H.12

3.3K 623 31
                                    



Sorry for typo(s)





Decakan kagum keluar dari bibir mungil Jaemin, netra cokelat dengan bulu yang lentik mengerjap bahagia. Jemarinya menyentuh tipis pada tanaman maupun bunga yang tertata rapi di depan rumah, di belakang pemuda Choi ada Renjun yang tertawa melihat tingkah teman satu kelasnya bagaikan anak kecil.



"Sudah kubilang rumahku itu tidak sebesar milikmu."



Alis Jaemin bertaut kemudian menggelengkan kepala, "Aku sangat menyukainya! Tidak perlu repot-repot membuka pintu utama yang besar, naik tangga yang tinggi, bahkan aku bisa menggunakan kaos kaki saja di dalam rumah," ujarnya cerewet sembari menggerakkan kedua kaki di lantai yang dingin.




Sepulang sekolah tadi, tidak ada undangan, Jaemin menawarkan diri untuk mampir ke kediaman pemuda Huang. Sehingga, masih dengan seragam yang lengkap Renjun ikut ke dalam mobil keluarga Choi.



"Tolong minuman dingin dong!"




Ah, iya ... Selain Jaemin, saudaranya yaitu Donghyuck juga ikut. Renjun baru pertama kali dengan jarak yang begitu dekat melihat sikap dua saudara kembar tersebut. Kadang-kadang, ia dengan Jaemin mendengkus sebagai respon tingkah si sulung kembar Choi. Belum lagi tadi ada kejadian Jeno yang menyambar ingin ikut.




Pemuda Huang itu tidak paham mengapa tiga anak dari keluarga besar di Korea terlibat dalam permusuhan tidak masuk akal ini.



"Hyuckie! Tidak sopan!" omel Jaemin sembari memukul lutut saudaranya yang sudah berbaring di sofa panjang rumah tersebut. "Tamu memang harus dilayani, tetapi mereka juga harus punya sopan santun!"



Tidak ingin memperpanjang ocehan mereka, Renjun beranjak dari sana menuju ke dapur. Dua gelas disajikan, ia menuangkan air putih dingin kemudian. Tanpa mengulur waktu, pemuda Huang tersebut kembali keluar dan meletakkan minuman ke atas meja.



Ada dua reaksi yang diperlihatkan, Jaemin dengan senang hati mengucap terima kasih sembari meneguk air putih yang dingin. Lain halnya dengan Donghyuck, tangannya terulur seakan menghakimi Renjun di sana.



"Yang berwarna!" serunya.


"Campur saja dengan tanah dan pupuk, kau akan subur!" sentak Renjun.



Gurauan tersebut membuat Jaemin terbahak, memang Renjun kalau dibuat kesal akan selalu meledak seperti itu. Jeno saja sudah pernah mendapatkan kalimat pedas.



Sebenarnya, tidak ada yang menarik di rumah Renjun. Namun, rutinitas sekolah dan langsung pulang membuat Jaemin bosan apalagi Donghyuck juga sering kali meninggalkannya ke sirkuit maupun game komputer. Dan untuk pertama kalinya, si bungsu Choi bermain ke rumah teman sekolah.



"Sebentar ya, aku ganti baju dulu," pamit si pemilik rumah setelah meletakkan ponsel di atas meja kemudian berlalu.



Sepeninggal Renjun, kedua anak dari keluarga Choi tersebut mengitari ruang tamu. Tidak terlalu banyak furniture di dalam rumah tersebut, foto keluarga juga melainkan beberapa lukisan yang sengaja difigura dengan indah. Entah itu binatang, pemandangan, ataupun tokoh kartun.



"Kim Doyoung?"




Tubuh Jaemin berbalik saat akan menyalakan televisi ketika menemukan remote di atas meja lemari yang menempel pada dinding.



Kening Donghyuck berkerut seraya mengangkat sebuah kartu nama dan menunjukkannya pada sang adik.



Kala kakinya terangkat ingin melangkah, sebuah notifikasi pesan pada ponsel Renjun muncul. Tidak berniat untuk mengintip, tetapi ia melihat dua pesan dari nomor yang sama di sana.



Haravale✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang