"Maksud Ayah?" Arkan dan Ilaya masih tidak mengerti.
"Antarkan aku ke tempat gurumu, apa kau tidak juga paham?" kata Raja Ivran dengan suara tinggi dan hati yang dongkol.
"Bu..bukan itu maksud kami, Ayah, tapi untuk apa Ayah menemui Syekh Malik?" Ilaya mewakilkan.
"Tentu saja ada urusan yang harus Ayah selesaikan," jawab Raja Ivran, gugup.
"Urusan? Urusan apa,Ayah?" Arkan mulai penasaran.
"Itu...Heist! Kalian....kalian, akh...sudahlah!" Raja Ivran menunda keinginannya.
Namun, pangeran Arkan mulai mengerti maksud dari sang Ayah, Ayahnya ingin belajar islam dan menjadi mualaf.
"Apa Ayahnda...aaa?" Arkan menggantungkan kalimatnya.
Raja Ivran mengusap wajahnya yang masih terlihat tampan di usia tuanya.
"Iya, Nak selama ini Ayah selalu memantau kegiatan kalian, terus terang Ayah merasa nyaman atas apa yang kalian lakukan selama ini, Ayah juga merasa kepercayaan yang Ayah anut selama ini....Membuat Ayah bingung dan tidak nyaman."
"Apa Ayah yakin, ingin masuk islam?" tanya Ilaya, ragu.
Raja Ivran mengempaskan napasnya..
"Mengapa harus tidak yakin? Itu kan keinginan Ayah," jawab Raja Ivran, tegas.
"Tapi, bagaimana dengan Bunda,Ayah?" Arkan mengingatkan.
"Soal Bunda, biar Ayah bicara empat mata dengannya, soal keyakinan dia mau pindah apa tidak? Itu terserah dia," sahut Raja Ivran, menerawang.
Ayah, kalau Bunda tidak menyetujui lebih baik kita tidak usah pergi." Ilaya mengingatkan.
"Aku tahu."
Lelah sudah tubuh Abdulah dan Devano melakukan perjalanan yang begitu panjang.
"Ayo..kita istirahat dulu," titah Abdulah.
Devano mengangguk.
Mereka pun terhenti pada sebuah penginapan sederhana.
"Lumayan ada penginapan, kita beristirahat di sini saja," lanjutnya Devano pun mengekor di belakangnya.
"Setuju, lumayan juga untuk mengistirahatkan tubuh kita yang letih," sahut Devano.
"Ayo...kita masuk."
Penginapan itu ada di tengah hutan, sederhana dan tidak terlalu mewah. Namun, kebersihan dan kenyamanannya sangat terjaga.
"Abdulah, penginapan ini sederhana, tapi aku merasa ada kenyamanan di sini," tutur Devano, terus terang.
"Iya, kau benar,Devano." Abdulah setuju dengan sang teman.
Saat tiba....
Mereka pun disambut dengan ramah dua orang penjaga pintu dan memberikan salam pada Abdulah dan Devano."Walaikum salam," balas Devano dan Abdulah, serentak.
"Apa masih ada kamar yang kosong?" tanya Abdulah.
"Masih ada, Tuan. Silahkan Tuan-tuan masuk dulu," tawar salah satu penjaga pintu.
Mereka pun masuk...
Setelah itu...
"Anda sekalian, mau menginap berapa hari, Tuan-tuan?" Tanya sang reseptionis dengan ramah.
"Tunggu dulu ya, Nona kami berdiskusi terlebih dahulu." Devano meminta izin.
"Baik, silahkan."
Devano menghampiri Abdulah...
"Bagaimana?" Bisik Devano.
Mereka pun saling berdiskusi satu sama lain.
Beberapa menit kemudian...
"Bagaimana?" Ulang Nona reseptionis."Kami akan menginap 2 hari, berapa keping biayanya?" Tanya Abdulah.
"Dua hari berarti anda harus membayar 4 keping, Tuan," jawabnya, tegas.
"Baiklah, ini." Devano menyerahkan 4 keping.
"Devano, mengapa kau yang membayarnya?" Abdulah keberatan.
"Sudahlah, Abdulah kau tidak usah sungkan, selama ini kau selalu baik padaku walaupun aku selalu memusuhimu," sanggah Devano.
"Tapi...."
"Aku iklas," potong Devano. "Anggap saja, ini untuk membayar kesalahan yang dulu pernah aku lakukan dan kau...Tidak usah membayarnya kembali," lanjutnya meyakinkan.
"Sebenarnya, itu semua tidak perlu, Devano, tidak perlu mengingat masa lalu, aku sudah melupakannya Li lalahi taa ala, aku sekarang bangga padamu sekarang kau sudah mulai menjadi orang yang lebih baik," balas Abdulah.
"Itu karenamu, Abdulah," pujinya.
"Akh...demi Allah, tidak Devano, itu karena dirimu sendiri, elak Abdulah sembari tertawa kecil.
"Kau masih saja suka merenadah, Abdulah, sahut Devano juga ikut tertawa.
Beberapa menit kemudian...
"Mari, Tuan-tuan saya antarkan kalian ke kamar," sambut pelayan laki-laki itu ramah sembari membawa barang-barang tamunya.
"Baik."
Istana Froya....
Setelah berbicara empat mata dengan Ratu Audrey."Kanda, apa yang menjadi keinginanmu, Dinda akan selalu merestui dan mendukung kanda selama itu untuk kebaikan," kata Ratu Audrey, yakin.
"Benarkah, Dinda?" Raja Ivran berbinar.
Ratu Audrey yang masih menyimpan sisa kecantikan itu pun mengangguk keras.
Raja Ivran memeluk sang istri dengan erat.
"Aku bersyukur memiliki Istri sepertimu," bisik Raja Ivran, bangga.
Ratu Audrey tersenyum dalam pelukan sang suami.
"Aku hanya menjalankan peranku sebagai istri, Kanda dan aku juga bangga kepadamu karena, kau mencintaiku dalam segala kekurangan dan kelebihanku," balas Ratu Audrey.
"Karena, kau pantas untuk aku cintai, Dinda."
"Kanda."
"Ehemm...ehem.."
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Travel of hijrah(completed)
AdventurePerjuangan pangeran Arkan menjadi muslim sejati tidak hanya sebatas atas nama islam yang kini di sandangnya tapi berlaku seperti pada umumnya orang islam. Dia menekuni pelajaran islam di negeri Zamour, Berlatih melafalkan bacaan alquran dari ayat pe...