Sakit Sakit Pergilah, Datang Lagi Lain Hari (1)

3.5K 467 18
                                    

Kau yakin?
To spend your whole life time with me?
Someone who struggling with autoimmune diseases and mental health issues?

~~~

Memiliki sakit bawaan dan harus minum obat
seumur hidup, siapa sih yang menginginkan itu? Pasti tidak ada 'kan? Begitu pula Wonwoo. Tapi sayangnya, penyakit autoimun karena kesalahan kode genetik pada tubuhnya berkata lain. Wonwoo menyadari bahwa ada yang tidak beres pada sistem imun tubuhnya sejak kuliah. Maka sejak saat itu minum obat menjadi rutinitas yang tidak bisa dilewatkan. Pria manis dengan rema hitam pekat itu juga tidak boleh terlampau stress dan kelelahan. Tapi karena Wonwoo tipe yang sangat berdedikasi tinggi untuk apapun yang ia jalani, maka di sinilah ia sekarang. Terbaring lemas di kamarnya yang luas, dengan selang yang menggantung dari jarum infus yang menancap tepat di punggung tangan kirinya. Wonwoo sakit, autoimunnya kambuh. Jika sudah begini, pria manis itu tahu apa yang dilakukan oleh suami tampannya. Wonwoo akan tersenyum mendengarkan Mingyu. Pria tinggi berkulit kecokelatan itu akan berkata dengan kalimat-kalimat nasihat dan pesan ini itu untuk Wonwoo. Bukan, bukan omelan. Lebih tepatnya, mungkin ocehan lucu hanya karena terlampau khawatir ditambah lagi dengan bonus sikap yang sangat menyebalkan.

Braakk ...

Pintu mahoni bercat hitam itu terbuka, memperlihatkan penampilan Mingyu yang berantakan karena mendapat kabar bahwa Wonwoo harus beristirahat total dari dokter pribadinya, yang mana itu adalah kakak sepupunya sendiriㅡYoon Jeonghan.
Jeonghan menelepon Mingyu tentunya dengan diam-diam, karena Wonwoo melarangnya. Meski memiliki sifat manja, Wonwoo jarang sekali terlihat menyusahkan dan membuat orang lain khawatir. Maka sesaat ketika Jeonghan pulang dan Mingyu datang dengan tiba-tiba, ia hanya bisa meringis.

"Memangnya apa yang kubilang tidak jelas ya? Minta bantuan Soonyoung atau Chan untuk pekerjaanmu." Baru saja datang tapi ia sudah mengoceh pada Wonwoo.

Yang ditegur hanya senyum-senyum sendiri, melihat betapa kacaunya Mingyu melihat dirinya sakit, itu semua membuat hatinya menghangat.

"Kasihan, Soonyoung dan Chan juga punya pekerjaan sendiri, Gyu. Lagipula itu 'kan memang tugasku." Wonwoo mengusap lengan Mingyu yang terduduk di sebelahnya dengan lembut.

Mingyu menjatuhkan kepalanya ke dada Wonwoo, menghirup dalam-dalam aroma bunga gardenia yang selalu menjadi kesukaannya itu. Tulang selangka dibalut kulit putih bersih yang terlihat semakin menonjol, karena Mingyu yakin istrinya itu sering melewatkan makannya demi pekerjaan.

"Kau tidak makan dengan baik ya?" Mingyu bertanya lagi.

"Makan kok, bekal sehat yang kau buatkan selalu aku makan tepat waktu." Pelukan Mingyu mengerat pada tubuh kurusnya. Ujung hidung bangir itu beberapa kali menabrak tulang selangka miliknya.

"Kau bekerja untuk apa, Wonwoo?" Kali ketiga Mingyu bertanya dan kali ini Wonwoo tak mampu menjawabnya.

Ya, ia tak punya jawaban. Bahkan ia sendiri mempertanyakan untuk apa ia bekerja sedemikian kerasnya. Untuk uang? Sudah pasti bukan. Putra tunggal CEO Jeon sudah terlahir dengan sendok emas. Untuk kebahagiaan? Wonwoo bahkan lebih bahagia jika menemani Mingyu di restoran seharian. Lalu ia mencari jawabannya sendiri dengan diam, bahkan kembali mempertanyakan untuk apa ia bekerja sampai seperti itu?

"Gyu ... Hanya aku yang Ayah punya untuk perusahaan, untuk ribuan karyawan." Wonwoo menunduk sedih.

"Kalau memang itu yang menjadi alasanmu bekerja, berdedikasi tinggi, maka sadari. Kau tahu bahwa Ayah hanya punya dirimu, kau tahu bahwa ribuan karyawan membutuhkan kinerja terbaikmu, maka keadaan dirimu yang terbaik juga harus diutamakan. Kalau kau sakit begini, Ayah bagaimana? Ribuan karyawan bagaimana? Masa pemimpinnya sakit. Kalau sakit, manja pula!" Ibu jari dan telunjuk Mingyu terulur untuk mencubit hidung runcing milik Wonwoo.

Pria manis itu berlinang di mata rubahnya yang sipit. Mingyu selalu berhasil menenangkannya, meringankan rasa sakitnya. Wonwoo membawa Mingyu dalam pelukannya yang paling erat. Kalau boleh jujur, Wonwoo tidak suka keadaan ini. Wonwoo tidak suka keadaan yang memperlihatkan kelemahannya. Bertahun-tahun lamanya ia menghindari ikatan emosional yang begitu kuat. Ia hanya takut kehilangan, ia takut mengalami lagi yang namanya ditinggalkan. Karena Wonwoo kerapkali ditinggalkan oleh orang-orang yang ia sayangi sedemikian rupa. Atas dasar itulah dinding yang ia bangun sebagai pertahanan diri sangat tinggi, sampai pada suatu sore Mingyu hadir dan meruntuhkan dinding itu tak bersisa. Pria tampan itu menjanjikan ada untuk Wonwoo-nya.

"Kau yakin, Gyu?"

"Yakin apa?"

"To spend your whole life time with me. Someone who struggling with autoimmune diseases and mental health issues?"

"Mungkin Tuhan menugaskan aku untuk menjadi penyembuhmu. Dan aku sangat bahagia jika itu harus."

"Tapi tidak adil, Gyu. Aku tidak berperan apa-apa."

"Manusia tidak ada yang pernah bisa adil Wonwoo. Lagipula adil itu tidak harus selalu sama. Bukan berarti aku penyembuhmu, maka kau harus menjadi penyembuhku juga. Tidak."

"Aku hanya takut. Aku takut jika aku yang bergantung padamu. Dan kau? Tanpa aku kau akan baik-baik saja. Ini yang aku tidak suka dari ikatan emosional. Saat terjadi prosesi ditinggalkan meninggalkan, hanya aku yang terluka. Apalagi kita? Kau yang selalu ada, aku tidak. Kau yang berguna, aku tidak. Kau sempurna, aku tidak. Dan kau? Menjadi penyembuh, hanya sekadar kewajiban 'kan? Bukan karena cinta."

"Kau ini kalau sakit jadi menyebalkan ya?" Mingyu hanya tertawa kecil mendengar penuturan panjang lebar yang Wonwoo utarakan. Ia mengerti, istrinya itu hanya sedang merasa takut dan berkecil hati. Lagipula mana mungkin ia tidak mencintai Wonwoo-nya. Mingyu hanya sulit untuk berkata-kata romantis. Itu saja. "Darl, kalau aku tidak mencintaimu, aku tidak akan di sini. Tidak akan khawatir mendengarmu sakit. Juga tidak akan tercipta janji pada Tuhan dan pada Ayah."

"Aku 'kan hanya takut, Mingyu!" Rajukan Wonwoo membuat Mingyu terkekeh gemas. Sakit bisa menjadi membuat Wonwoo semakin manja, menyebalkan, dan menggemaskan secara bersamaan. "Aku mencintaimu ..." Bibirnya mengerucut lucu saat mengucapkan cinta pada Mingyu-nya.

"Iya, aku tahu Sweetheart."

"Ih bukan itu jawabannya!"

"Lalu apa?" Mingyu mengusap wajahnya dengan kasar. Wonwoo menjadi sangat ajaib jika sedang sakit.

"Kalau aku bilang, aku mencintaimu. Maka kau harus balas, aku juga mencintaimu Sweetheart. Begitu ya, mengerti 'kan? Kau harus balas bilang cinta, Mingyu ... Ya? Okay, mengerti ya?" Pria manis itu memasang ekspresi imut demi menggoda suaminya.

Cup!

Senjata terakhir Mingyu jika Wonwoo-nya terlalu banyak bicara. Sebuah kecupan manis mendarat di ujung bibirnya yang tipis dan berwarna merah muda. Wonwoo seketika terdiam, pipinya yang putih perlahan bersemu kemerahan.

"Aku di sini, dan itu cukup. Tidak perlu lagi ada yang kau khawatirkan. Aku sudah memilih menghabiskan hidupku di sini, di rumahku, di hatimu." Mingyu membawa telapak tangan miliknya untuk menyentuh tepat di dada Wonwoo yang kini semakin menghangat.

Kata-kata cinta terlalu biasa untuk Mingyu, ia hanya ingin membuktikannya dengan tindakan. Ia tak perlu berjanji pada Wonwoo untuk selalu ada, ia hanya perlu berjanji pada dirinya sendiri bahwa Wonwoo adalah tempatnya melanjutkan kehidupan.



P.S

Nggak tahan sih ingin update, semoga mengobati kerinduan ya.
Iya, dialognya pinjam lagi dari dialog Aunty-Uncle. Hehehe.
Masih tahan sama ke-cheesy-an ini?

Stay happy and healthy ya dear ❤️

Selamat membuka kotak Pandora 💕🍃
Selamat menikmati romansa yang tidak biasa!

Bittersweet [Meanie]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang