•••
Jika mau berusaha, pasti akan ada jalan keluarnya. Jika tak menyerah, pasti hasil yang diinginkan akan tercapai. Meskipun jalannya curam dan terjal, tapi kalau sudah membulatkan tekad apa pun bisa didapatkan. Sebuah harap, tak akan pernah meredup jika usahanya pun tak surut.
Setidaknya, itulah yang dipercayai oleh Amaryllis. Walaupun ia tahu menentang takdir tak semudah yang dibayangkan, tapi jika tak mencoba? Siapa tahu, nanti takdir akan berbaik hati padanya, ‘kan?
Senyuman secerah mentari tak pernah surut dari wajah mungil nan cantik milik Amaryllis. Bahkan, sedari tadi mulutnya sibuk berceloteh. Entah mengutarakan gombalan kepada Sang Pangeran ataupun menceritakan kisah cinta dari buku Evanescent Felicity. Tentunya tak menyebutkan nama tokoh dari cerita itu. Bisa-bisa gawat jika Androcles curiga nantinya.
Sedangkan Androcles? Jujur, telinganya sangat panas. Meskipun ia menghiraukan semua yang diucapkan oleh sang gadis, tapi tetap saja fokusnya jadi terbelah. Mungkin, seharusnya tadi ia tak menerima makanan dari Amaryllis. Namun, apa harus dikata jika aroma masakan dari gadis itu terlampau menggugah selera. Bahkan rasanya sangat lezat.
Lucian, sang pengawal itu mati-matian menahan tawa. Lihatlah gadis kecil yang terus-menerus berusaha menggoda tuannya. Namun, Sang Tuan hanya diam dengan wajah yang teramat murung. Ia tahu, pasti tuannya sudah menahan kesal setengah mati.
“Andro, kisah cinta mereka tragis, ‘kan? Aku harap kisah cinta kita tidak akan se-tragis itu.” Lagi, Amaryllis membuka suaranya. Kali ini dengan nada yang terdengar lirih.
Androcles yang sibuk beradu pedang dengan Lucian pun akhirnya memberhentikan kegiatannya. Menoleh sejenak, ia menatap dengan tatapan tak terbaca.
“Cinta yang tidak berbalas itu menyakitkan. Apa kau tahu?” Amaryllis balas menatap Androcles.
“Usiamu baru empat belas tahun, ‘kan? Tahu apa soal cinta? Kau sudah menikah memang?” Deretan pertanyaan bernada kesal dilayangkan oleh Androcles. Membuat gadis kecil itu berdecak tak suka.
“Aku serius, Andro. Jika kau mengalaminya, bagaimana perasaanmu?” ujar Amaryllis.
Androcles diam. Ia tak bisa membalas langsung ucapan dari gadis itu. Jujur saja, dirinya belum memiliki pengalaman soal cinta. Lalu, bagaimana ia bisa menjawabnya?
“Semua juga tahu cinta yang tidak berbalas itu pasti menyakitkan.” Suara berat itu langsung menginterupsi. Membuat atensi dari dua anak manusia itu jadi menatap ke arah sumber suara.
Lucian, pria bersurai hitam legam itu tersenyum simpul. “Meskipun mengatakan kata ‘ikhlas’, tetap saja menyakitkan. Yah … menurutku jatuh cinta itu harus menerima banyak konsekuensinya,” imbuhnya.
Entah kenapa, suasana mendadak jadi mellow. Membuat Amaryllis segera berdeham keras. Ah, ia kelepasan. Awalnya, sih, ingin menciptakan suasana yang romantis. Namun, kenyataannya malah jadi mellow patah hati begini.
“Baiklah, kalian akan kembali ke perguruan itu, ‘kan? Aku ikut, ya?” ujar Amaryllis dengan mengeluarkan tatapan puppy eyes-nya.
Sontak, Androcles menatap tak suka. Baru saja ingin melayangkan kalimat protes, suara Lucian menyelanya.
“Tentu! Hari ini libur, otomatis pihak keluarga ataupun teman boleh berkunjung ke sana,” ujar Lucian sembari tersenyum ramah.
Amaryllis langsung memeluk erat tubuh Lucian. Tak lupa sembari mengucapkan kata ‘terima kasih’ berkali-kali. Ia bersyukur, setidaknya pengawal dari Sang Pangeran mau membantu rencana pendekatannya secara tidak sengaja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent Felicity [On Going]
Fantasy•Fantasi Story• •Romance : rate 15+• •[Follow sebelum membaca!]• ••• Percayakah kalian dengan takdir? Bak sebuah tali yang tak terlihat, takdir ibaratkan benang merah yang saling berhubungan di setiap orangnya. Kadang ... sesuka hati membuat beberap...