H.13

3.4K 594 41
                                    


Sorry for typo(s)



Timbunan rahasia-rahasia dalam hidup orang pasti akan selalu ada, di antaranya yang berbau busuk pun akan mendapat giliran untuk terbongkar. Apalagi perihal sebuah keadilan, hidup, dan mati seseorang.

Usianya akan mencapai kepala empat, Jaehyun tidak pernah berpikir bahwa kehidupannya akan seperti ini. Rahasia satu ke rahasia lainnya, tidak mendapat kebebasan bahkan dalam keluarga sendiri, salah satu orang yang disayang telah pergi meninggalkan sebuah tanggung jawab yang harus diemban.


Ah, itu hanya menurutnya saja. Padahal bertahun-tahun lamanya dahulu, Jaehyun sudah diminta untuk hidup bahagia, menggapai cita-cita sebagai arsitektur atau apapun yang ingin dilakukannya selama terkurung dalam kubus yang disebut rumah.

Dari satu tujuan yang ingin dicapai, kini Jaehyun berhadapan dengan masalah yang baru. Dibicarakan oleh sahabatnya — Kim Doyoung secara tersirat.


Belum lagi tentang Tiffany, memang ia merasa bersalah pada beliau.

"Aku tidak menyangka kau bisa melakukan tindakan sampai sejauh ini."

Waktu itu, Jaehyun terkejut bukan main. Tindakannya berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan pada Mark. Pasalnya, melawan seorang wanita bukan merupakan sesuatu yang harus dibanggakan.

"Terima kasih sudah menjaganya selama ini."

"Kesalahan saya masih belum bisa ditebus hanya dengan cara seperti ini, masih ada kesalahan lain yang akan saya perbuat nantinya."

"Ada seorang wanita cantik yang mengatakan padaku bahwa kau bukan orang seperti itu. Semoga ada seseorang yang bisa menghentikanmu nantinya, ya?"

Ya, Jaehyun berharap ada titik terang yang mengatakan bahwa semua ini adalah mimpi.

Kempulan asap berhembus keluar dari belah bibirnya, punggung lebar itu bersandar pada pintu mobil. Manik tajamnya menatap segerombolan orang-orang berdasi di depan gedung pemerintahan. Meskipun banyak wartawan yang ada di sana, tetapi Jaehyun masih bisa melihat sosok yang dirindukannya.

Senyumnya terukir tipis ketika melihat coat dress berwarna biru laut sampai di bawah lutut, surai hitam digelung dengan elegannya. Meskipun wajah cantik itu terlihat ramah, Jaehyun tahu itu hanya sebuah topeng.

"Beliau sangat bahagia mendapat bingkisan darimu. Langsung dipakai saja hari ini dan terlihat begitu cantik."

Pandangan Jaehyun masih lurus, tak berniat menoleh pada seseorang yang menjadi perantara. Namun, ia juga tidak mengusirnya.

"Kapan kau akan memenuhi keinginan beliau untuk bertemu?"

Jawaban untuk pertanyaan tersebut hanyalah sebuah gelengan.

"Kalau hanya memandang beliau sebagai seorang istri yang patuh pada suami, kau akan melupakan fakta bahwa seorang ibu tengah merindukan putranya."

Sebuah sentuhan pada bahu dirasakan, kali ini Jaehyun mendongak pada pengawal pribadi sang ibu yang dahulu selalu dianggapnya sebagai seorang kakak laki-laki tanpa ikatan darah. Moon Taeil telah menjadi seseorang yang berjasa dalam hidup putra bungsu Presiden sejak masih muda.

"Apa yang membuatmu pergi seperti ini, hm? Sudah tidak ada yang memaksa kau untuk menjadi penerus Ayahmu, Yoon-oh."

Untuk pihak keluarganya, laki-laki Jung itu tidak pernah membicarakan rencana balas dendam yang dimilikinya selama ini. Mereka selalu mengira bahwa dirinya pergi karena muak dengan sikap otoriter sang ayah. Mungkin iya, maka dari itu Jaehyun memilih untuk sekolah di luar negeri saja. Namun, konsekuensi yang diterima justru hidup seseorang telah hilang selamanya.

Haravale✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang