"Kamu jadi mau ambil jurusan hukum atau bisnis?"
Pertanyaan yang dilayangkan cowok berseragam putih abu-abu dengan rambut gondrong itu dibiarkan menggantung oleh lawan bicaranya. Akibat tidak adanya atensi, cowok itu kemudian mengeluarkan ponsel dari saku kemeja. Selama beberapa detik terus menggulir layar dan pada saat menemukan halaman yang tepat, cowok itu melanjutkan perkataannya. "Kalau kamu memang pingin banget ke Universitas Vaga, saranku mending ambil bisnis aja. Soalnya pas aku cek, jurusan itu menyediakan beasiswa penuh. Sedangkan hukum nggak ada. Lumayan loh, jurusan bisnis di univ itu juga bagus."
Gadis di samping cowok itu masih termangu. Hanya diam dan melamun. Tatapannya tertuju pada aliran air danau buatan yang berada tepat di depan gazebo tempat mereka bercengkerama.
"Nayeon, kamu denger aku nggak sih?" Si cowok akhirnya menoel lengan gadis bernama Nayeon itu.
"H-hah? Kenapa? Kamu barusan bilang apa?" gagap Nayeon dengan mata sedikit melebar.
Seungcheol menghela napas pendek. "Ngelamun mulu, mikirin apa sih?"
Nayeon memalingkan muka, akan tetapi Seungcheol masih dapat melihat wajah gadis itu. Ekspresi Nayeon tampak murung. Sebenarnya ini bukan kali pertama Seungcheol merasa ada yang aneh dari sikap kekasihnya itu. Akhir-akhir ini memang Nayeon banyak melamun, suka murung, sering menyendiri, dan diajak ngobrol selalu tidak fokus. Seungcheol belum berani menanyakan mengapa gadisnya bertingkah aneh belakangan ini, tetapi prediksinya Nayeon begitu karena ada kaitannya dengan perkuliahan.
Mereka sudah menginjak kelas dua belas awal. Sedang sibuk-sibuknya memikirkan mau ngapain aja setelah bangku SMA selesai. Haruskah lanjut kuliah, langsung bekerja, atau barangkali menikah. Jika melanjutkan kuliah, siswa dipusingkan dengan syarat serta ketentuan yang harus mereka pelajari dan tempuh agar bisa lolos universitas impian. Kalau tidak dipersiapkan sedari awal, ditakutkan akan kalang kabut nantinya. Terlebih bila melewati jalur tes, tentu persiapannya akan jauh lebih banyak lagi.
Seungcheol sangat memahami sifat Nayeon. Kekasihnya itu super ambisius. Tidak ada sejarahnya Nayeon sudi berhenti belajar. Gadis itu gila belajar dan kuliah merupakan salah satu tujuan terbesarnya dalam hidup. Nayeon memang tidak pernah cerita tapi Seungcheol tahu. Mereka sudah bersama sejak kelas sepuluh. Bukan waktu yang singkat bagi sebuah hubungan atau untuk sekadar memahami satu sama lain.
Seungcheol menyentuh pundak Nayeon lembut. "Nay .... "
"Ihh, Cheol, lihat deh angsanya ciuman lucu banget!"
Nayeon berusaha menyembunyikan perasaan rapuhnya saat ini dengan melayangkan ekspresi ceria yang dapat Seungcheol deteksi sebagai penyamaran saja. Gadisnya ini memang hobi berulah dengan menyembunyikan sedih agar tidak 'merepotkan' orang lain. Nayeon menganggapnya sebagai 'merepotkan', tapi Seungcheol justru menganggapnya sebagai bagian kosong yang harus cowok itu isi. Nayeon terlampau mandiri, padahal mengadu bukan masalah besar kan? Lagipula dada Seungcheol dihadirkan memang untuk menjadi tempatnya menyandar.
"Masalah uang ya, Nay?"
Perkiraan Seungcheol rupanya tepat sasaran sesaat setelah rona ceria yang pura-pura tadi terkuras dari wajah Nayeon. Seungcheol mengambil telapak tangan Nayeon untuk diusap dan diremasnya perlahan.
"Kamu masih mau ngejar jurusan hukum?"
Nayeon akhirnya mengangguk setelah beberapa waktu. Kepalanya lalu tertunduk dalam-dalam. "Iya."
"Gimana kalo kamu cari universitas lain yang ada beasiswa penuh buat jurusan hukum? Nggak harus Universitas Vaga kok, Nay," kata Seungcheol bermaksud memberi saran, tapi tampaknya Nayeon menolak garis keras.
"Nggak, aku tetep mau ngejar jurusan dan universitas impian aku."
Seungcheol membasahi bibir. "Tapi, Nay, kamu tau sendiri bakal seberapa besar perjuangan dan pengorbanan kamu buat ngejar ambisimu itu. Realistis dong, Nay."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aurovagant | twice ✔
Fanfiction"Perkaranya nggak semudah yang lo pikirin, ini kasus gila." - Nayeon "Dari sekian banyak tersangka, kenapa harus Yoon Jeonghan?" - Jeongyeon "Gue bingung harus percaya siapa." - Momo "Dari awal cuma buang-buang waktu." - Sana "Maksud lo, kita diperm...