keping 4 • target terkunci

245 31 0
                                    

Kalau dibilang melelahkan, ya tentu. Kalau diujar pening kepalang, bukan hanya itu. Bergelut dengan laptop sampai minus mata meningkat. Mengejar data-data besar ditemani kepercayaan diri dan segelas kopi dari pagi sampai paginya lagi. Kadang kala Dahyun suka lupa bahwa mimpi utamanya berada di atas panggung megah, menyaksikan ribuan pasang mata hanya tertuju padanya. Menemaninya bernyanyi, serta memanggil namanya berulang kali. Bukan justru terperangkap kasus-kasus kriminal yang menyita waktu seperti sekarang ini.

Dahyun menghembuskan napas kasar, entah sudah kali ke berapa. Jarinya sibuk menekan-nekan pelipis, lalu tengkuk secara bergantian. Gambar bocah bule sedang tersenyum menampilkan sederet gigi berlapis kawat yang terkesan agak memaksa terpampang di layar laptop. Dahyun kembali menggulir cursor, mengeklik, dan memeriksa apa saja yang telah dia dapat dari hasil meretas akun sosial media Chwe Hansol saat usia sekolah.






























































"Alay, seperti ABG kebanyakan," cetus Dahyun entah pada siapa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Alay, seperti ABG kebanyakan," cetus Dahyun entah pada siapa.

Terus menggeser laman, sambil sekilas membaca caption-caption dan foto selfi Hansol yang jumlahnya tidak begitu banyak. Sesekali memperbaiki posisi kacamata yang melorot, Dahyun lanjut bekerja sampai larut malam dengan raut muka super serius. Jika dilihat dari angle yang tepat, gadis berkulit seputih salju itu akan tampak seperti penggiat sastra yang siap mendekap tulisan-tulisannya dengan penuh kasih.

Lima jam berselang, akhirnya kedua sisi bibir Dahyun sukses terangkat sebagai penutup hari.

Dia mendapat fakta menarik tentang Hansol, dan itu bisa menjadi tembakan jitu apabila tepat sasaran.

🧭🧭🧭

"Di mana gue bisa ketemu Chwe Hansol?"

Dahyun berlagak classy dengan kaos garis-garis hitam putih, rok hitam selutut, jaket jins biru pas body, dan sneaker putih andalan yang masih tetap bersih meski tidak pernah dicuci. Rambut dicepol tinggi melengkapi paket outfit cemerlang. Mungkin itu yang menjadi alasan mengapa lawan bicara Dahyun kini menatapnya dari atas sampai bawah dengan tatapan penuh heran.

"Ekhem, di mana ya gue bisa ketemu Chwe Hansol?" ulang Dahyun sedikit lebih keras.

Pria bertubuh tinggi besar dengan kepala botak di hadapannya sontak mengerjap. "Di sini nggak ada yang namanya Chwe Hansol."

Dahyun mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Ramai. Berisik. Banyak sekali orang yang berbicara dalam satu waktu. Papan-papan billiard disusun penuh dengan sedikit rongga. Dalam rongga-rongga itu, baik pria maupun wanita berbaur mendorong bola putih menggunakan tongkat. Bahkan setelah Dahyun telisik sedalam itu pun, sosok Hansol benar-benar tidak ada di antara mereka.

Ah, tapi Dahyun teringat sesuatu. "Maksud gue, V-Vernon. Di mana gue bisa ketemu dia?"

Si botak menjentikkan jari. "Oh, Vernon, bilang dong dari tadi! Dia belum datang, mungkin bentar lagi. Lo pasti mau taruhan kartu ya? Waduh euy, bocil-bocil zaman sekarang suka banget nyari duit instan. Mana cewek lagi."

Gantian Dahyun yang melongo. Apa dirinya terlihat sangat belia? Dan apa tadi? Taruhan kartu? Cih, nyari duit instan sekata-kata. Seumur hidup, mana pernah Dahyun mencoba hal haram itu. Boro-boro mencoba, memikirkannya saja takut dosa.

"Nah, itu orangnya. Non, sini, ada yang mau nantangin lo nih."

Dahyun menoleh dan melihat Hansol benar-benar ada di pintu masuk. Pria muda berjaket kulit hitam itu menuju ke sini. Celakanya, pencahayaan temaram justru membuat Dahyun melongo saking terpananya. Alias ... Hansol jauh lebih tampan dibanding foto yang di-print Jeongyeon. Melangkah bak model dengan menenggelamkan kedua telapak tangan di dalam saku. Petjah! Dahyun seperti melihat seorang pangeran dari negeri dongeng.

"Kenapa?"

Terkutuklah, kenapa Dahyun harus grogi setelah mendengar suara serak Hansol? Tapi itu sangat ... seksi. Argh, tidak. Dahyun menepuk pipinya sendiri, kemudian berdiri tegak dan memasang tampang biasa saja. Dia harus ingat tujuan awal. Di samping Dahyun kini berdiri tersangka pencurian uang, bukan jilmaan pangeran baik hati yang muncul dari dunia fiksi.

"Nih, ada yang mau nantangin lo main kartu," kata si botak.

Hansol langsung menghunus tatapan esnya tepat ke manik mata Dahyun. "Mau taruhan berapa?"

Aduh, gara-gara si botak, Hansol beneran ngira gue mau ajak dia taruhan.

Dahyun berdeham. Apa dia terima saja tantangan Hansol, lagipula Dahyun cukup jago bermain berbagai jenis permainan kartu. Namun, taruhan kan dosa?

"Dua juta? Lima juta? Sepuluh juta?" tanya Hansol datar. "Kurang dari dua juta gue tolak."

"Gimana kalau gue ubah?" Senyum licik Dahyun mencuat, tiba-tiba saja terbesit ide gila. "Lo menang, lima juta. Gue menang, lo turutin semua keinginan gue."

Hansol membuang napas sambil tersenyum temeh. Tampaknya dia menyukai aturan main Dahyun. "Baru kali ini ada yang berani nawar selain uang, kayak lo pede aja bisa ngalahin gue."

"Mau nggak? Kalau nggak mau ya-"

"Oke, deal!"

🧭🧭🧭

Hansol terpaksa menerima titel kekalahan pertamanya dari gadis mungil yang ambisius. Dahyun dibanjiri tepuk tangan karena permainan berjalan sengit, tapi kemenangan berhasil dia sabet. Ternyata menghadapi pemain kelas atas seperti Hansol cukup mudah. Pria itu kurang sabar dan gegabah jika tertinggal satu langkah dari lawan. Berkat itu, Dahyun sukses mengambil kesempatan dan membantai Hansol sampai wajahnya tertekuk masam.

"So, lo mau apa?" tanya Hansol langsung detik itu juga. Mengundang perhatian banyak orang yang mulai penasaran dengan adegan apa selanjutnya. Mendengar berita kekalahan Hansol setelah lebih dari seratus kali kemenangan beruntun tentu akan menjadi buah bibir yang hangat seantero pengunjung. Ditambah lagi kekalahannya diakibatkan oleh gadis tak dikenal dengan penampilan super cemerlang yang dari tampangnya sangat mudah ditaklukkan.

Dahyun berlagak berpikir sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di dagu. "Gue maunya simpel aja."

Keduanya masih dalam posisi duduk. Meja bundar berukuran sedang yang di atasnya bergelimangan kartu menjadi pemisah. Hansol melipat kedua lengannya di depan dada, satu alis diangkat tinggi, dan sedikit berdecih. "Apa, cepetan. Jangan buang-buang waktu."

























































































"Lo jadi pacar gue."

Target terkunci.

Aurovagant | twice ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang