•••
Sudah 3 hari gadis bersurai panjang cokelat gelap itu terdampar di dunia yang tak dikenal. Dunia fantasi yang dulu ia favoritkan, kini menjadi boomerang bagi dirinya sendiri. Jangankan difavoritkan, rasanya lebih baik ia kembali ke dunianya meski harus menerima siksaan batin dan fisik dari sang om.
Mengembuskan napas berat, netra hijau cerahnya kembali menatap kaca. Dapat dilihat penampilannya yang berbeda 180 derajat dari dirinya di abad-21. Lihatlah penampakan gadis kecil yang cantik itu! Sayang, ia hanya kekurangan gizi. Menyedihkan.
“Rambut nggak segelap ini. Warna mata, sih, sama. Tapi, muka jadi beda total.” Sang gadis mendengkus. Ia merasa insecure dengan wajah dari Putri Amaryllis. Cantik, tapi sayang … terkutuk.
Sejenak, netranya menatap topeng hitam dengan taburan kristal berwarna putih. Kemarin, Deidamia menjelaskan semua yang terjadi kepadanya sebelum ditemukan pingsan. Sebenarnya, sih, ia tak peduli. Hanya saja, jika jiwanya tak bisa kembali ke diri Amaryllis Cale Berenice yang ada di abad-21, bukankah ia harus menerima tubuh sosok Putri Amaryllis yang terkutuk ini?
“Alur cerita pun berubah!” Amaryllis menghela napas berat sembari memukul-mukulkan tangan ke kepalanya sendiri.
Setahunya, dari semua series Evanescent Felicity sama sekali tak ada adegan Putri Amaryllis yang diberikan sebuah topeng penahan kutukan. Kata Deidamia, sih, topeng itu terbukti ampuh. Biasanya jika ada orang yang berada di dekatnya pasti akan selalu terkena musibah atau ‘kesialan’. Namun, kemarin seharian dampak itu tak dirasakan oleh Deidamia. Keajaiban?
Amaryllis berdecak kesal. Sejak kemarin ia terus mengingat semua series itu, tapi tetap saja tak menemukan jawaban pasti. Padahal, semuanya memang sesuai dengan apa yang diceritakan. Mulai dari diri Putri Amaryllis yang diasingkan di wilayah pedesaan terpencil alias letaknya di pinggiran Kerajaan Astrofengia, sampai ia yang memang tinggal bersama Deidamia—pelayan setianya. Yang berbeda? Topeng penahan kutukan.
“Putri? Boleh saya masuk?” Suara seorang gadis tiba-tiba terdengar, membuat pikiran Amaryllis seketika buyar.
Dengan segera, dipakainya topeng penahan kutukan itu. Sebenarnya ia tak keberatan untuk memakainya. Hanya saja, penampilannya … sedikit memalukan. Lihatlah, tubuh mungilnya yang kekurangan gizi harus memakai topeng hitam bak seorang bandit. Ck!
Setelah dirasa penampilannya sempurna, barulah ia membuka pintu kamarnya. Seketika, sosok sang pelayan terlihat sembari membawakan nampan berisikan makanan dan minuman untuk sarapan. Ah, Amaryllis jadi lapar saat aroma makanan itu menusuk ke indra penciumannya.
“Putri, saya bawakan sarapan. Maaf jika hanya ini yang bisa saya masak karena persediaan kita mulai menipis,” ujar Deidamia saat tak mendapatkan respon apa pun dari Sang Putri.
Amaryllis yang masih di khayalan kenikmatan makanan itu pun hanya terkekeh. Memang sejak kemarin ia belum makan karena masih memikirkan semua hal yang terjadi kepadanya. Terutama topeng yang tengah dipakainya ini. Cukup mengusik pikiran memang.
Tak ingin kembali terlarut dalam pikirannya lagi, diambilnya langsung nampan dari tangan Deidamia. “Terima kasih. Oh, ya, jangan panggil aku putri lagi oke? Cukup nona, ya? Baiklah, sekali lagi terima kasih Deidamia.”
Baru saja ingin mengajukan kalimat protes, Sang Putri langsung masuk ke kamarnya lalu menutup pintu. Membuat Deidamia membeku di tempat dengan pandangan tak percaya. Bukan karena sifat tak sopannya Sang Putri, hanya saja sifat santainya yang tak seperti diri Putri Amaryllis. Biasanya, sikap ramahnya selalu dibalas oleh sikap kikuk dari Sang Putri. Namun, tadi? Apakah efek jatuh dari pohon dan pingsan di tempat? Jika benar, ia berharap agar kondisi kesehatan Sang Putri tidak terganggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent Felicity [On Going]
Fantasy•Fantasi Story• •Romance : rate 15+• •[Follow sebelum membaca!]• ••• Percayakah kalian dengan takdir? Bak sebuah tali yang tak terlihat, takdir ibaratkan benang merah yang saling berhubungan di setiap orangnya. Kadang ... sesuka hati membuat beberap...