Sorry for typo(s)
Hari ini Jeno tidak diantar oleh sang kakak seperti biasa. Sejak kejadian gala dinner bersama presiden, Mark terlihat jauh lebih sibuk sampai ia menuntut untuk membagi informasi-informasi yang didapat. Namun, nyatanya sekarang anak itu pusing sendiri. Terlalu banyak kemungkinan-kemungkinan yang bisa menjadi plot twist.
Mark sudah mengatakan bahwa ia tidak harus ikut campur dalam mencari bukti. Apalagi mereka juga menghadapi putra dari Presiden sendiri yang posisinya sekarang menjadi orang kepercayaan Jaemin. Berbicara tentang misi tersebut, Jeno mendapat tugas dari sang kakak yang terdengar mudah tetapi sulit untuk dilakukan.
Ponsel Jaemin.
Kesempatan apapun, Jeno harus mendapatkan benda pipih tersebut.
Sembari memikirkan hal itu, si bungsu Lee melamun ketika berjalan di lorong sekolah. Kedua tangannya membawa dua kotak bekal, yang satu adalah milik sang kakak di mana si sulungnya lupa mengambil saat ada kelas pagi tadi kemudian ibunya menyarankan untuk dibawa saja ke sekolah. Netra anak itu mengerjap kala melihat sosok Renjun yang berdiri di lokernya sendiri.
"Njun!" panggilnya lalu berlari.
Semenjak Jaemin absen karena sakit, Jeno merasa sendiri di kelas. Awalnya pun, ia ragu untuk mendekati Renjun yang selalu saja membaca buku dan menghabiskan waktu istirahat di perpustakaan. Namun, setelah pemuda Lee bergabung dengannya untuk mengerjakan tugas atau belajar ternyata menyenangkan.
Yang dipanggil menoleh kemudian mengembangkan senyuman seraya tangannya melambai ramah. Si mata bulan sabit itu tertawa renyah ketika sudah sampai di hadapan teman sekelasnya tersebut, tak lupa ia menyodorkan bekalnya.
"Mark Hyung tadi lupa mengambil, lalu Ibu bilang aku boleh membawanya ke sekolah. Hari ini tidak usah ke perpustakaan ya?"
Kedua alis Renjun terangkat, ia memandangi kotal bekal berwarna hitam dengan pinggiran hijau tosca. Anak itu menyunggingkan senyum. "Sungguh?" tanyanya.
Yang lebih muda mengangguk pelan, keduanya jalan berdampingan. Sesekali bertanya tentang tugas dan acara belajar bersama karena ternyata mereka memang saling membutuhkan dalam salah satu materi yang tidak bisa.
"INJUUUN! JENO!"
Sontak keduanya menoleh ke belakang, terpisah dua bilik ruangan ada Jaemin yang melambai heboh dengan tangan sehat sedangkan di sampingnya ada Donghyuck yang memasang wajah datar seraya membawa tas si bungsu Choi tersebut.
Ketika Jaemin akan mengambil langkah lebar, tangan Donghyuck segera menahan seragam adiknya apalagi dengan kedua alis bertaut seakan memberi peringatan. Anak itu terkekeh kemudian, berlagak berjalan begitu pelan di sana sampai membuat pemuda Choi lainnya tersenyum. Salah satu alis Jeno terangkat juga menoleh pada Renjun yang bergumam, "Dasar!" dengan nada gemas.
'Saudara kembarku memang menggemaskan!' batin Jeno mendengkus, alisnya bertaut menatap Donghyuck.
Seharusnya, di sana adalah tempat Jeno. Berjalan berdampingan dengan saudara kembarnya.
"Sudah sembuh?" tanya Renjun sesaat setelah Jaemin sampai di hadapan mereka.
Anak itu tersenyum kemudian menganggukkan kepala, "Aku bosan sekali di rumah! Aku merindukan kalian!" ucap Jaemin dengan nada antusiasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Haravale✓
FanfictionChoi Jaemin adalah senjata bagi dua keluarga yang saling bermusuhan. ©piyelur, Mei 2021.