H.15

3.3K 605 63
                                    

Sorry for typo(s)




"Baiklah, kita sepakat."


Kalimat yang dilontarkan Renjun kemarin membuat si bungsu Choi itu terjaga semalaman di kamar. Ah, berbicara tentang kejadian di penthouse, Johnny segera menyusulnya dan membawa Jaemin pulang ke rumah. Di halaman depan sudah ada Koeun dan Donghyuck yang menunggu. Gadis sulung di sana memastikan bahwa adiknya baik-baik saja.



Ponselnya rusak terbentur lantai dan kemasukan air, beruntung Renjun menemukannya kalau tidak sudah pasti ia sangat mudah menjadi incaran para pembunuh di penthouse tersebut.


"Sayang, ponselnya nanti siang ya," ucap sang ibu yang mengantar kedua putra kembarnya untuk pergi sekolah. Kebetulan, Koeun sudah berangkat lebih awal karena adanya kelas pagi.



Selain sang ibu, ada ayah yang masih memakai piyama karena tadi pukul tiga pagi beliau bergegas kembali pulang untuk melihat keadaan putranya.



Respons anak itu hanya tersenyum seraya menganggukkan kepala. Sebelum berangkat, kembali lagi para orang tua memberi nasehat pada kedua putranya di sana untuk lebih berhati-hati di mana pun mereka berada.


Musibah tidak akan memandang siapa, kapan, dan di mana.


Oh, Jaemin tidak menceritakan apapun tentang dirinya menjadi saksi pembunuhan di penthouse. Yang lebih heran lagi, tidak ada berita tersebut selain setting-an kebakaran kemarin. Justru mereka membuat berita konyol tentang anak kecil yang bermain tombol-tombol alarm.


"Jaemin?"

Maniknya mengerjap ketika merasakan goncangan pada bahu, anak itu menoleh dan mendapati Donghyuck yang menatapnya heran.



"Apa?"


"Dari tadi aku mengoceh kau tidak mendengarkanku?"


Si bungsu Choi meringis karena merasa tidak sopan atas apa yang dilakukannya tadi. Sudah setengah perjalanan ke sekolah dan Jaemin menikmatinya dengan cara melamun. Raut wajah Donghyuck berubah khawatir menatapnya.



"Aku hanya mengantuk," elaknya dengan diikuti berpura-pura menguap.


Dengan meregangkan otot, Donghyuck menepuk bahunya seraya memasang wajah sok — yang kebetulan memang — tampan pada sang adik. Jaemin tertawa kecil, tetapi tetap menyandarkan kepalanya di sana. Beberapa usapan mampir pada surai anak itu. Sebelum memejamkan mata, si bungsu Choi melirik pada Jaehyun yang menjadi supir mereka pagi ini.



Kurang lebih sepuluh menit perjalanan mereka tempuh, keadaan di luar sekolah masih seperti biasa. Namun, sebuah mobil mewah terparkir tak jauh dari gerbang.



Kala si kembar Choi akan memasuki arena sekolah, dua panggilan nama mereka diteriakkan oleh seseorang. Dengan kompak mereka menoleh dan mendapati sosok Jisung dari dalam mobil mewah berwarna hitam mengkilat seraya melambaikan tangan.


Masih ada waktu sebelum bel berbunyi, Jaemin dan Donghyuck berjalan menghampiri. Ternyata tidak hanya sang supir bersamanya melainkan sosok yang lebih tua dan dari struktur wajah juga ada kemiripin dengan Jisung. Dua pemuda Choi di sana memberi sapaan sopan.



"Donghyuck Hyung dan Jaeminie Hyung, nanti malam datang ya!" ucapnya seraya mengulurkan dua buah undangan ulang tahun bergambar penuh kartun.



"Wah! Terima kasih, Jisungie!" yang pertama Jaemin merespons ini, jemarinya memainkan pipi menggemaskan anak itu.



"Aku tidak tahu bahwa putraku ini begitu akrab dengan kalian." Sosok yang tadi hanya memperhatikan tersebut menimbrung seraya mengusak surai sang buah hati. "Putra kembarnya Choi Siwon?"



Haravale✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang