H.0

16K 1.2K 52
                                    


Ransel yang tadinya tersampir pada bahu kanan itu dijatuhkan secara sengaja sembari ia bersandar pada dinginnya logam yang bergerak naik ke atas. Sesekali tangan pemuda itu merapikan seragam sekolah yang nampak kekecilan pada tubuhnya. Manik cokelat yang sudah mengantuk itu memperhatikan nomor lantai pada layar.

Dilihatnya jam di pergelangan tangan, jarum pendek itu menunjuk tepat pukul sebelas. Terlalu malam untuk ukuran pulang sekolah, tentu saja dikarenakan beberapa tugas apalagi mengerjakan dalam kelompok.

Bunyi ting di sana membuat sosok tersebut menunduk untuk mengambil ransel, dengan langkah gontai berjalan menyusuri lorong penthouse milik sang ayah. Kebetulan, lokasinya dekat dari sekolah padahal ditambah sepuluh menit juga sudah sampai rumah.

Jemarinya memainkan kartu sebagai kunci kamar. Baru saja ia ingin masuk, alarm kebakaran berbunyi nyaring. Para penghuni penthouse di sana berlari keluar diikuti teriakan kepanikan.

"Tuan Muda Choi , ayo segera keluar. Ada kebakaran di lantai 15," begitu kata salah satu penjaga di sana.

Baru satu langkah yang ia ambil, indera pendengarnya menangkap sebuah suara yang terselip di antara alarm kebakaran tersebut. Tubuhnya berbalik dan tak menemukan siapapun, tetapi kaki pemuda itu melangkah untuk menyusuri dari mana bunyi tembakan itu berasal.

Alarm ini hanya pengalihan saja.

Ia berjalan menuju ke balkon dan tidak ada siapapun di sana. Anak itu mengendap-endap sembari menyampirkan ransel pada kedua bahunya. Penthouse ini hanya memiliki 20 lantai, di sana ada salah ruangan yang menonjol sebagai tempat khusus bagi siapapun yang akan menyewa untuk melihat pemandangan kota Seoul.

"Siapa mereka?" lirihnya di balik pohon-pohon hiasan.

Di balkon mewah itu, ada sekelompok laki-laki dengan setelan jas hitam. Sekumpulan orang-orang seperti mereka tidak asing bagi Si Tuan Muda, ada cukup banyak juga di rumah bak robot yang hanya patuh pada sang penciptanya.

Manik pemuda itu membulat kala melihat sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan oleh siapapun. Tubuh yang penuh darah itu dilempar ke luar jendela sedangkan pria lainnya tengah sibuk membersihkan cairan merah yang mengotori lantai putih bersih di sana.

Tubuh anak itu terlonjak kala mendengar ponselnya berbunyi, gerakan cepat diambil untuk segera kabur dari sana. Kakinya tak sengaja menyenggol pot bunga dan dengan kesempatan itu ia melempar benda yang terbuat dari tanah liat pada mereka si para pembunuh.

Larinya tergopoh-gopoh dengan lampu yang tiba-tiba telah mati. Dilihatlah nama pemanggil, Sayangku Noona.

"H-halo?"

"Jaeminie, di mana kau?! Noona dengar penthouse tengah terbakar!" lalu ada jeda sebentar pada pertanyaan di sana, "Hei, apa yang sedang kau lakukan? Kenapa suara napasmu seperti itu?"

Pemuda itu tersengal menyusuri lorong-lorong, sesekali ia menoleh dan menemukan sekitar lima orang telah mengejarnya.

"Olah-olahraga, Noona! Besok Jaemin a-ada praktek lari."

"Oh iya?"

Ada rasa nyeri pada kakinya yang terus berlari seperti ini, apalagi sambil menjawab pertanyaan sang kakak perempuan tersayang.

Sontak saja ponselnya terjatuh karena keterkejutannya, saluran air yang memang akan otomatis bekerja saat alarm kebakaran menyala. Tubuhnya ditarik secara tiba-tiba ke dalam kamar, tetesan air sudah hampir membasahi tubuh dengan mulutnya yang dibungkam oleh seseorang.

Dadanya naik turun kemudian berhasil menahan napas ketika mendengar segala umpatan dari luar ruangan, setelahnya langkah sepatu bersahutan perlahan menjauh dari sana. Tubuh Jaemin melorot ke bawah sembari melepas ransel dan menyilakan surai basah itu, ia memperhatikan sosok yang bisa dikatakan telah menyelamatkan nyawanya.

Namun, ada yang aneh bagi Jaemin. Tidak sembarang orang bisa masuk ke unit lantai 20 milik keluarganya.

"Sejak kapan kau mengikutiku?"

Pemuda yang memakai setelan training olahraga bersimpuh di hadapan Jaemin, pembawaannya yang tenang dan senyum tipis ditorehkan. Seakan kejadian tadi bukanlah perkara besar.


"Aku? Bukankah kau yang mengikutiku sejak awal, Choi Jaemin?"





-
Terima kasih untuk najaemcute dan beauxxbatons mau dengerin ocehan saya tentang konsep cerita ini, lope lope ijo 💚 🙏🏽

Action abal-abal versi piyelur.

Haravale✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang