•••
Mungkin, nasibnya sejak lahir memang sudah buruk? Ataukah kebahagiaan memang tak akan pernah datang kepadanya barang sejenak? Bisa jadi.
Buktinya? Ayolah, siapa orang yang tidak akan menyerah jika telah ditolak berkali-kali? Ibaratkan rasa yang terpendam lama, belum saja diungkapkan tapi sudah ditolak mentah-mentah begitu saja. Oh, sayangnya hati Amaryllis tak setegar itu.
Niatnya, hari ini ia akan bersikap ‘sedikit’ dewasa. Makanan kesukaan Androcles pun telah disiapkannya dengan baik-baik. Tak lupa sikapnya pun telah diubah menjadi gadis kecil yang anggun ala gadis bangsawan. Namun, belum saja memulai aksi, sang pria telah menolaknya lebih dulu.
“Pergi atau aku tidak akan pernah mau melihatmu lagi. Kali ini, aku serius Amaryllis.”
Mungkin sebaiknya memang Amaryllis tak langsung menyerah. Apalagi hanya beberapa kata pendek yang dilayangkan oleh Sang Pangeran. Namun, beda artinya jika kalimat tersebut dilayangkan dengan nada penuh peringatan serta geraman yang tertahan. Bagaimana pun juga ia adalah seorang gadis kecil yang belum memiliki pengalaman tentang ‘cinta’. Ia tidak cukup bodoh untuk memahami tiap kata yang diucapkan oleh Andrcoles.
‘Dia benar-benar marah ....’ Amaryllis tertawa hambar.
Menatap tak minat ke pedang kayu yang dipegangnya, dengan kesal ditebasnya batang pohon yang cukup besar itu berkali-kali. Ya, dirinya tengah menumpahkan rasa kesal dan putus asanya. Ia tak habis pikir, mengapa pria itu malah menjauhinya seperti ini? Bukankah diceritakan jika Androcles menyukai sosok Putri Amaryllis sejak pertama kali bertemu?
Terdiam, netra hijau cerahnya membulat kala otaknya mengingat sesuatu. “Cinta itu datang karena terbiasa. Mustahil kalau jatuh cinta pandangan pertama dan langsung klop gitu aja,” ujarnya setengah berbisik.
Menghela napas kasar, dipukulnya berkali-kali kepalanya yang terasa pening. Tak lupa ia melayangkan kalimat umpatan kasar akan kebodohan dirinya yang hampir melupakan sebuah fakta penting. ‘Bodoh!’
Pria bersurai hitam itu mengernyit heran. Sejak tadi ia memperhatikan semua yang dilakukan Amaryllis dengan kening yang berlipat. Ingin bertanya pun, agaknya kurang tepat sebab gadis itu yang terus-menerus berbicara bahasa ‘aneh’ yang tidak dipahaminya.
“Lucian! Ayo kita latihan! Aku ingin menumpahkan semuanya, sialan.” Amaryllis menatap penuh kesal ke arah Lucian.
Seketika, Lucian langsung bangkit dari duduknya. Ia mengangguk tanpa mengajukan pertanyaan. Meskipun cukup terkejut karena gadis kecil itu bisa mengumpat seperti ini. Seharusnya terlihat lucu, tapi karena ekspresi Amaryllis yang ‘sedikit’ seram … jujur membuatnya jadi bergidik.
‘Ternyata kalau wanita marah itu menyeramkan.’ Lucian membatin sembari tersenyum miris.
***
Berlatih pedang dengan Lucian, memang tak seburuk yang dibayangkan oleh Amaryllis. Awalnya memang agak membosankan sebab pria itu yang sedikit canggung. Namun, lama kelamaan mungkin Lucian jadi terbiasa dengan sifat dan sikapnya yang cukup bar-bar.
Lalu, di mana Tuan Farand? Sialnya tanpa memberi kabar, Tuan Farand telah melimpahkan tanggung jawab kepada Lucian untuk mengajarinya soal berpedang. Wah … bukankah itu termasuk penyalahgunaan kekuasaan? Namun, tidak dipungkiri juga hal ini membuat Amaryllis merasa bersyukur, sebab dirinya tidak akan menghadapi latihan keras dari Tuan Farand.
Sepanjang latihan bersama Lucian, hanya ada canda tawa yang terpancar dari keduanya. Seperti seorang kakak beradik yang akur dan saling mengasihi, mereka terlihat cocok. Namun, entah mengapa beberapa kali juga mereka terlihat seperti sepasang kekasih karena sikap Amaryllis yang terkadang terlihat seperti gadis dewasa nan anggun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent Felicity [On Going]
Fantasy•Fantasi Story• •Romance : rate 15+• •[Follow sebelum membaca!]• ••• Percayakah kalian dengan takdir? Bak sebuah tali yang tak terlihat, takdir ibaratkan benang merah yang saling berhubungan di setiap orangnya. Kadang ... sesuka hati membuat beberap...