Hilang Ingatan

1 0 0
                                    

"Ayah ini, aku. Putramu, Maulana, " jawab Maulana mendekati sang Ayah.

"Maulana? Ulang Tuan Zabur, ragu.

" Iya, Ayah. Ak.... "

"Jangan mendekat! " Cegah Tuan Zabur, mundur-mundur.

"Kak, dia Maulana. Anakmu, apa kau sudah tidak ingat? " Imbuh Abdulah.

"Bukan! Dia bukan putraku, Maulana! " Bantah Tuan Zabur, menggeleng tak percaya. "Mana maulana? Mana dia? Kenapa kok belum pulang juga? "

"Aku Maulana, Ayah. Duduk di samping Ayah, " lirih Maulana berusaha mengingat sang Ayah.

"Bukan, kau bukan putraku! "

"Astagfirlah, " ucap Abdulah dan Devano bersamaan.

"Ayah... "

"Pergi, kau! " Usir Tuan Zabur ketakutan.

"Ay... "

"Sudahlah, Maulana. Ingatan Ayahmu memang sudah mulai lemah, jangan memaksanya lebih baik kita keluar dan biarkan beliau istirahat dulu, " lerai Abdulah sekaligus menyarankan.

"Ide yang bagus, " imbuh Devano.

"Baiklah, Paman, " Sahut Maulana, menurut.

Setelah keluar..
"Paman, " panggil Maulana.

"Hmmm." Sang Paman sibuk dengan persiapannya akan meneruskan perjalanannya besok.

Maulana duduk di dekat sang Paman.

"Ada apa? " Sahut Abdulah.

"Apa Ayah juga sudah tidak ingat lagi Ilaya? " Tanya Maulana, ragu.

Abdulah menghentikan kegiatannya sejenak lalu menarik napasnya, perlahan.

"Kalau yang itu, Paman tidak ingin asal menebak karena Ayah kalian sebentar ingat sebentar lupa, iya kan? "

"Bener juga sih. "

"Sabar saja, Ayahmu sudah semakin tua jadi ingatannya semakin lemah, " imbuh Devano yang datang menyusul mereka berdua.

"Sayang, makanannya udah siap, " seru Farid, mengingatkan. "Ayo.. kita makan, " ajaknya.

"Iya, " sahut Rheina agak keras.

"Ayo.. anak-anak makan siang dulu entar mainnya dilanjut lagi ya, " bujuk Rheina, lembut.

"Baik, Ma, " sahut ketiganya, kompak.

Setelah di meja makan...
Mereka berkumpul sekeluarga duduk bersama dan Farid, sebagai kepala keluarga menjadi pemimpin doa sebelum makan.

"Allahummaa fimaa razaktana... "

"Aamiin."

Rheina pun mengambil piring mengambil nasi dan lauk untuk sang suami.

"Terima kasih, sayang, " ucap Farid, tulus. Lalu, mencium pipi sang Istri... Mesra.

"Ehem, " Celutuk Refina, jahil.

Perlakuan Farid yang romantis membuat Rheina terpana dan terus jatuh cinta padanya.

Perlakuan itu tidak hanya sekali dua kali tapi berkali-kali dan juga perlakuannya ke Refina walau bukan darah dagingnya, Farid memperlakukannya seperti anak kandungnya sendiri seperti memanjakannya.

Refina pun hanya tahu kalau Farid adalah Ayahnya, dia tidak tahu kalau Farid Ayah tirinya.

Sebenarnya, perlakuan Maulana dan Farid sebelas dua belas. Namun, karena fitnah Maulana berubah dan memutuskan sendiri keputusannya untuk menalak Rheina.

Betapa pedih hati Rheina kala itu apalagi dia mengandung bayi yang keberadaannya tidak diakui sang suami.

Di hutan...
Rafyu walau dalam keadaan terluka masih saja sombong dan menantang Arkan juga sang Ayah.

"Heh! Kalian, beraninya mengeroyok satu orang, " umpatnya, sinis.

"Kalian yang memulai, Tuan. Bukan kami, " sahut Arkan tak suka.

"Apa bedanya? Kalian pikir, aku takut pada kalian berdua... Tentu saja tidak! " Serang Rafyu.

"Tuan, lihatlah dirimu, kau sudah terluka oleh anakku. Kau masih saja angkuh, " cerca Raja Ivran, geram.

"Walaupun anakmu memotong kepalaku, aku tidak akan pernah berhenti memaki kalian wahai tua bangka! " Sentaknya, keras.

"Kau benar-benar keterlaluan! " Balas Arkan, marah.

"Mengapa? Kau ingin membunuhku? " Sindir Rafyu sambil menatap pedang di tangan kanan Arkan. "Silakan saja bunuh aku! "

Arkan terdiam, lalu...
"Baiklah, akan aku wujudkan permintaanmu tapi, setidaknya, pedang ini harus tajam dahulu sebelum memenggal kepala orang tidak tahu malu seperti dirimu. " Arkan sudah di ambang batas kesabaran.

"Anakku... "

"Jangan cemas, Ayah. "

Lalu, Arkan membisik kan sesuatu di telinga sang Ayah.

"Oh... "

Tidak sampai beberapa menit pedang itu sudah tajam dan Arkan, mencoba membelah kayu tergeletak di tanah hutan itu kayu yang sangat besar yang tak mungkin terbelah oleh pisau  daging atau buah sekalipun.

Lalu, dia menghampiri Rafyu dengan wajah seringai.

"Ka.. kau mau apa? " Rafyu mundur-mundur.

Arkan tersenyum smirk.

"Tentu saja ingin memenuhi permintaanmu, Tuan, " jawab Arkan sambil memutar pedangnya dengan cepat.

"Perlu anda ketahui, Tuan. Anakku itu orangnya baik, dia berubah menjadi keji dan kejam karena hinaan dan tantangan dari orang seperti dirimu, " tunjuk Raja Ivran.

"Terus, apa hubungannya denganku? " Ucap Rafyu, keras.

"Kau masih tak mengerti juga ya? Baik, akan kubuat kau mengerti. Anakku, aku sudah mengenalnya bagaimana sifatnya, sifatnya seringkali berubah kadang lembut kadang tempramental amarahnya meledak-ledak. "

"Apa? "

Bersambung





Travel of hijrah(completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang