40. Lusa

462 31 1
                                    

Happy Reading♡

***

Hessa merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan tangan terlentang. Matanya menatap langit-langit kamarnya.

Ia membuka tas selempangnya, mencari ponsel yang baru saja berbunyi.

Begitu dapat, ia langsung membukanya.

[Room chat : Alganteng]

Alga: HEH!

Alga: Lagi apa lo?

Hessa menutup ponselnya, tak menjawab pesan Alga. Sengaja memang, ia ingin membuat cowok itu mengomel kesal.

Tiba-tiba Hessa terkikik sendiri membayangkan itu.

Tok, tok, tok!

Hessa terkesiap, sontak terduduk bertepatan dengan pintu yang terbuka lebar dari luar.

Dewi datang, melangkah santai lalu duduk di samping Hessa.

Hessa memperhatikan sang mama. Raut wajah lelah tergambar jelas, bahkan masih terlihat rapi sebagai tanda bahwa mamanya baru pulang langsung ke kamarnya.

Ada hal penting, kah?

"Kenapa, Ma?"

Dewi memperbaiki posisi duduknya, menghadap Hessa sepenuhnya. "Kamu sayang, kan, sama Mama?"

Hessa mengangkat alis, agak bingung. Namun, ia tetap mengangguk. "Iya, dong."

Dewi memegang kedua pundak Hessa, menatap anak semata wayangnya dengan senyum tulus. "Jangan buat masalah, ya."

Sungguh, Hessa tak tahu apa maksudnya.

"Sampai saat ini, Mama percaya sama kamu karena nggak ada hal apa pun yang terjadi. Tapi ... semoga ini sampai akhir, ya."

Hessa masih tetap bungkam.

"Kamu cukup persiapkan diri kamu."

"Apa, sih, Ma?"

"Lusa Mama akan segera melangsungkan pernikahan."

Hessa mengalihkan wajah. Ia seharusnya tak berharap banyak, karena pasti tak ada ujungnya.

Karena pada akhirnya perdebatan tak penting ini hanya menyisakan jawaban yang sudah ia ketahui sejak awal.

"Sekali lagi, kamu hanya perlu siapkan diri kamu dan jangan buat masalah sama Alga. Paham?"

Hessa tak menjawab.

"Paham?"

Mengangguk kecil. Hanya itu yang bisa ia lakukan saat mulutnya bahkan susah berbicara. Jika ia paksakan berbicara, pasti isakannya yang keluar. Menyebalkan!

"Bagus!" Dewi mengusap puncak kepala Hessa, lalu pergi keluar kamar tanpa pamit. Menutup pintu kamar Hessa, meninggalkannya seorang diri di kamar itu.

Ia melirik ponselnya dalam diam, lalu menggapainya.

Mencari sebuah kontak yang ingin ia hubungi.

Hessa mendekatkan ponsel ke telinga, menunggu.

Saat telepon tersambung, Hessa membuka mulut, ingin berbicara tapi dipotong.

"Sebentar, ya, Hessa. Papa ada urusan, penting banget. Maaf, ya, Sayang! Papa tutup dulu."

Begitu yang diucapkan papanya.

Tak ada air mata malam ini, membuat rasa sesak itu kian menguat dalam dada.

Hingga muncul notifikasi, membuat atensinya teralihkan.

AlgaHessa [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang