Kontraksi.

1 0 0
                                    

"Tidak usah banyak tanya! Cepat bawa dia ke rumah sakit! Dia mengalami kontraksi, cepa...aaat!" Pekik Nenek Amelia.

"I..iya, Nek." Jawab Ben sambil mengangkat tubuh Nora.

Nora  memekik kesakitan dalam gendongan Ben, Ben pun berlari ke rumah sakit bersama Kakek, Nenek tentu saja si kecil Revo.

Mereka di sopiri oleh sopir pribadi keluarga.

"Pa, Mama kenapa?" Tanya  Revo, cemas sembari melihat Ibunya yang terus-terusan meringis karena  sakit.

Ben tersenyum sambil membelai rambut Putra tampannya yang sebenarnya bukan Anaknya(heh! Itu sih gak usah dibahas lagi😪).

"Gak apa-apa, Sayang, Mamamu baik-baik saja kok!" Jawab Ben.

"Kok...melingis?" Revo belum puas dengan jawaban Ayahnya.

"Begini,Revo." Tekan Nenek Amelia, mewakili."Mamamu, akan memberi kejutan untukmu."

"Kejutan?" Ulang Revo dengan mata berbinar.

"Iya, kamu mau kan punya Adik?" Tanya Ben, pelan.

Revo membulat mata hazelnya dengan sempurna.

"Adik? Benalkah?" Revo hampir saja tak percaya.

"Aduh!" Keluh Nora.

"Sabar ya,Sayang sebentar lagi akan sampai." Hibur Ben sambil mengelap keringat yang membanjiri dahi Istrinya.

"Iya, kamu akan punya Adik untuk menemanimu bermain, kamu suka kan?" Tanya Ben dengan wajah senangnya.

"Suka dong,Pa."Jawab Revo, antusias

"Cowok apa Cewek,Pa?" Tanyanya, penasaran.

"Belum tahu,Nak kita lihat saja nanti." Jawab Ben.

Mendengar jawaban Ayahnya Revo menekuk wajah polosnya lalu melipat tangannya di dada.

"Sudah gak sabar ya?" Celetuk Kakek Bian, meledek mencubit pelan pipi tembem sang Cicit.

"Huh!" Dengus Revo.

"Revo?!" Tegur Ben.

Revo menoleh ke arah sang Ayah.

"Engg..."

"Sudahlah, Ben Kakek tidak apa-apa kok." Kakek Bian memotong perkataan Ben.

Ben memandang Revo, tajam dan Revo mengerti itu dan matanya berpaling pada lantai Rumah sakit.







Rumah Bordil.
Adegan-adegan panas bagaikan api yang membara di rumah itu dalam ruangan terbuka.

Dengan tubuh-tubuh tidak berbalut benang sekalipun saling merapat dan mendesah.

Sepertinya, mereka tidak takut akan dosa, demi uang mereka rela menjajakan tubuhnya.

Teriakan demi teriakan membahana di rumah itu.

"Akh...hhh!" Jerit seorang wanita muda setelah tubuhnya dimasuki oleh lelaki tua itu.

Lelaki tua itu nafsunya begitu membara apalagi melihat tubuh wanita yang molek di hadapannya yang terus meliuk-liuk.

Da...aaaaan....da...aaan(kita ikuti dulu sponsor berikut ini).






"Kamu belum bisa memaafkan mantan Suami kamu?" Tanya Farid, perlahan menatap manik mata Istrinya.

Rheina hanya tersenyum kecut.

"Fuih." Farid mendesah. "Padahal kalau menyimpan marah terlalu lama, gak baik juga lho." Lanjutnya sambil melirik Rheina.

"Tapi dia sudah keterlaluan!" Jerit Rheina meluapkan amarahnya.

"Iya, aku tahu tapi waktu itu mungkin dia sedang khilaf."

"Benar, karena omongan wanita itu dia tidak menganggap Refina Anaknya!" Ujar Rheina penuh kebencian.

Farid menarik napas.

"Rhei, aku mengerti perasaan kamu,seandainya aku ada di posisi kamu aku juga akan marah tapi memendam amarah dalam waktu lama itu juga gak baik." Farid memberi pengertian.

Rheina mencoba mencerna perkataan Suaminya dan dia membenarkan itu semua.

"Mau kan memaafkannya?"

"Belum saaatnya." Jawab Rheina, lirih.

"Tidak usah buru-buru." Hibur Farid sambil memeluk Istrinya.






Istana Froya.
"Tolong antar aku pada Gurumu?!" Desak Raja Ivran mengguncang tubuh Putranya.

"Apa?!" Arkan dan Ilaya saling beradu pandang.

Bersambung...

Travel of hijrah(completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang