•••
Menghabiskan waktu 1 tahun penuh dengan pria itu, memanglah menyenangkan. Meskipun pertemuan mereka tidak semulus yang direncakan ataupun dibayangkan, tapi tetap meninggalkan kesan manis. Mungkin, nantinya akan sangat dirindukan oleh sosok gadis bersurai cokelat gelap itu.
Hari ini, cuaca benar-benar cerah dengan sedikit awan. Sinar mentari bahkan terasa terik. Seperti tengah mengucapkan salam perpisahan dengan kebagiaan di dalamnya. Entahlah, bagi gadis itu hari ini adalah hari yang sangat tidak ingin dilewatinya.
Androcles, pria itu … pria yang selama ini selalu Amaryllis jahili akan segera pulang ke Kerajaan Heliac. Sesuai janji, ia hanya menetap di Desa Flos Kerajaan Astrofengia hanya 1 tahun. Mengenyam pendidikan di pelatihan terbaik yang ada di kerajaan ini demi mendapatkan banyak pengalaman, itulah yang setidaknya Amaryllis tahu dari buku Evanescent Felicity.
Berusaha tersenyum, gadis itu menyodorkan tas kayu berbentuk kotak yang berisi berbagai makanan. Ya, itu makanan kesukaan pria itu tentunya. Sebagai salam perpisahan, setidaknya hanya inilah yang bisa dilakukan oleh Amaryllis.
“Takut dirimu lapar nanti. Bawalah!” ujar Amaryllis.
Androcles langsung menerima tas kayu itu. “Kuharap kau tidak memberinya racun.”
Niatnya, sih, Androcles hanya bercanda. Seperti biasa, tiada hari tanpa sarkas maupun ketus bagi pria itu. Namun, kenyataannya berbeda saat kondisi mood Amaryllis rusak. Lihatlah, saat ini netra gadis itu berkaca-kaca.
Mengangguk, Amaryllis berusaha tersenyum lebar. Berusaha mengabaikan sesak yang melanda dada. “Hm. Aku ingin memberinya mantra agar kau tetap di sini. Sayangnya tidak bisa,” ujarnya lalu terkekeh.
Androcles yang sadar perubahan ekspresi dari sang gadis, langsung mengusap lembut puncak kepala gadis itu. Sembari menunjukkan seulas senyum teduhnya, ia berkata, “Aku akan menemuimu. Aku berjanji.”
Seharusnya mendengar hal itu, membuat senyuman bahagia Amaryllis mengembang. Namun, malah semakin membuat gadis itu sedih. Netranya bahkan berkaca-kaca. Untunglah di sungai pedalaman hutan ini hanya ada ia dan Androcles saja.
“Aku tahu kau tidak akan pernah membalas suratku. Kau selalu berbohong, Andro.” Amaryllis menatap sedih Androcles sembari tersenyum miris.
‘Jago akting juga diri ini. Rasain kamu, Androcles!’ batin Amaryllis terlampau senang.
Di balik topeng peraknya, raut wajah pria itu mendadak murung. Ia sama sekali tak menyukai raut wajah sedih dari sang gadis. “Aku berjanji. Kali ini, akan kubalas. Aku juga akan mengunjungimu sebulan sekali. Puas?”
Seketika, raut wajah Amaryllis mendadak senang. Terlampau bahagia hingga senyumannya mengembang sempurna.
“Deal!” Amaryllis menjeda kalimatnya. “Jika kau bohong, aku akan menghantuimu di mimpi!” imbuhnya.
Androcles tersenyum culas. Ia geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kembali ceria hanya dengan janjinya. Ah … saat ini hatinya kembali lega. Ia jadi tak perlu khawatir lagi saat kembali ke kerajaannya nanti.
“Aku berjanji. Kau harus percaya,” ujar Androcles setengah berbisik dengan tatapan tak terbaca.
***
Awalnya, apa yang dijanjikan oleh Pangeran Kerajaan Heliac itu ditepati. Setiap kali Amaryllis mengirim surat, pasti akan dibalas oleh Sang Pangeran. Bahkan, setiap bulan pria itu pasti akan datang ke tempat tinggal sang gadis.
Namun, setelah 4 bulan berlalu, mendadak Androcles tak membalas surat-suratnya. Datang pun tidak. Lalu, ke mana perginya pria itu? Ke mana janji yang pernah terucap itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent Felicity [On Going]
Fantasy•Fantasi Story• •Romance : rate 15+• •[Follow sebelum membaca!]• ••• Percayakah kalian dengan takdir? Bak sebuah tali yang tak terlihat, takdir ibaratkan benang merah yang saling berhubungan di setiap orangnya. Kadang ... sesuka hati membuat beberap...