•••
Jika sang pujaan hatinya sedang pergi, lalu hal apa yang harus dilakukan oleh sang gadis? Hanya menunggu meskipun suratnya tak pernah dibalas? Sama saja seperti memakan janji yang ternyata kesemuan semata. Setidaknya, itulah yang dirasakan oleh gadis bertopeng hitam dengan taburan kristal putih di sekitarnya.
Menghela napas panjang, ia kembali membuka topengnya setelah berada di dalam kamar. Setidaknya, kutukan yang dimilikinya tidak akan menyebar jika tak orang di sekitarnya.
Merasa gabut sendiri, akhirnya ia memilih untuk memperhatikan baik-baik topeng yang tengah dipegangnya itu. Sekilas, desainnya memang terlihat seperti sebuah topeng pesta. Hanya menutupi bagian sekitar matanya saja. Namun, ada yang berbeda di sini. Sulur-sulur yang menjalar di pinggiran topeng itu kerap bersinar dengan warna putih yang sedikit redup.
Apakah itu hal yang aneh? Jelas … apalagi bagi yang memakainya. Lihatlah, bagaimana mungkin sebuah topeng bisa mengeluarkan cahaya seperti ini? Tidak ada lampu di baliknya, lho. Lalu?
‘Aku lupa ini dunia magis.’ Mendengkus, gadis itu terkekeh hambar. Ia melupakan fakta jika dirinya masuk ke dunia lain. Di mana kekuatan magis pun ada di dunia ini.
Kembali, ia menatap sang rembulan tanpa adanya sinar lintang yang berkedip nakal. Hanya sang dewi malam dengan pancaran sinar yang mulai tertutup awan itu.
Tersenyum, sang gadis menutup matanya barang sejenak. “Androcles … cepatlah kembali,” lirihnya.
***
Logikanya, baru juga 3 hari ditinggal oleh kekasih hati, tentu seharusnya rasa rindu itu tidak akan terlalu menggebu. Namun, apa jadinya jika logika itu tak diterima oleh sosok gadis kecil bersurai cokelat gelap dengan netra hijau cerahnya? Mungkin, inilah yang namanya ‘bucin’ tingkat dewa? Bisa jadi.
Amaryllis, sejak ditinggal Androcles kembali ke kerajaannya, sama sekali tak ada seukir senyuman cerah yang tersungging di wajah cantiknya. Hanya helaan napas panjang serta senyum setipis kertas saja yang menghiasi wajah gadis itu. Sungguh, siapa pun yang melihatnya pasti akan mengatakan ‘miris’.
Terduduk di salah satu batu besar yang berada di kaki Gunung Ilys, Amaryllis mencelupkan kedua kakinya ke sungai kecil yang mengalir tenang. Menikmati suasana di kawasan itu, agaknya mampu membuat rasa rindunya jadi terlupa. Pikir Amaryllis.
“Hari libur emang enaknya me time kayak gini, sih,” bisiknya sembari memainkan kakinya ke atas dan ke bawah.
Sesaat, ia benar-benar berhasil melupakan sosok Androcles. Bayang-bayang tentang pria itu bahkan tak lagi mengusik hati dan pikirannya. Namun, saat suara seseorang menyapa indra pendengarannya, seketika bayangan tentang Androcles jadi muncul.
‘Uh … kenapa harus jadi bucin beneran sama Androcles, hei! Harusnya, ‘kan, Androcles yang bucin sama kamu, Amaryllis,’ gerutunya dalam hati.
Berdeham, Amaryllis tersenyum tipis. “Paman siapa?” tanyanya.
Pria tinggi dengan memakai penutup wajah seperti cadar itu hanya diam. Menatap dalam ke netra hijau cerah dari gadis kecil yang ada di hadapannya. Entahlah, Amaryllis merasa ada sirat kerinduan yang teramat dalam dari cara menatap pria yang ditebaknya telah berusia sekitar 30 tahunan.
‘Eh, tunggu! Warna rambutnya abu-abu, tuh. Terus matanya … biru cerah! Dia … yang kasih topeng ini, ‘kan?’ Netra Amaryllis membulat tak percaya.
Amaryllis langsung bangkit dari duduknya. Tanpa permisi, ia langsung memperhatikan seluruh wajah pria itu. Dari atas sampai bawah, entah kenapa sosoknya malah terlihat tampan meskipun wajahnya tak terlihat sepenuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent Felicity [On Going]
Fantasi•Fantasi Story• •Romance : rate 15+• •[Follow sebelum membaca!]• ••• Percayakah kalian dengan takdir? Bak sebuah tali yang tak terlihat, takdir ibaratkan benang merah yang saling berhubungan di setiap orangnya. Kadang ... sesuka hati membuat beberap...