•09 | Flos Village Training•

287 58 0
                                    

•••

Sudah sekitar 3 kali setiap hari libur di tempat pelatihan Desa Flos, gadis kecil berusia 14 tahun itu mengganggu latihan Sang Pangeran. Lebih tepatnya, ‘pendekatan’. Demi mendapatkan ending yang diinginkannya, tentu ia harus menaklukan hati beku milik Pangeran bukan? Yah … meskipun caranya cukup ekstrem bagi seorang gadis kecil sepertinya, sih.

Lagi, Amaryllis kembali datang ke tempat pelatihan yang ada di Desa Flos itu. Sembari bersenandung riang, netra hijau cerahnya terus berlari ke sana kemari demi menemukan sang pujaan hati. Hingga akhirnya ia melihat sosok pria berwajah tampang yang tengah beradu pedang dengan Lucian.

Merasa tertarik, Amaryllis pun menghampiri mereka. Beberapa kali sempat ia menelan kasar salivanya saat perawakan dari pria tampan itu semakin terlihat jelas. Tak ada cacat di wajahnya, benar-benar bak pahatan Dewa Yunani. Begitu mulus.

Merasa ada yang mengawasi, Lucian pun menoleh. Ia tersenyum ramah seperti biasa. “Amaryllis … aku kira kau tidak akan datang lagi.”

Amaryllis membalas senyuman ramah dari Lucian. Sejujurnya ia memang merasa tak enak datang kemari lagi. Bagaimana pun juga ia masih memiliki rasa malu. Urat malunya masih tersegel, tapi harus menahan mati-matian saat mendekati Androcles-nya.

“Haha … takut ada yang merindukanku nanti,” ujar Amaryllis sembari menatap sejenak ke arah pria yang berdiri di sebelah Lucian.

Lucian hanya terkekeh. Terutama melihat tuannya yang menatap tak suka ke Amaryllis. Jujur, keberanian dari gadis kecil itu patut diacungi jempol.

“Oh, ya. Siapa pria yang ada di sampingmu itu, Lucian?” Akhirnya, Amaryllis bisa mengutarakan pertanyaan yang sejak tadi mengusiknya.

“Kenapa? Lebih tampan dari Pangeran?” Bukannya menjawab, Lucian malah mengajukan pertanyaan lain.

Sontak, tindakan dari Lucian mengundang tatapan tajam dari Sang Pangeran. Membuat Lucian akhirnya menunduk sembari menahan untuk tidak tersenyum.

Sedangkan Amaryllis? Gadis itu menimang-nimang sebentar. Lalu, ia mengangguk dengan yakin. “Tidak! Aku tetap pada pilihan pertama. Meskipun memang dia tampan, tapi aku tetap lebih suka Androcles,” jawabnya mantap.

Kali ini, Lucian tak mampu menahan tawanya. Dengan keras, ia tertawa hingga terpingkal-pingkal. Mendengar jawaban polos dari gadis kecil itu, benar-benar menggelitik batinnya.

“Kau tahu, Ilys? Dia itu Pangeran Androcles,” ujar Lucian di tengah tawanya.

Sejenak, Amaryllis mematung. Berusaha mencerna maksud dari ucapan pria bersurai hitam itu.

Menoleh ke arah yang diyakini itu memang Androcles, Amaryllis menatap penuh binar. Ia … dalam fase tengah mengagumi ketampanan seseorang. ‘Serius, ganteng banget versi yang nggak pakai topeng! Huwa … boleh dikarungin nggak, sih?’ batinnya menjerit.

Androcles yang ditatap begitu hanya bergidik ngeri. Refleks, ia memundurkan langkah saat sang gadis mendekatinya. Terus seperti itu hingga akhirnya ia memilih untuk berlari.

Adegan kejar-kejaran pun tak terelakkan membuat orang yang melihatnya hanya terkekeh sembari geleng-geleng kepala. Entahlah, menurut mereka adegan seperti ini bak tontonan gratis yang menyegarkan setelah berlatih tanpa henti.

“Andro! Jangan lari dari jodohmu!” pekik Amaryllis nyaring.

‘Tolong siapa pun kurung dia!’ Androcles berteriak dalam hati. Malang sekali nasibnya.

***

Niat hati ingin menghabiskan waktu libur milik Androcles untuk berduaan saja, tapi nasib berkata lain. Setelah adegan kejar-kejaran itu terjadi, seorang pria paruh baya memberhentikan kegiatan mereka. Sejujurnya, Amaryllis sama sekali tak mengenalnya. Bahkan sudah 3 kali datang kemari pun ia belum pernah bertemu dengannya. Namun, saat Androcles memberi hormat dengan menyebutkan kata ‘guru’, ia pun jadi paham.

Evanescent Felicity [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang