•29 | The Lost Curse•

226 49 0
                                    

•••

“Putri, ayo bangun!” teriak sang pelayan sembari membuka setiap tirai yang ada. Menghantarkan sinar mentari hangat masuk melewati jendela kaca.

Gadis bersurai cokelat gelap itu menggeliat. Ia langsung menarik selimutnya sampai ke wajah. Mencoba untuk menghalangi sinar mentari yang mengusik mimpinya. Ia masih ingin tidur.

Tak kehabisan akal, Deidamia segera melepas selimut yang tuannya pakai. Ia harus bertindak cepat. Jika tidak, para anggota kerajaan akan kembali mencerca sang tuan. Tidak, tidak ... Deidamia tak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.

“Putri, ayo bangun! Ada acara sarapan bersama anggota keluarga hari ini. Raja yang memerintahkanku untuk memberitahu hal ini.” Deidamia menghela napas frustrasinya. Beginilah kesehariannya. Di mana membangunkan Sang Putri adalah tugas terberat yang selama ini ia emban.

Mendengar ucapan dari sang pelayan, segera netra hijau cerahnya membuka lebar. Tanpa berlama-lama, Amaryllis langsung berlari menuju ruang mandi. Jika sudah menyangkut ‘ayah’-nya, ia memang mendadak panik sebab tak ingin citranya rusak di hadapan sang ayah.

‘Kalau sampai rusak, nggak bisa nanti bujuk ayah durjana itu buat batalin pernikahan,’ batin Amaryllis miris.

“Mia, siapkan pakaian yang simple, ya! Terima kasih!” teriak Amaryllis di ruang mandinya.

Deidamia hanya geleng-geleng kepala. Dalam hati ia bersyukur, setidaknya kali ini tuannya itu mudah untuk dibangunkan. Meskipun harus beberapa kali berusaha untuk membangunkannya, sih.

***

Niatnya, sih, Amaryllis akan ikut makan bersama di pagi hari. Namun, terpaksa harus diurungkannya. Ia berpura-pura sakit agar bisa menolak undangan itu. Ada hal penting yang mesti diurusnya saat ini.

Deidamia, gadis pelayan itu menelan susah payah salivanya. Ia tak nyaman apabila ditatap begitu intens oleh Sang Putri. Meskipun tatapannya bukanlah tatapan tajam atau intimidasi, tetap saja. Tuannya itu adalah junjunannya.

Menghela napas berat, Amaryllis tersenyum tipis. “Mia, apakah benar tidak apa-apa dengan dirimu? Kau ... baru saja berkontak langsung denganku yang tidak memakai topeng itu. Seharusnya ....”

Deidamia mengangguk pelan. “Iya, Putri. Sejak kemarin pun saya tidak kenapa-kenapa selama membangunkan Putri.”

Memijit pelan keningnya, Amaryllis manggut-manggut. Mendadak ia jadi bingung sendiri dengan keadaannya.

Begini, bukankah sosok Putri Amaryllis itu seorang Putri Terkutuk? Siapa pun yang berada di dekatnya akan terkena kutukan ‘kesialan’. Di mana orang itu selama beberapa minggu akan selalu sial. Bahkan, tak jarang bisa membahayakan nyawa mereka sendiri.

Memang selama di pengasingan, Deidamia tak tinggal satu rumah dengannya. Pelayannya itu akan mengunjunginya setiap hari demi mengirimkan makanan untuknya. Jika sudah terkena kontak, Deidamia pasti akan berendam menggunakan air suci dari Katedral Kerajaan Astrogefengia. Demi tidak ‘terkontaminasi’ kutukannya, tentu hal itu harus dilakukan oleh sang pelayan.

‘Kayak virus aja, ya, diriku ini? Kasihan banget kamu, Putri Amaryllis.’ Amaryllis tersenyum miris.

Namun, yang terjadi saat ini? Menurut penuturan Deidamia, sejak kemarin membangunkannya yang tidak memakai topeng pun ia aman-aman saja. Bahkan, Kerajaan Astrofengia tidak mengalami ‘kesialan’ seperti dulu. Di mana hampir saja Kerajaan itu hancur.

“Apa mungkin kutukanku sudah hilang?” ujar Amaryllis pelan. Keningnya mengernyit sesaat kala memikirkan berbagai kemungkinan.

Melirik ke arah Sang Putri, Deidamia berdeham. “B-begini, Putri. Saya kemarin diam-diam mengunjungi Katedral Kerajaan untuk menanyakan hal ini.”

Evanescent Felicity [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang