Kau adalah serupa titik-titik hujan yang tempias di antara kisi-kisi jendela karena terbawa angin.
~~~
"Gyu, ingat saat kencan kita pertama kali?" Wonwoo beranjak mengambil tempat duduk pada kursi beranda belakang rumah tepat di samping Mingyu yang sedang membaca lewat tabletnya.
"Hmm, ingat tidak ya?" Ekspresi berpikir Mingyu yang terlihat palsu mengundang tawa paling renyah dari Wonwoo sore ini.
Mereka terdiam dan menikmati teh chamomile hangat yang baru saja Wonwoo buat bersamaan dengan kue cokelat yang baru keluar dari pemanggang. Kedua anak manusia itu dengan takzim memejamkan mata mereka, merekam segala suara dan aroma hujan yang turun membasahi tanah halaman belakang rumah. Senyuman yang terpancar dari keduanya serupa lengkung pelangi yang membentang sepanjang tenggara hingga barat laut, begitu cerah dan merona disela gemuruh yang mereda.
"Aku suka percikannya." Wonwoo berkata singkat. Sedangkan Mingyu, diam dengan khidmat mendengar suara berat nan lembut itu di antara derai suara hujan.
"Kita bisa menguncinya dalam genggaman." Timpal Mingyu kemudian.
"Maksudmu?"
"Berdirilah, rasakan titik-titik hujan itu membasahi telapak tanganmu." Mingyu berdiri, menggenggam tangan Wonwoo mendekati halaman belakang yang tidak terlindung atap.
Kaki-kaki telanjang mereka menginjak rumput yang basah, mengantarkan sensasi dingin serta menggelitik yang membuat kedua tangan itu mengeratkan genggaman. Melemparkan kilas balik ingatan pada kencan pertama yang kebetulan sama, pada saat hujan turun.
~~~
Berjalan kaki dari perpustakaan kota hingga ke gedung bioskop. Punggung tangan yang tidak sengaja bersentuhan saat berjalan berdampingan, menimbulkan sengat-sengat voltase ringan hingga memenuhi rongga dada yang berdebar. Rintik gerimis menyertai perjalanan mereka, kaki-kaki jenjang itu mempercepat langkah hingga sampai pada gedung bioskop sebelum deras. Sebuah kencan yang sangat biasa. Tidak ada obrolan berarti sepanjang film, karena mereka terlalu fokus menonton sambil menetralkan detak jantung yang debarannya membuat sesak. Putaran film selesai dan ternyata di luar hujan turun dengan derasnya. Gedung bioskop terletak tepat di seberang salah satu restoran milik Mingyu dan mobilnya terparkir manis di halaman restoran. Namun sayangnya, ia tidak bisa mengantar Wonwoo pulang karena ada reservasi penting di restorannya malam ini. Bagai sebuah cuplikan drama komedi, yang Mingyu lakukan adalah memanggil taksi. Dan Wonwoo yang termenung bodoh seketika berpikir, entah kencan macam apa ini, tidak ada prosesi romantis mengantar pulang.
"Aku tidak bisa mengantarmu, tidak apa-apa 'kan jika naik taksi?" Mingyu menggaruk tengkuknya dengan canggung.
"Hahaha, iya tidak apa-apa." Wonwoo tertawa tak kalah canggung.
"Ah itu dia taksinya datang!" Mingyu menggamit lengan Wonwoo dengan lembut dan mengantarkannya hingga pria manis itu masuk ke dalam taksi.
"Pak, menyetirnya hati-hati ya, hujan dan yang terpenting penumpang yang Bapak bawa ini adalah tuan putri." Mingyu memberi pesan singkat pada sang sopir.
Seketika Wonwoo tergelak, tawa yang membuat hidung bangirnya mengkerut.
"Jangan bercanda, Gyu!"
Sang sopir hanya tersenyum kecil melihat sebuah romansa yang begitu natural di depannya.
~~~
"Wonwoo, perihal genggaman ... aku tak bisa hanya menguncimu dalam ingatan-ingatan yang terbatas apalagi menguncimu hanya dalam hati. Aku butuh menggenggam, jemarimu, hatimu, bahkan mungkin menggenggam keresahan-keresahan dalam kepalamu."
Pasangan hidupnya itu tersenyum, lalu titik-titik hujan yang tempias pada kisi-kisi jendela terpaksa menjadi saksi rona merah yang menjalari pipi.
Hujan menjadi sebuah saksi cinta dua anak manusia yang biasa-biasa saja. Sebuah representasi dari sifat pantang menyerah, karena hujan bagaimanapun juga akan tetap turun meski kau berkeras menolaknya. Atau sifatnya yang menyisakan kenangan, karena lamunanmu tanpa sengaja akan terlempar beberapa waktu ke belakang ketika mendengar suara gemericik miliknya. Atau lagi, sifatnya yang membawa kebahagiaan ketika kau bisa tertawa lepas berlarian tanpa alas kaki hingga rasanya beban seperti lesap tak ada lagi.
Seperti Mingyu dan Wonwoo sore ini. Berpelukan, bergoyang kesana kemari dengan ritmis, berputar dengan suara hujan yang mengiringi.
Hujan dan Kisah Cinta.
Adalah hal yang terlalu biasa untuk jadi sebuah jalan cerita. Tetapi tidak apa, karena tidak perlu selalu menjadi luar biasa untuk bahagia.~~~
P.S
Hai ...
This is Aunty.
Hope you still enjoy this ordinary love story.
Another Bittersweet from Mingyu and Wonwoo.Chapter hujan ini terinspirasi dari fragmen Bittersweet Mingyu x Wonwoo di project single mereka. Tapi tetap ini real story-nya Aunty-Uncle.
Aunty gak salah kan ya ada scene mereka lihat hujan dari jendela? Hahaha.
Selamat membuka kotak Pandora 💕🍃
Selamat menikmati romansa yang tidak biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet [Meanie]
FanficBittersweet moment kehidupan pernikahan Jeon Wonwoo dan Kim Mingyu, apa jadinya?