H.8

4.2K 739 114
                                    


Sorry for typo(s)




Keadaan sakit seperti ini membuat Jaemin merasa bosan berada di rumah, bukan hanya tertinggal mata pelajaran tetapi juga tidak membuatnya bisa bertemu dengan teman-teman. Seperti ini saja membuatnya sedih, tak bersemangat juga untuk belajar. Bahkan, ia meminta Donghyuck untuk mengirimkan video maupun foto pemandangan sekolah.



Pesan dari Ibu juga selalu memenuhi notifikasi, mengingatkan untuk istirahat dan jangan terlalu banyak bergerak menggunakan tangannya. Kalau Ayah,  beliau menelepon setelah sampai di gedung dewan, pesannya sama seperti yang dikatakan oleh sang ibu. Apalagi Noona kesayangannya, kalau terus ditanggapi chat gadis itu sudah dipastikan tidak akan memperhatikan kelas kuliahnya.



Sudah dua film yang ia nikmati tadi, sedikit menguras energi karena membagi konsentrasi untuk membaca subtitle yang ada. Kepalanya menoleh dan mendapati botol minuman telah kosong. Anak itu menghela napas panjang, tidak bergerak sama sekali juga membuat tubuh Jaemin pegal. Sehingga pemuda manis itu beranjak dari ranjang kemudian keluar dari kamar.


Pelan-pelan Jaemin mengambil langkah di tangga dengan tanpa alas kaki. Keningnya berkerut mendengar sebuah pintu yang baru saja terbuka, ia memiringkan tubuhnya pada pegangan tangga yang berwarna hitam tersebut. Pintu ruang kerja sang ayah terbuka sedikit menarik perhatiannya. Sebuah bayangan terlihat membuat si bungsu Choi itu semakin mendekat kemudian tanpa berpikir panjang membuka pintu dengan lebar.


Kedua alisnya terangkat kaget. Jaehun Hyung?" Jaemin mendekap botol minumannya dengan manik mengerjap. "Kenapa masuk ke ruang kerja Ayah?"



Lelaki berlesung pipi itu sedikit berjengit, ada jeda untuk menjawab pertanyaan sang tuan muda, "Anda sudah bangun?" ia berbalik bertanya.



Oh, Jaemin saja telah berdiri di hadapannya. Pertanyaan retoris itu membuat si bungsu Choi tertawa kecil. "Ayah paling tidak suka seseorang masuk ke ruang kerjanya sembarangan," ujarnya kemudian.



Namun, bagi si bungsu Choi sosok Jaehyun bukanlah orang asing sehingga ia mengabaikan pikiran negatif yang menghampiri isi kepalanya tadi. Apalagi, lelaki itu menyunggingkan senyum yang sangat tipis, tetapi bisa membuat Jaemin membalasnya dengan ramah.



Anak itu berjalan mendekat dan melihat Jaehyun mengangkat sebuah bolpoin berwarna hitam dengan kedua ujung berwarna emas. Jaemin masih ingat benda kecil yang mahal hadiah dari sang kakak sulung untuk ayah. Salah satu barang yang tidak boleh dilupakan jika akan bepergian.



"Tuan Besar meminta saya mengambil bolpoin ini."


"Umur memang tidak berbohong," gurau si bungsu seraya menganggukkan kepala.



Setelahnya, Jaehyun pamit dari sana. Namun, tiba-tiba Jaemin mendapat sebuah ide yang mana membuat anak itu memanggil nama sang pengawal.


Kedua alis Jaehyun terangkat dengan elegan, menunggu perintah dari sang tuan muda. Jaemin mendekat, menyunggingkan senyum sebagai pembuka kalimat, "Besok aku main ke tempat Hyung, ya?"



Detik selanjutnya, alis lelaki Jung itu berkerut. Sebelum membalas, tangan Jaemin terangkat sembari menggelengkan kepala. Pertanda bahwa ia tidak menerima sebuah penolakan. Si bungsu Choi mengambil kesempatan Jaehyun yang bertugas menjaganya supaya ia bisa keluar dari rumah ini untuk sejenak.


Beberapa saat, ia menunggu jawaban.



"Tolong meminta izin dulu terhadap Tuan Besar, jika dibolehkan saya bisa membawa Tuan Muda keluar rumah supaya tidak jenuh."



Haravale✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang