Salon Rovagant, objek yang pernah menjadi sumber penghasilan terbesar Jihyo pada masanya. Ladang rezeki utama sejak Jihyo lulus kuliah sampai setahun berikutnya, bahkan gadis bermata bulat khas wanita India itu sempat merekrut lima karyawati karena saking membludaknya pengunjung yang jelas sangat sulit untuk dikelola seorang diri.
Namun entah terpaan pelet dari mana, perlahan-lahan penghasilan Jihyo merosot drastis. Salon sepi pengunjung dan satu persatu karyawatinya dipecat akibat kehabisan dana. Jangankan memberi gaji, mencukupi kebutuhan sehari-hari saja Jihyo terpaksa mencomot hasil menabung dari sisa-sisa untung saat jasa salon kecantikannya masih laku keras.
Jujur, sampai saat ini, alasan sepinya salon tidak diketahui jelas. Mungkinkah karena salon baru seberang jalan yang fasilitasnya lebih menjanjikan sehingga pelanggan memilih bertandang di sana atau memang karena orang-orang sudah malas ke salon mengingat alat-alat kecantikan kini telah tersedia banyak di online shop. Atau justru nahasnya, mereka memang sudah keki dengan service Jihyo yang stuck di situ-situ mulu.
Akhirnya ya tertebak, seuplik lahan itu kini tampak mengenaskan, barang-barang seputar kecantikan hanya jadi pajangan yang dicumbui debu-debu halus.
Dan debu-debu itu dengan tidak tahu malunya menganggu indera penciuman seorang pria berwajah khas Asia Tenggara yang kini sedang duduk menggeliat di samping Jihyo. Mungkin suara bersin akan terdengar beberapa detik lagi.
"Huaaachhingg!"
Tuh, kan, benar apa firasat Jihyo.
"Maaf, apa Anda kurang cocok dengan tempat ini? Apa perlu kita pindah ke tempat lain?" tanya Jihyo berintonasi hati-hati.
Pria berbulu mata lentik dengan setelan kaos oblong putih dan celana training biru tua itu melayangkan lima jari ke depan dada. "Tidak perlu, di sini saja."
"Ah, baiklah."
Di hadapan satu-satunya pria dalam ruangan itu, Nayeon tampak intens meneliti penampilan serta gerak-gerik orang yang menjadi klien baru mereka. Ya, pria berwajah Asia Tenggara itu merupakan klien yang mempercayakan kasusnya pada detektif Aurovagant. Di samping Nayeon, Dahyun duduk sembari mengotak-atik laptop. Lalu, ada Jeongyeon yang dihimpit Dahyun dan Jihyo, hanya saja mereka berada di sisi yang berbeda. Jika Nayeon dan Dahyun menghadap timur, klien dan Jihyo menghadap barat, maka Jeongyeon sendirian menghadap utara. Mereka dipisahkan meja berukuran persegi dengan bahan dasar kayu ringan.
"Ekhem, sebelumnya ... boleh obrolan kali ini saya pakai bahasa non formal saja?" Pertanyaan Nayeon mendapat anggukan tanda disetujui. "Oke, karena gue dan lo seumuran, boleh gue panggil Seungcheol aja?"
"Up to you," balas Seungcheol mengedikkan bahu. "Tapi panggilan itu kedengeran lebih pantes dibanding berbincang formal."
Kepala Nayeon bergerak naik turun. Dia mengusik berlembar-lembar kertas yang sama diberikan Jeongyeon tadi pagi, yakni berisi detail kasus. Membacanya sekilas, kemudian tatapan Nayeon kembali menubruk sepasang iris mata cokelat tua milik Seungcheol. "Tolong jelasin ulang rincian kejadian dan siapa-siapa aja yang ngekos di tempat lo."
Sesaat, Seungcheol tampak berpikir. "Seminggu yang lalu, waktu gue baru balik ngantor, koper item yang biasa gue taruh di lemari tiba-tiba ngilang. Gue nggak nyadar sih, kapan bener-bener ilangnya. Tapi seinget gue, tiga hari sebelum kejadian, kopernya masih ada. Anehnya, pas gue kumpulin semua anak kosan dan geledah kamar mereka satu-satu, kopernya tetep nggak ada. Dan mereka emang ngakunya nggak ngambil. Aneh kan?"
"Kosan itu punya siapa?" Dahyun angkat suara tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop. Suara tik-tik-tik hasil tubrukan antara jemari Dahyun dan keyboard melayang mengisi suasana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aurovagant | twice ✔
Fanfiction"Perkaranya nggak semudah yang lo pikirin, ini kasus gila." - Nayeon "Dari sekian banyak tersangka, kenapa harus Yoon Jeonghan?" - Jeongyeon "Gue bingung harus percaya siapa." - Momo "Dari awal cuma buang-buang waktu." - Sana "Maksud lo, kita diperm...