•••
Sudah seminggu lebih gadis bersurai cokelat gelap itu tinggal di Istana Astrofengia. Sudah terhitung satu minggu juga ia dididik tentang tata krama dan segalanya mengenai seorang gadis bangsawan. Ah ... lebih tepatnya sebagai Putri Raja.
Apa ia senang? Jelas tidak. Terbukti dari semakin memburuknya raut wajah di balik topeng hitamnya itu. Bahkan, tiada hari tanpa menghela napas panjang. Mungkin, memang melelahkan jika dipikir-pikir berlatih seperti ini. Terlebih untuk seseorang yang anti sekali dengan hal begini.
Sang pelayan setia, hanya diam mengamati. Ia berusaha tetap tersenyum tipis sembari menyemangati Sang Putri dalam diam. Meskipun dalam hati ia merasa cemas, tapi sebisa mungkin dirinya menutupi kekhawatiran itu.
“Berlakulah sopan! Tidak sepantasnya kau menatap seorang Ratu seperti ini!” Lagi, suara bentakan itu kembali terdengar. Membuat atensi siapa pun yang berada di ruangan itu memperhatikan ke arah si empu.
Memalingkan wajah, gadis yang memakai gaun putih sederhana itu berdecak pelan. Ia benar-benar muak dengan adegan kerajaan seperti ini. Ayolah, kurang apa lagi penderitaan seorang Putri Amaryllis? Ralat—penderitaannya.
Kembali menatap ke arah Sang Ratu yang sebenarnya menjabat sebagai ‘pengganti’ Permaisuri Raja Damon, Amaryllis tersenyum tenang. Sebisa mungkin ia juga menunjukkan ekspresi tenangnya. Meskipun jujur, jemari tangannya tak kuat ingin mencakar habis pantulan wajah dengan dandanan yang berlebihan itu.
“Maaf, Ratu. Saya benar-benar tidak sengaja. Mungkin karena memang saya yang tidak melihat dengan baik jika kaki Ratu ‘sengaja’ menghalangi langkah saya,” ujar Amaryllis setenang mungkin. Tak lupa ia menunduk untuk menunjukkan ekspresi benar-benar bersalahnya. Ah, ya ... ia juga sengaja menekankan kata ‘sengaja’ demi menyindir secara halus sosok Ratu Eleanor Beryl de Astrofengia yang ada di hadapannya itu. Bodoh amat jika dihukum, ia tak peduli.
Sontak, wajah Ratu Eleanor memerah. Rasa kesalnya berganti ke amarah. Memang ia tadi sengaja melakukan hal itu untuk mengerjai Putri Amaryllis. Namun, siapa disangka jika sosok Putri Terkutuk yang terkenal pendiam bisa berbicara seperti ini?
Tak terima, Ratu Eleanor tersenyum sinis. “Oh, mulutmu juga tidak pernah diajarkan, ya? Sungguh memalukan seorang putri Raja berlaku seperti ini. Sama sekali tidak mencerminkan gadis bangsawan!”
‘Mulut situ juga kayak nggak di sekolahin, woi!’ Amaryllis memaki dalam hati.
Mengembuskan napas dalamnya, senyum lebar seketika terbit di wajah Amaryllis. Kali ini, netra hijau cerahnya beradu pandang dengan netra hitam kelam milik Sang Ratu.
“Maaf, Ratu. Saya memang tidak pernah diajarkan tentang tata krama. Saya rasa Ratu tahu alasannya. Jika mungkin usia telah menggerogoti pikiran Ratu, maka dengan senang hati akan saya jabarkan alasannya.” Amaryllis menunduk hormat.
Habis sudah kesabaran Sang Ratu. Dengan cepat, ia langsung melayangkan tamparan di pipi gadis itu. Namun, sayang. Niatnya harus gugur kala sebuah tangan mencekal tangannya.
“Maaf, saya juga tidak tahu jika seorang Ratu bisa bersikap seperti ini. Apa sebagai seorang bangsawan harus bersikap begini?” Amaryllis menjeda kalimatnya. Netranya kini menoleh ke seluruh penjuru ruangan latihan tata krama seorang bangsawan itu. Setelahnya, ia kembali menatap Sang Ratu dengan tatapan dingin.
Tersenyum sinis, langsung saja ia melempar tangan Sang Ratu cukup kencang. “Pantas saja seluruh pelayan bersikap seperti ini. Ah, bukankah perilaku seorang Ratu dengan seorang pelayan sama?” imbuhnya.
Semua yang ada di ruangan itu hanya diam, menunduk takut. Suara dingin penuh intimidasi yang dilayangkan oleh Sang Putri benar-benar mengerikan. Mereka juga terkejut jika rumor itu benar adanya. Di mana Putri Amaryllis tidaklah sama seperti dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent Felicity [On Going]
Fantasia•Fantasi Story• •Romance : rate 15+• •[Follow sebelum membaca!]• ••• Percayakah kalian dengan takdir? Bak sebuah tali yang tak terlihat, takdir ibaratkan benang merah yang saling berhubungan di setiap orangnya. Kadang ... sesuka hati membuat beberap...