Melepas Rindu.

0 0 0
                                    

Ratu Audrey kaget sekaligus bahagia dengan kedatangan kedua Adiknya itu.
"Dinda?" Senyum di bibir Ratu Audrey merekah saat menyambut Adik-adiknya.

Ratu Fahrani pun langsung memeluk erat sang Kakak ipar sebagai melepas rindu yang dibalas Ratu Audrey.

"Yunda, sudah sekian lama kita tidak bersua, bagaimana kabarmu?" Tanya Ratu Fahrani sambil merangkul sang Kakak.

"Ya...kau bisa lihat sendiri, aku sehat." Jawab Ratu Audrey.

"Oh..iya...Yunda, di mana Kanda Ivran dan Ananda Arkan?" Tanya Raja Gibran setelah menyadari Abang dan keponakannya tidak bersama Ratu Audrey.

"Oh..mereka lagi di belakang istana, lagi berlatih memanah." Jawab Ratu Audrey, santai.

"Pelayan." Panggil Ratu Audrey agak seru.

Di kamar...
Ilaya selesai berdzikir dia melipat telekung dan sejadahnya serapi mungkin.

"Kok...ada suara Ibunda sedang mengobrol dengan seseorang?siapa ya?" Batin Ilaya.

"Apa itu tamu penting Ibunda?"pikirnya.

Di ruang tamu...
"Ya..Yang Mulia." Sahut si pelayan.

"Tolong masak untuk makan siang tamu-tamu kita selezat mungkin." Titah Ratu Audrey.

"Yunda, gak usah repot-repot."cegah Ratu Fahrani tak enak.

"Apa sih..yang repot, Dinda?aku pun juga tak merasa direpotkan." Balas Ratu Audrey sambil menepuk pelan belakang telapak tangan Ratu Fahrani.

"Cepat!kau lakukan!"

"Ba..baik, Ratu." Pelayan itu membungkuk kan tubuhnya lalu segera ke dapur.

Di luar istana...
"Sepertinya Paman dan Bibimu datang kemari." Tebak Raja Ivran kepada Arkan.

"Sepertinya sih..gitu,Yah." Jawab Arkan.

"Ayo..kita temui mereka." Ajak Raja Ivran menghentikan latihannya.

"Baik,Yah."

Di rumah sakit...
"Dok, bagaimana keadaan kakek saya?" Tanya Ben, cemas.

"Syukurlah, Kakek Anda sudah melewati masa kritis."jawab Dokter cantik itu bahagia.

"Fiuh!syukurlah..."ucap Ben dan Nora bersamaan.

"Pa, Ma, Kakek gak kenapa-kenapa kan?" Tanya Revo, cemas wajah polosnya menyiratkan kesedihan.

"Kakekmu tidak apa-apa,Sayang." Jawab Nora, lembut sembari mengelus sayang pipi tembem sang Putra.

"Benalkah?" Wajah Revo kini cerah.

"Iya...benar." Ben meyakinkan sambil mengangkat sang buah hati.

"Hup!eh...mengapa kau semakin berat saja?"ledek Ben.

"Ah...Papa, plotes melulu nih." Amuk Revo, manyun.

Nora tersenyum geli..

"Bagaimana keadaan Kakek?" Tanya sang Nenek, cemas.

"Sudah baikan,Nek." Jawab Nora, mewakili.

"Syukurlah." Nenek menghembuskan napasnya..Lega sambil mengusap dadanya.

"Oh...iya..apa kau sudah memeriksa kandunganmu?" Tanya Nenek pada sang Cucu mantu sambil mengelus perutnya yang sudah membuncit.

"Sudah, Nek tadi sekalian sama Ben mengantar Kakek." Jawab Nora,sopan.

"Oh...syukurlah, jaga baik-baik kandunganmu." Sambungnya sambil tersenyum.

"Iya..Nek, pasti."

"Kau Ben, harus menjadi suami siaga, jaga emosi istrimu."

"Kalau itu...Selalu,Nek."

"Nek, aku juga mau jadi anak siaga."celutuk Revo tak mau kalah.

"Iya..Sayang, jadi Kakak siaga untuk menyambut Adikmu." Sahut sang Nenek buyut, tersenyum.

"Hole...eee, aku mau punya Adik!"teriak  Revo, girang tapi teriakannya terhenti saat Ben menutupi bibir mungilnya.

"Ih..kenapa sih..Pa?!" Protes Revo,polos.

"Ini rumah sakit,Sayang gak baik teriak-teriak begitu."tegur Ben, lembut.

"Ups..maaf,Pa."

"Gak apa, lain kali jangan diulang ya." Pesan sang Ayah, bijak.

"Oke deh..Papa." jawab Revo sambil menunjukkan jari telunjuk dan tengahnya di hadapan sang Ayah.

Ibu dan Neneknya tertawa..

Nenek dan Kakek Ben sangat menyayangi Nora, mereka tidak perduli dengan latar belakang Nora yang penting Ben sang Cucu bahagia karena Ben sudah telanjur jatuh cinta pada Nora.

Mereka pun tak masalah tentang Revo yang anak perkosaan dari pria-pria bejat, karena mereka tahu ini bukan kemauan Nora.

Nenek semakin menyayangi Nora saat sang cucu menantu mencintai cucunya dalam keadaan wajah yang jelek sedangkan wanita lain justru menghindarinya.

Di istana Froya..
Setelah makan siang selesai..
"Arkan, boleh kami menemui Istrimu?"tanya Ratu Fahrani .
Bersambung..

Travel of hijrah(completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang