandang satu sama lain dengan keraguan masing-masing.
"Temen deket Sunoo kok, soalnya Sunoo nggak enak hati kalo ngelakuin hal besar ini tanpa mereka tahu." Imbuhnya, berusaha meyakinkan.

Sejenak keheningan menerpa ruangan itu. Hanya ada decitan antara gelas keramik dan meja kaca yang diciptakan ART keluarga Park saat menyajikan minum untuk semua orang disana.

"Terimakasih, bi..." Ujar Sunoo begitu gelas terakhir selesai diberikan kepadanya.

Wanita paruh baya itu membungkuk sopan, sembari menjawab ucapan Terimakasih Sunoo, kemudian berbalik dan segera menjauh dari sana.

"Papah dan Mamah tidak masalah dengan itu, Sunoo..."
"Selagi kamu percaya bahwa temanmu itu tak akan menjadi sumber kebocoran perjodohan kalian suatu hari nanti." Tegas Tuan Park.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My First and Last | Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang