•••
Dari sinar sang surya yang belum terlalu menampakkan diri hingga petang menjelang, gadis bersurai cokelat panjang yang diikat satu ke belakang itu tak henti-hentinya bermain pedang. Sang Guru dari pelatihan Desa Flos benar-benar menepati ucapannya. Di mana ia sendiri yang akan turun tangan untuk mengajari sang gadis.
Protes? Rasanya akan percuma. Mengeluh saja tak didengarkan oleh Tuan Farand. Lalu, apa gunanya untuk melayangkan kalimat protes? Bahkan, semakin dirinya mengeluh maka semakin waktu istirahatnya dikurangi.
‘Laper, woi!’
Tersenyum miris, Amaryllis menghela napas berat. Sekujur tubuhnya saat ini benar-benar sakit bercampur linu. Entahlah bagaimana nasibnya saat istirahat di malam nanti. Apakah ia akan bisa tidur dalam keadaan pegal-pegal begini, ataukah malah jadi bergadang?
“Baik, latihan hari ini cukup!” Seruan dari Tuan Farand membuat senyum lega dari Amaryllis terbit.
Baru saja ia akan beranjak untuk menemui pria yang sudah dirindukannya, tiba-tiba tangannya langsung dicekal. Membuat niatnya harus diurungkan.
“Mau ke mana?” tanya Tuan Farand setelah melepaskan cekalannya.
Kening Amaryllis mengernyit. “Sudah selesai bukan?”
Tuan Farand mengangguk. Diusapnya lembut jenggot panjang yang ada di dagunya itu. “Latihanmu denganku sudah selesai. Tapi, masih ada latihan lainnya yang harus kau lakukan di malam hari.”
Sontak, mata Amaryllis membulat terkejut. Ia tak menyangka dirinya akan diberikan latihan malam nanti. Oh, Tuhan! Bagaimana ini?
‘Nggak lucu, dong, malem-malem latihan ginian di tempat gelap ini. Haha ... mati, kau!’ Amaryllis tersenyum kecut.
“Tuan tidak kasihan denganku? Aku butuh istirahat untuk masa pertumbuhan, lho. Lihatlah badanku yang kekurangan gizi seperti ini. Apa Tuan tega?” lirih Amaryllis dengan menampilkan mimik wajah menyedihkan. Berakting agar Tuan Farand mau memberinya keringanan, siapa tahu itu bisa terjadi, ‘kan?
“Tidak usah sedih. Latihan ini dijamin akan kau sukai. Kau tidak ingin berlatih dengan Androcles?” ujar Tuan Farand sembari tersenyum simpul.
Seketika, raut wajah sedih milik Amaryllis langsung sirna. Bergantikan dengan raut wajah yang bahagia penuh semangatnya. Bahkan, netranya kini menampilkan binar polos bak anak kecil yang mendapatkan mainan yang diinginkannya. Berbeda 180 derajat memang.
“Benarkah? Serius?” Amaryllis menatap penuh harap kepada Tuan Farand.
Satu anggukan dari Tuan Farand mampu membuat gadis itu berjingkrak-jingkrak kegirangan. Ia tak pernah menyangka akan mendapatkan imbalan seperti ini. ‘Ah ... kalau latihan tiap hari harus kayak gini tapi dapat bonus sama Androcles, sih, aku mau!’
“Itu pun jika Androcles mau.” Setelah mengucapkan kalimat itu, Tuan Farand langsung pergi meninggalkan Amaryllis yang mematung di tempat. Tak lupa, ia tertawa cukup keras karena berhasil menjahili anak muridnya. Sekali-kali, tidak apa-apa, ya, ‘kan?
Mengerucutkan bibir kesal, ratusan umpatan sumpah serapah Amaryllis layangkan di dalam hatinya. Bodoh amat ia kualat atau tidak sopan. Toh, siapa suruh memberi harapan palsu kepadanya? Hei, dirinya tadi sudah terbang jauh, tapi langsung dijatuhkan begitu saja ke inti bumi. ‘Sakitnya, tuh, di sini!’
“Bodoh, ah! Aku tetap mau minta diajarin sama Androcles. Itu harus! Titik!” ujar Amaryllis penuh tekad sembari mengangguk yakin.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent Felicity [On Going]
Fantasy•Fantasi Story• •Romance : rate 15+• •[Follow sebelum membaca!]• ••• Percayakah kalian dengan takdir? Bak sebuah tali yang tak terlihat, takdir ibaratkan benang merah yang saling berhubungan di setiap orangnya. Kadang ... sesuka hati membuat beberap...