Ide Jitu

1 0 0
                                    

Dengan wajah berubah beringas menatap tajam Rafyu, Arfan memainkan pedangnya di hadapan Rafyu yang masih saja menatapnya tajam.

Tatapan tajam itu luntur tak kala Arkan mengasah pedangnya agar semakin tajam.

"Aku dengar, kau ingin mati. Benarkah? " Arkan tak sabar.

"Iya.. kenapa? " Dalam ketakutannya Rafyu masih saja menantang."kau berani? "

"Aduh! " Keluh Raja Ivran.

"Pak tua, Putramu ini hanya menggertak!" Ucap Rafyu memandang remeh Arkan.

"Iya, awalnya mereka juga mengatakan seperti dirimu, " sahut Raja Ivran.

"Terus? "

"Putraku yang seringkali berubah sifat itu langsung melayangkan pedangnya ke tubuh orang itu. "

"Hah! "

"Kau tahu, betapa banyak orang yang menjadi korban pedang putraku? " Raja Ivran menatap Rafyu.

Rafyu terdiam...

"Sudah jutaan orang! " Papar Raja Ivran yang membuat Rafyu bergidik.

"Itu semua, gak mungkin kan? "Bantah Rafyu tak percaya.

" Aku sudah membunuh orang seperti anda berjumlah sembilan puluh sembilan juta korban, apa anda ingin mendaftar jadi yang berikutnya? "Tanya Arkan, lembut. Namun, tatapannya sangat mengerikan.

Keringat dingin mulai membasahi tubuh Rafyu.

" Pak tua, apa semua ini benar? "Rafyu mulai gugup.

" Tentu saja. "

"Apa kau tidak dapat menghentikannya? "

"Aku pernah menghentikannya sayangnya, aku kalah cepat, aku terkena pedangnya di pundakku. "

"Apa dia tidak mengenalmu? "

"Bahkan dia tidak mengenalku sebagai Ayahnya. "

"Astaga! " Rafyu melotot kaget.

"Jangan menganggap dia pria tampan yang lembut dan baik bisa juga dia menjadi buas seperti harimau bertemu mangsa. "

Rafyu semakin kalut...

"Selamatkan lah dirimu sebelum kau menjadi korban yang ke sekian kalinya. "

"Ba... baik, maafkan aku. Aku tidak akan lagi menentang kalian. "

Rafyu mulai mengambil langkah seribu untuk menyelamatkan dirinya agar tak menjadi korban.

Setelah Rafyu meniauh...
"Ha.. ha... ha... aaaa, " Arkan tertawa lepas.

"Anakku, idemu memang jitu, " puji Raja Ivran mengacungkan jempolnya.

"Kalau tidak memakai cara itu, dia semakin sombong dan ingin menantang, Yah, " jawab Arkan penuh kepastian.

"Baik, ayo kita lanjutkan perjalanan kita. "

"Siap."

"Paman, apa kau tidak bisa menginap beberapa hari lagi saja? " Cegah Maulana.

Abdulah menggeleng..

"Paman tidak bisa, Nak. Paman harus mengantarkan pesan ini ke istana Froya, " tolak Abdulah, halus.

"Istana Froya? Bukannya Ilaya dan Arkan ada di sana ya? " Gumam Maulana dalam hati.

"Pesan apa, Paman? "

"Pesan seseorang yang ingin dia sampaikan pada Pangeran Arkan. "

"Apa dia tidak bisa ke sana sendiri? "

"Pesan? Untuk Pangeran Arkan? Apa maksudnya? " Maulana bertanya-tanya dalam hati.

"Heh! " Abdulah mengempaskan napasnya. "Dia memang bisa ke sana sayangnya, ada seorang jahat yang membuatnya harus terbunuh. " Maulana melotot, kaget.

"Innalilahi wa inna lilahi roji'un,  semoga khusnul khotimah, " ucap Maulana, pelan.

"Aamiin."

"Oh.. iya siapa yang membunuhnya? " Tanya Maulana, penasaran.

"Paman tidak tahu, Maulana, " jawab sang Paman.

"Kok bisa? "

"Iya, waktu menemukan dia sekarat, penjahatnya sudah kabur. "

"Ya... sayang sekali. "

"Sudahlah, lupakan saja semua tidak baik kan kita menyimpan dendam, " sahut Abdulah, bijak.




"Mama... aaa, Revo sudah pulang!" seru Revo, girang berlari menuju dapur memeluk sang Ibu.

Nora tersenyum sambil membalas pelukan sang Putra.

"Iya, anak Mama. Sekarang bersih-bersih dulu, gih! Sudah itu makan bareng Mama, ya. "

"Siap, Ma. "

Nora tertawa renyah lalu dia menyuapi Niela yang masih umur lima bulan bubur beras merah di tumbuk dengan kasih sayang.

"Wah.. pintarnya anak Mama, " puji Nora, bahagia.

Tentu saja anak perempuan balita itu girang dengan mulut belepotan sehingga Nora pun turut membantu mengelap mulutnya dengan penuh kasih sayang.

Beberapa menit kemudian...
Nora menyiapkan makan siang kesukaan Revo yaitu sup asparagus, daging kalkun bakar saus keju tak lupa minuman teh madu hangat buatannya yang juga menjadi favorit Revo.

Tak lama kemudian...
"Wah.. ini semua kesukaanku ya, Ma? " ucap Revo, bahagia.

"Iya, sayang. Ini semua, Mama sengaja masakin buat kamu, " sahut Nora. "Sini, duduk, " titahnya dengan suara lembut.

Nora pun menghidangkan sup yang masih hangat, daging kalkun saus keju berpadu dengan kentang rebus.

Dengan tak sabar Revo pun memakannya.

"Pelan-pelan dong makannya, Nak, " kekeh Nora, geli.

Dan perlu diketahui ya, Revo sekarang sudah duduk di bangku sekolah dasar kelas dua.

Tidak butuh waktu beberapa menit makanan dan sup itu sudah terkuras habis.

"Wah.. sudah habis ya, anak mama. "

"Iya, Ma. Habis enak sih. " Revo mengacungkan dua jempol kecilnya.

"Bisa aja kamu ini. "

"Bisa dong. "

"Oh.. iya, bagaimana dengan pelajaran di sekolah?

Bersambung...



Travel of hijrah(completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang