•10 | First Day in Training•

263 60 0
                                    

•••

Kemarin, saat meminta izin kepada gadis pelayan itu untuk menetap sementara di pelatihan, sempat membuat sang gadis kecil cukup kerepotan. Berbagai layangan protes penuh kekhawatiran Deidamia lakukan demi mencegah tuannya pergi. Namun, tentunya sudah bisa dipastikan bukan siapa pemenang debat itu? Ya, Amaryllis.

Kini, gadis bergaun biru tua sederhana itu sudah berada di tempat pelatihan. Seharusnya, sih, ia menggunakan pakaian khusus latihan saat berada di tempat ini. Namun, karena menjadi murid yang paling muda, tak ada pakaian yang pas dengan ukuran tubuhnya. Makanya ia tak memakai pakaian khusus latihan.

Jujur, Amaryllis merasa bersyukur karena tidak memakai pakaian itu. Alasannya? Pakaian berwarna putih itu cukup tipis. Ia harus memakai pakain lagi di dalamnya. Sangat merepotkan. Pikirnya.

Bersenandung riang, langkah kecilnya menyusuri setiap tempat pelatihan ini. Tak lupa tebaran senyum ramahnya ia lakukan setiap menyapa beberapa orang yang ditemuinya. Membuat suasana di tempat itu yang biasanya suram dan mencekam, kali ini sedikit lebih santai dan menenangkan. Mungkin, tanpa sadar Amaryllis menebarkan suasana tersebut?

Langkahnya tiba-tiba terhenti saat netra hijau cerahnya menangkap sosok yang telah dicarinya sejak tadi. Merapikan rambut yang ia kuncir satu, dengan cepat dihampirinya sosok itu. Berperawakan jangkung, netra sebiru langit, serta rambut abu-abu cerah yang terlihat begitu berkilau saat sinar sang surya menerpanya … Sang Pangeran dari Kerajaan Heliac—Androcles.

‘Jodoh emang nggak ke mana.’ Amaryllis terkekeh sendiri.

Merasa akan ada ‘badai’ yang datang, Androcles menoleh ke arah sumber yang sejak tadi dirasa mengintainya. Ia berdecak tatkala ‘badai’ itu tak bisa dielak. Terutama saat sang pengawalnya yang malah menyapa ramah. Sungguh, mengapa dirinya merasa jika Lucian membantu gadis itu untuk mendekatinya?

“Hai, Andro!” sapa Amaryllis sembari melambaikan tangan kepada Androcles.

Androcles hanya mengangguk lalu kembali melanjutkan latihannya. Diserangnya kayu itu yang dibuat hampir menyerupai seorang manusia menggunakan pedang kayu. Dengan cekatan, Androcles berhasil menyerang ke titik buta meskipun boneka itu sempat menghindar. Jangan heran, boneka kayu itu telah diberikan mantra sihir. Hebat bukan?

“Lucian, apakah aku menggangu?” bisik Amaryllis kepada Lucian.

Sontak, Lucian terkekeh geli. Tak biasanya gadis kecil itu menanyakan hal sepele. Hei, sejak kemarin bukankah Amaryllis terus mengganggu tuannya tanpa memikirkan apakah itu menggangu atau tidak? Lalu, sekarang?

“Ingin kuberitahu agar perhatiannya mengarah padamu?” balas Lucian dengan berbisik.

Amaryllis lantas mengangguk tanpa ragu. Netranya mengisyaratkan rasa penasaran. Jujur saja, ia sudah kehabisan akal untuk membuat perhatian Androcles beralih ke arahnya barang sejenak.

Lucian langsung membisikkan ide jahilnya. Ia juga penasaran dengan respon dari Sang Pangeran nanti. Apakah akan sesuai dengan dugaannya atau tidak. Ia pun penasaran sampai mana Amaryllis mampu mengejar serta meluluhkan hati batu milik tuannya itu. Ah … membayangkannya saja mampu membuat Lucian terkikik geli.

“Kau yakin?” Amaryllis mengernyitkan keningnya. Sedikit tak yakin dengan ide Lucian.

Mengangguk serius, Lucian menjawab, “Coba saja. Kita akan tahu hasil berhasil atau tidaknya setelah dicoba bukan?”

‘Benar juga, sih. Coba aja dulu, deh! Kalau gagal, tinggal puter otak.’ Menghela napas, Amaryllis mengangguk yakin.

***

Evanescent Felicity [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang