Perihal hidup bersama, bukan untuk menyamakan persepsi. Karena sampai kapan pun yang namanya isi kepala manusia pasti berbeda. Hidup bersama itu untuk menyatukan persepsi, mencari jalan tengah bersama-sama. Agar ketika bahagia, bahagianya bersama. Agar ketika susah, susah dan berjuangnya juga bersama. Itu yang akan mengikat. Tapi pasti kamu tidak akan tega melihat dia susah, dia pun juga pasti tidak tega melihat kamu susah. Akhirnya yang tersisa hanyalah, saling membahagiakan bersama-sama.
~~~
Sepasang anak manusia itu berjalan beriringan di tepi-tepi jalan protokol kota Seoul yang pernah menjadi saksi bisu pertemuan pertama mereka. Sebuah temu ketika hanya ada tawa canggung pemecah kebisuan dan topik-topik pembicaraan konyol tentang segala hal. Pria tinggi berkulit kecokelatan itu mengajak belahan jiwanya untuk mengingat masa-masa indah dahulu yang mungkin kini hanya terputar dalam memori mereka. Hari ini tepat usia pernikahan mereka yang ketiga, keduanya tampak bahagia meski suara celoteh dan tangisan malaikat kecil belum memenuhi tiap sudut ruang pada rumah dan relung hati.
Mereka pergi, menaiki angkutan umum dan berjalan kaki. Dua pasang kaki itu berhenti pada sebuah bangunan berbentuk rumah dengan halaman dan taman yang sangat asri.
"Kau tahu mengapa aku mengajakmu kemari?" tanya Mingyu. Tulisan Panti Wredha yang terpampang besar itu membuat Wonwoo mengernyit bingung ke arah prianya. "Aku ingin tahu seperti apa mereka menikmati hari tua. Dan aku ingin bisa menikmatinya bersamamu." sambung Mingyu kemudian.
"Sayang, kita bahkan masih dalam hitungan usia kepala 3." ujar Wonwoo yang masih tampak bingung.
"Tidak akan ada yang tahu kapan kita pergi dan siapa yang pergi lebih dulu. Tapi aku pernah berjanji padamu bahwa aku ingin menikmati hari tua bersamamu." jawab Mingyu sambil tersenyum.
Ah, linangan air mata tiba-tiba saja segera menganak sungai di pipi Wonwoo, jika pembicaraan tentang kepergian dibahas, Wonwoo selalu merasa bahwa matanya lebih cepat basah.
"Aku ingin, kita berdua merasakan saling bergantung satu sama lain, melupakan kesibukan yang kian hari kian menyiksa lagi mencekik. Lalu kita akan dengan senang hati mengingat dan menceritakan tentang bagaimana kenangan kita dahulu. Aku ingin kita melakukan apa yang biasa orang tua lakukan. Aku benar-benar ingin merasakannya denganmu. Bersediakah engkau?" Kalimat panjang dari prianya itu semakin membuat luruh air mata Wonwoo.
"Ya, aku bersedia." Kalimat singkat tentang ketersediaan yang pernah Wonwoo ucap untuk kedua kali dalam hidupnya. Setelah yang pertama dahulu, ia jawab di depan saksi-saksi dan di hadapan Tuhan.
"Sudah siap berbincang dengan pria tua yang pelupa ini, sayang?" Wonwoo mengeratkan pelukan pada Mingyu-nya, terkekeh ringan sambil mengangguk.
"Aku siap dan akan selalu siap, meski aku mungkin akan mengulangi hal yang sama karena kamu yang pelupa." jawab Wonwoo.
Mereka memiliki rumah yang nyaman, di masing-masing hati mereka. Mereka tahu bahwa ketika anak perempuan manis yang cerdas dalam impian mereka itu telah dewasa, mereka tetap hanya memiliki satu sama lain. Janji yang terucap, mereka akan tetap bersama.
Sampai jadi debu, katanya.
~~~
Wonwoo dan Mingyu benar-benar menghabiskan akhir pekan mereka di Panti Wredha, tidak ada aroma dapur yang biasa Mingyu jumpai sehari-harinya, juga tidak ada tumpukan berkas yang harus Wonwoo periksa ulang sebelum ditanda tangani. Mereka hanya mengobrol. Lagi dan lagi. Tentang apa-apa saja yang ternyata belum mereka ketahui.
"Aku tidak pernah menyangka jika takdir Tuhan padaku sebaik ini, Gyu." ujar Wonwoo lirih sembari menyeruput teh bunga Chamomile kesukaannya.
"Kau tahu tidak, jika memang benar ada kehidupan selanjutnya, aku tetap ingin masuk ke dalam kehidupanmu. Namun dengan cara yang lebih lembut, mungkin seperti isak bayi yang membangunkan ibunya di dini hari yang sepi." Mingyu memang jarang sekali berkata-kata romantis, bahkan selama mereka menjalin hubungan, kata-kata romantis yang dilontarkan dari Mingyu bisa dihitung dengan jari.
"Di kehidupan manapun dan dengan cara apapun, aku akan selalu menerimamu, Gyu." Wonwoo hanya tersenyum simpul sambil menaikkan alisnya, bingung harus bagaimana mengapresiasi sikap romantis Mingyu kali ini.
Namun kali ini ia yang bertanya pada Mingyu,
"Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah, apakah kamu mau kembali lagi masuk ke dalam kehidupan seseorang yang sangat jauh dari kata sempurna, bahkan mungkin jauh dari kata baik?""Hmm ... Kita tidak tahu, mungkin di fase kehidupan selanjutnya keadaan berbalik. Aku yang dipenuhi keterbatasan." jawab Mingyu asal.
"Gyu, kau tahu 'kan ada ungkapan bahwa, seseorang terlihat begitu terang bagi seseorang yang lain? Dan menurutku, itu kau. Kau akan selalu menjadi terang." Wonwoo mengucapkannya dengan sungguh dan hati yang penuh sambil menggenggam tangan Mingyu.
Pria tinggi di sebelahnya mengangguk.
"Terima kasih, Wonwoo. Aku akan terang dan menerangi sekitarku. Tapi aku tetap tahu di mana aku akan pulang dan padam."
"Di mana?" tanya Wonwoo antusias.
"Di tangkup tanganmu."
Wonwoo tersipu dan lagi-lagi air mata menggenang di ujung matanya yang lancip.
"Di tangkup tanganmu, itu adalah sebuah metafora atas dirimu yang luas dalam menerimaku." Mingyu melanjutkan dan Wonwoo tiba-tiba saja menubrukkan dirinya dan memeluk Mingyu erat.
"Sudah cukup, hatiku ingin meledakkan bunga-bunga rasanya." ujar Wonwoo dengan suara yang teredam pada dada Mingyu.
"Hahaha, iya sudah kok sudah. Aku berhenti bicara. Lagipula aku bergidik sendiri mendengar kalimat puitis yang aku ucapkan tadi." Dan sebuah elusan lembut mendarat pada rambut hitam Wonwoo.
"Jadi yang tadi tidak sungguhan?!" Wonwoo mengangkat wajahnya dari pelukan Mingyu.
"Eh, sungguhan kok darl." Wajah pias dan panik Mingyu menjadi hiburan tersendiri bagi Wonwoo yang kini sedang berpura-pura merajuk, padahal Wonwoo tahu, Mingyu akan selalu mencintai dirinya dengan cara-cara yang tidak biasa.
~~~
P.S
Ah seneng banget bisa update lagi hehehe.
Seperti biasa dialog-dialog di atas autentik milik Aunty-Uncle. Lol.Selamat membuka kotak Pandora 💕🍃
Selamat menikmati romansa yang tidak biasa!Ah iya, ini percakapan real-nya
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet [Meanie]
FanficBittersweet moment kehidupan pernikahan Jeon Wonwoo dan Kim Mingyu, apa jadinya?