•23 | No Shame•

202 50 0
                                    

•••

Mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja, gadis kecil itu menatap penuh curiga ke arah pria yang duduk di pinggir ranjangnya. Ia sempat merasa semua ini mimpi. Namun, setelah mencubit lengannya sendiri, barulah ia paham jika semua yang dirinya lihat ini nyata. ‘Haruskah aku berteriak?’

Hei, bagaimana dirinya tak terkejut? Setelah hampir 3 bulan lamanya, pria itu sama sekali tak bertemu dengannya. Jangankan bertemu, membalas pesannya saja tidak.

Berdeham, pria yang memakai topeng perak itu mengibaskan tangannya ke udara. Wajahnya yang datar serta tatapan setajam elang, begitu pas di dirinya memang.

“Jangan berisik, aku mohon. Aku lelah saat ini. Kuharap kau tidak akan berteriak atau apa pun itu,” sarkas pria itu.

Bukannya sedih, Amaryllis malah semakin menyunggingkan senyumannya. ‘Dia benar-benar Androcles!’

Mengabaikan ekspresi dari gadis kecil itu, Androcles memilih untuk mengamati kondisi kamar. Benar-benar sederhana. Orang-orang yang melihat tempat tinggal seorang Putri Astrofengia pun pasti akan geleng-geleng kepala. Mereka tidak akan percaya jika ada seorang Putri yang tinggal di tempat menyedihkan seperti ini.

Oh, Androcles sudah tahu semuanya. Jangan pikir selama dekat dengan Amaryllis, ia tak mencari latar belakang gadis yang sangat berambisi kepadanya itu. Dibantu oleh Lucian, tentu mendapatkan informasi ‘penting’ seperti ini tak sulit.

Berdiri dari duduknya, ditatapnya kembali netra hijau cerah milik Amaryllis. “Aku akan menunggumu di taman belakang. Sepuluh menit. Lebih dari itu, aku akan pergi dari sini,” ujarnya lalu pergi dari sana.

Amaryllis yang melihat Androcles pergi meninggalkannya, langsung saja ia bersiap-siap. Tak mungkin bukan ia berpenampilan lusuh seperti ini, ‘kan? Ayolah, setelah 3 bulan tak bertemu, bukankah tampil cantik dan modis harus dilakukannya?

***

Embusan angin senja menggelitik wajah dua anak manusia yang duduk termenung di atas rumput. Sembari menikmati panorama mahkota senja yang bertahta dengan berbagai bunga di sana, mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tak ada yang ingin membuka suara lebih dulu.

Biasanya, gadis itu akan selalu cerewet. Membuka suara lebih dulu tanpa mau mengerti apakah suaranya menganggu orang lain atau tidak. Namun, kini? Jujur saja, jauh di dalam lubuk hati Amaryllis, ia gugup. Gugup setengah mati.

Bagaimana tidak? Lihatlah wajah Sang Pangeran tanpa topeng itu! Hei, sejak kapan pria itu membuka topengnya? Ah ... Amaryllis jadi ‘melting’ sendiri melihat ketampanan alami milik Androcles.

Menghela napas dalam-dalam, Androcles menoleh ke arah samping. Tak lupa ia memberikan sebuah jepit rambut berbentuk bunga amarilis merah ke gadis kecil itu.

Menoleh dengan pandangan penuh tanya, Amaryllis menunjuk ke arah dirinya sendiri. “Untukku?”

“Hm. Kalau tidak mau, buang saja,” ujar Androcles sekenanya.

Mendengkus, Amaryllis mengangguk malas. Ia mengambil jepit rambut itu tanpa minat. Entahlah, mood-nya jadi rusak setelah pikirannya kembali ke alam sadar. Di mana Androcles dan romantis tidak akan pernah bersatu. ‘Ew ... puitis banget dirimu.’

“Kalau tak niat memberikan hadiah, ya sudah tidak usah saja sekalian. Ck!” gerutu Amaryllis sembari mencebikkan bibirnya kesal.

Mendengar hal itu, membuat Androcles mengambil paksa jepit rambut itu. Setelahnya, ia langsung memasangkan jepit itu ke rambut sang gadis sembari tersenyum miring.

Evanescent Felicity [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang