19. Lee family

13 7 0
                                    

Setelah memastikan pintu rumah Renjun benar-benar tertutup, aku memutar tubuh menghadap pada oknum yang hampir saja menciptakan keributan untuk yang kedua kalinya barusan.

Aku mendongak dan menatapnya garang.
"Ish!, lo tuh ya!, bisa nggak si kalo ketemu Renjun nggak usah ribut!" Geramku padanya.

Mark mengerutkan keningnya, sembari balas menatapku tak mengerti.
"Siapa yang ribut?, barusan gue sama dia nggak ribut kan?"

"Emang nggak ribut fisik, tapi ribut omongan!" Ketusku, kemudian berjalan mendahuluinya.

Sampai didepan gerbang, langkahku berhenti. Sial, rasanya aku ingin mengutuk gerbang rumah Renjun ini saja!.
"Mark!, buka!" Perintahku ketus, tanpa menatap lawan bicara.

"Siap tuan putri, nggak usah ketus gitu kalo ujung-ujungnya butuh..."

"Diem nggak lo!"
Kutunjukkan kepalan tangan kananku padanya. Masa bodo dengan kekonyolanku ini. Entah, kalau sikap Mark dan Renjun akan terus seperti itu kalau sudah bertemu sepertinya aku juga akan terus kesal pada mereka.

---

Sesampainya dirumah, begitu pintu utama rumah kubuka, kudapati langsung tamu dari keluarga Mark yang berkunjung ke rumah dan sedang berbicara dengan Ayahku. Keakraban yang kulihat antara Ayahku dan pria paruh baya disana membuatku yakin bahwa pria yang semula sedang bersenda gurau dengan Ayahku itu adalah Ayahnya Mark alias sahabat kuliah Ayahku dulu.

Membungkuk sopan aku kembali melangkah menghampiri sofa tempat Ayahku duduk. Disusul Mark yang ikut duduk di sofa samping Ayahnya duduk.

"Dohan, inikah putrimu?" Tanya Ayah Mark, sembari menunjukku sekilas.

Kulirik Ayahku mengangguk seiring dengan merekah tawanya.
"Betul sekali Lee, dia putri bungsuku, Do Dae Lin!"

"Salam kenal paman..." sambungku sembari tertunduk sekilas.

"Salam kenal juga Daelin, kau sangat manis..." pujinya, kubalas kekehan kecil.

"Oh ya, katanya, kalian sekelas kan?" Ayah Mark menunjukku dan Mark putranya bergantian.

Aku dan Mark mengangguk kompak.

"Daelin, gimana Mark disekolah nak?, nakalkah atau mungkin, kalo bahasa gaulnya... playboy?" Ayah Mark membuat semua orang diruangan itu tertawa lepas, terkecuali Mark tentu saja. Dia sibuk merengek kesal pada Ayahnya sendiri.

"Nggak kok paman, setahu Daelin, Mark di kelas ramah, baik, disiplin, juga tegas sebagai ketua kelas!, tapi kadang emang dia orangnya nggak mau ngalah paman..." jelasku, sembari sesekali melirik pada Mark yang senyam-senyum sendiri sampai pada kalimat akhirku dia tiba-tiba saja membelalak menatapku, membuatku tak kuasa untuk tidak terkekeh kecil melihatnya.

"Mark ketua kelas?" Tanya Ayahku penasaran.

"Iya om..." jawab Mark malu-malu kucing, yang tentu buatku ingin mengeluarkan isi perutku ditempat.

"Wah, hebat kamu!" Puji Ayahku. Oh ayolah... dia akan terbang jika diperlakukan seperti itu Ayah!.

"Nggak sehebat Daelin yang ketua osis om!" Balas Mark, membuatku yang semula sibuk menyumpah serapahi dirinya membelalak terkejut mendengar jawabannya.

"Ketua Osis?, gadis semanis Daelin?" Yap!, gikiran Ayah Mark yang dibuat tak percaya.

Buru-buru aku menjawab.
"Nggak sehebat yang dibayangan paman kok!, Daelin jadi ketua osis juga dibantu wakil osis Daelin saat itu!,"

My First and Last | Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang