H.24

2.7K 506 60
                                    


Sorry for typo(s)





Sidang perdana itu digelar pukul satu siang, tetapi dari matahari belum terbit perut Jaemin benar-benar tidak nyaman dengan keringat dingin selalu muncul. Kue macaron yang dibawa oleh Younghoon pun tidak membuat perasaannya lebih baik. Manik anak itu selalu fokus pada jarum jam yang sekarang sudah menunjukkan pukul duabelas.


Untuk menjadi saksi sekaligus sebagai korban pada sidang pembunuhan, tentu tidak mudah bagi psikis anak-anak. Jaemin takut justru akan membuat jalan sidang menjadi kacau. Kemudian mendengar prinsip pencarian kebenaran materiil yang diyakini oleh sistem inquisitorial, di mana bukti berupa sidik jari bahkan DNA sekalipun tidak cukup untuk membuktikan kesalahan tersangka. Dan di sini peran si bungsu dari keluarga Choi sangat penting untuk membantu hakim atau jaksa menyusun kebenaran suatu perkara.



Jujur, Jaemin bahkan tidak tahu siapa yang menarik pelatuk untuk menembakkan peluru ke arahnya. Keadaan tubuhnya saat itu sangat buruk.


"Wajahmu tegang sekali, hei anak muda!"


Manik anak itu mengerjap kala wajah Hyunjae sudah berada di hadapannya. Deretan gigi putih terlihat karena senyuman lelaki tersebut. Di belakangnya sudah ada Juyeon yang duduk bersama dengan Younghoon di sofa.


"Aku takut."


Seketika tiga pasang mata menatapnya, Hyunjae yang pertama bereaksi dengan kekehan. Tangan lelaki itu merangkul bahu Jaemin dan memberi tepukan pelan. "Iya, tidak apa-apa. Wajar kalau kau takut, baru pertama kali, kan? Aku tidak bisa memberi saran yang banyak selain kau harus jujur dalam memberi kesaksian. Apapun yang kau lihat saat berada di tempat kejadian, ceritakan semua."


Ia tahu tentang satu hal tersebut.


"Memang cukup membuktikan bahwa Jaehyun Hyung tidak jahat?" tanyanya dengan lirih.

"Mmh..."


"Kan ada saksi spontan nanti."



Kali ini pusat perhatian mereka adalah Juyeon yang baru selesai melahap satu stick kentang goreng ke dalam mulut. Belum mengunyah, ia meringkuk pada sofa karena tatapan mereka. Tidak sadar juga bahwa apa yang diucapkannya merupakan rahasia dari sebuah pengadilan tertutup.



"Dulu saat ujian akademi, kau mendapat kisi-kisinya. Sekarang, kau menguping siapa lagi?" Younghoon dengan alis bertaut menyudutkan temannya tersebut, apalagi sampai menunjuk dengan jari. "Untung, untung kau mengatakannya di sini ya, Juyeon! Astaga!"


"Sudah kubilangkan, dia keren ketika tidak membuka mulutnya!" cerca Hyunjae seraya menepuk kening.



Namun, berbeda dengan mereka yang lebih tua. Jaemin masih belum paham jalannya sidang ini. Ia melayangkan tatapan ingin meminta keterangan. Dan di sana, Younghoon memberi kode pada Juyeon untuk menjelaskan tentang ucapannya tadi.



Lelaki itu menggaruk tengkuknya, ia meletakkan bungkus kentang goreng di atas meja kemudian menyeruput kopi sedikit. Juyeon menatap si bungsu Choi dengan senyuman tipis dan setelahnya berdiri. "Saksi spontan ini dihadirkan tanpa direncanakan lebih dahulu. Dalam arti ia tidak masuk ke dalam daftar saksi yang sudah terdaftar sejak awal. Kudengar dari pihak terdakwa alias Jung Jaehyun," jelasnya.


Kening Hyunjae berkerut, kedua tangannya terlipat di depan dada. "Berarti masuk dalam pembelaannya sendiri?"



Juyeon mengangguk. "Iya, kalau kata Jaemin, Jung Jaehyun bukan satu-satunya tersangka, otomatis dia bisa menjadi Saksi Mahkota."


Haravale✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang