Sorry for typo(s)
Yang terdengar hanya suara detikan jarum jam, pensil yang beradu dengan kertas, dan fokus anak-anak sedang menulis jawaban ulangan pagi ini. Termasuk Jaemin, kolom nama dan kelas masih dibiarkan kosong. Maniknya membaca soal-soal tersebut kemudian menyilang salah satu abjad dari pilihan yang tersedia di sana.
Ada 20 soal, pemuda manis itu berhasil menjawab lebih dari setengahnya.
“Sepuluh menit lagi,” suara sang guru menggema sembari beliau berjalan di antara meja-meja anak muridnya.
Ketika sudah berhasil melewati meja Jaemin, sosok yang ada di depannya mencondongkan tubuh ke belakang dengan kursi. Ia berlagak menggeliat, tetapi menjatuhkan kertas jawaban yang masih kosong tanpa identitas.
Maniknya mengedar pada guru yang tidak menyadari tindakan ini, tetapi Jaemin merasa tatapan teman sekelas termasuk Renjun yang memutar bola matanya. Mereka diam dan membiarkan.
Lembar jawaban Jaemin diambil kemudian diberikan pada sosok di depannya.
Sudah biasa ia mengalami hal seperti ini.
Belum sempat ia menulis kembali, pintu kelas terbuka dengan keras. Jaemin mendongak dan melihat wajah Donghyuck yang merah karena amarah. Dengan langkah lebarnya, sang kembaran mendekat sembari melayangkan pukulan pada sosok yang duduk di depannya tadi.
Kegaduhan itu terjadi, anak-anak di sana berdiri dengan panik.
“Donghyuck!” bentak gurunya sembari mencoba menahan pukulan-pukulan yang diberikan dengan penuh emosi, “Apa-apaan kau ini!”
Lalu, Jaemin ikut mendekat dan menghentikan pukulan dengan mencoba berada di antara dua pemuda tersebut, maniknya melirik pada Jeno yang mendesis kesakitan — bibir pemuda itu sudah lebam berdarah.
Kedua tangan Jaemin mendekap tubuh Donghyuck kemudian menjauhkannya dari Jeno.
“Oh, kau tidak memiliki otak untuk mengerjakan ulangan itu? Sampai meminta Jaemin?!” sentaknya dengan kaki mencoba menendang tubuh pemuda Lee yang masih berada di lantai.
“Semuanya kembali ke tempat duduk masing-masing!” pria paruh baya berpawakan kecil bersuara seraya membantu Jeno berdiri.
Namun, pandangan Jaemin masih tertuju pada Donghyuck yang nampak kecewa pada dirinya.
“Jeno, Jaemin, dan Donghyuck ke ruang BK sekarang juga.”
***
Pada akhirnya, masing-masing pihak keluarga dipanggil ke sekolah. Namun, yang datang merupakan sulung dari mereka tanpa adanya orang tua.
Kepala Jaemin tertunduk ketika kakak tertua berdiri di hadapannya dengan tatapan kecewa sedangkan Donghyuck bersandar pada dinding seraya menyilangkan kedua tangan.
“Sudah berapa lama, Na?”
“Baru-baru saja, Noona," sedikit ia berbohong.
Koeun menghela napas, si sulung wanita yang sudah berada di bangku kuliah datang sebagai perwakilan. Kedua tangan menyilang di depan dada, “Kenapa tidak bilang Donghyuck?”
Di belakang, Donghyuck berdecak kesal, “Aku sudah bilang —
— kau diam!” bentak wanita itu pada sang adik, jarinya menunjuk pada wajah Donghyuck dengan kilatan amarah, “Sudah berapa kali kubilang untuk jangan menggunakan tindakan fisik apalagi di lingkungan sekolah!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Haravale✓
Hayran KurguChoi Jaemin adalah senjata bagi dua keluarga yang saling bermusuhan. ©piyelur, Mei 2021.