•••
Tak selamanya yang indah bertahan lama. Tak selamanya yang sudah terangkai pun berakhir dengan ending bahagia sesuai yang diharapkan.
Inilah hidup … berputar bak roda nasib. Di mana jalannya sesuai dengan garis tangan takdir yang sudah terangkai sebelum manusia itu lahir. Semua tentang catatannya … sama sekali tak diketahui oleh siapa pun, kecuali oleh Sang Pencipta Alam Semesta.
Lalu, bagaimana dengan Amaryllis? Seorang putri bungsu yang terlahir dari darah murni seorang Permaisuri Kerajaan Astrofengia. Seharusnya hidupnya diliputi oleh kebahagiaan. Namun, bagaimana jika tak pernah ada kata ‘bahagia’ yang hadir dalam hidupnya?
Ya, hidupnya tak pernah luput dari tangisan dukanya. Bahkan, takdir pun seakan bermusuhan dengannya. Seenak hati mempermainkan perasaan, hati, maupun hidupnya.
“Jika aku tahu hidupku berakhir tragis tanpa cinta yang tidak bisa kudapatkan, dari awal aku akan memilih untuk tidak dilahirkan sama sekali.” Amaryllis, gadis jelita itu berbicara dengan bibir yang bergetar. Wajah cantiknya yang biasa terlihat bersinar, kini terlihat begitu pucat.
Pria bertopeng perak dengan taburan kristal berwarna biru tua itu sama sekali tak menoleh. Ia masih setia menatap senja yang bertahta.
“Kau tahu Amaryllis? Tak ada yang namanya kebahagiaan dari seorang manusia yang dikutuk.” Pria itu akhirnya mau membuka suara setelah sekian lama terhanyut dalam kebisuan semata.
Amaryllis menunduk. Ia tahu ramalan itu. Bahkan, sejak kecil pun hidupnya selalu ditekankan seperti itu. Ia sama sekali tak dibolehkan untuk melantunkan harapan kecilnya barang sejenak.
‘Tak akan pernah datang suatu kebahagiaan bagi seorang manusia yang ‘terkutuk’. Semua perjalanan hidupnya hanya dipenuhi kesedihan yang mendalam. Bahagia dan kutukan … tak akan pernah menjadi satu.’
Amaryllis, gadis itu menghela napas panjang. Mengingat perkataan dari semua orang di sekelilingnya, cukup membuatnya muak. Ia berpikir, jika hidupnya tak akan pernah didatangi oleh kebahagiaan, lantas untuk apa ia terlahir ke dunia?
“Kau ditakdirkan untukku. Menjadi pasanganku, bukankah itu suatu kebahagiaan untukmu?” Lagi, pria itu membuka suaranya. Membuat Amaryllis tersenyum tipis.
“Bisakah aku berharap sejenak, Baltsaros?” tanya Amaryllis sembari menarik jubah milik pria yang akan menikahinya beberapa jam lagi itu.
Baltsaros, pria itu diam. Tak bergumam apalagi menoleh pada gadis yang akan dinikahinya.
“Jika memang begitu, bolehkah aku meminta untuk diberi umur panjang?”
Kali ini, Baltsaros menoleh. Menatap penuh tanya, tapi tetap dengan mimik wajah datarnya.
Amaryllis menatap penuh harap ke dalam netra kelam milik pria itu. “Aku ingin merasakan kebahagiaan bersamamu, meskipun terdengar mustahil. Setidaknya, aku ingin merasakan kebahagiaan saat hidup denganmu. Bisakah?”
Baltsaros langsung memeluk lembut tubuh mungil gadis di hadapannya. Menyalurkan rasa nyaman dan hangat demi mengusir rasa sedih yang selalu mampir di hati milik ‘takdirnya’.
Jika boleh jujur, memang saat ini Baltsaros sama sekali belum memiliki rasa apa pun. Hanya perasaan ingin melindungi sajalah yang baru hadir. Namun, ia percaya … seiring waktu berjalan pasti rasa ‘cinta’ itu akan hadir.
Amaryllis lantas membalas pelukan Baltsaros. Dengan kuat, ia menumpahkan segala isak tangisnya. Meratapi perjalanan hidup yang selama ini ia lalui sampai saat ini.
Bagaimana jika kalian berada di posisinya? Terlahir sebagai anak yang mendapatkan kutukan ‘kesialan’ dan tak pernah mendapatkan kasih sayang dari keluarganya sendiri? Bahkan, sejak kecil pun ia diasingkan hampir 10 tahun lamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent Felicity [On Going]
Fantasy•Fantasi Story• •Romance : rate 15+• •[Follow sebelum membaca!]• ••• Percayakah kalian dengan takdir? Bak sebuah tali yang tak terlihat, takdir ibaratkan benang merah yang saling berhubungan di setiap orangnya. Kadang ... sesuka hati membuat beberap...