Happy Reading♡
***
"Jadi, orang tua kalian mau nikah?!"
Dika dan Edo sontak merapatkan bibir saat Alga di depan mereka melotot geram.
"Jangan berisik, anjir! Lo mau gue gorok?!"
Dika merubah raut wajahnya, dibuat seakan takut dan menjauhkan diri. "Buset, sadis! Daripada digorok, mending digantung."
Edo di samping Dika menggeleng tak setuju. "Digantung lebih sakit, cuy! Apalagi tanpa kepastian."
"Yaaah, curhat dia!" Alga dan Dika kompak berseru, membuat air muka Edo berubah masam seketika.
Berikutnya, Alga jadi menoleh pada Dika. "Ada berita apa lagi kali ini?" tanyanya berbisik.
Dika memajukan tubuhnya, ikut berbisik heboh. Jiwa rempongnya ala emak-emak yang suka ngurusin hidup orang seakan turn on. "Panjang ceritanya, pokoknya ya ... cewek yang disuka kemarin pergi ke luar kota. Niatnya mau ngajak balikan, eh malah keburu ditinggal LDR."
Alga cekikikan dengan Dika yang tertawa puas. "Mantan ditinggal LDR sebelum balikan?"
Edo memicingkan mata, meraih sampah kuaci di atas meja lalu melemparkan ke dua orang itu. "Tiada hari tanpa menghina gue lo pada ya!"
Alga dan Dika semakin tergelak. Menistakan teman sendiri memang menyenangkan.
Sampai suara sendawa cukup keras sontak menghentikan tawa keduanya. Mereka bertiga, kompak menolehkan kepala menatap seorang siswa di dekat mereka.
Iya, sedari tadi ada seorang siswa di samping Alga, duduk satu meja dengan mereka. Namun, sedari tadi tak peduli dengan apa yang dibicarakan oleh ketiga kakak kelasnya itu.
Dave namanya, si adik kelas yang akhir-akhir ini bareng ketiganya.
Pertemuan mereka karena Alga memergoki teman-teman Dave sedang memukuli Dave di belakang sekolah. Membelanya, yang berakhir mengikutinya ke mana-mana, lalu menempel seperti ini.
"Pid, siapa yang mau bayarin makanan lo nanti?" tanya Alga pada Dave.
Dave memang mengaku namanya Dave, tapi name tag cowok itu adalah Dapid Samsuri. Jadilah Alga memanggilnya Dapid, bukan Dave. Kata Dave, itu sebuah kesalahan tertulis di akte kelahirannya.
"Lo, kan? Tadi udah janji."
Alga menoleh pada Dika dan Edo. "Kapan gue janji?"
Dika mengedikkan bahu tak tahu menahu, atau lebih tepatnya tak mau ikut campur. Sementara Edo menyeletuk, "Lo kan emang suka tebar janji di mana-mana."
Alga melemparkan kuaci di atas meja pada Edo, yang langsung dapat pelototan dari Dika.
"Kuaci gue, Sat! Ngelempar yang sampahnya aja, jangan kuacinya," teriaknya emosi.
Alga menghela napas panjang, tak peduli lalu kembali menoleh. "Mending lo cari Hessa, nanti gue bayarin makanan lo tadi."
"Hessa?" tanya Dave mengulang pertanyaan.
"Iya."
"Gue aja nggak tahu Hessa yang mana, Kak."
Alga meraih ponsel Edo yang tergeletak di atas meja, lalu sibuk sendiri entah untuk apa. "Ah, kenapa lo nggak punya fotonya Hessa?"
"Ya ngapain juga nyimpen foto cewek orang, anjir! Digorok entar!"
"Katanya lo digantung, Kak. Bukan digorok," celetuk Dave menyahuti, sebab tadi diam-diam ikut mendengarkan. Namun ia langsung ciut kala menadapat pelototan juga dari Edo.
Berikutnya, Edo sudah memekik karena ponselnya ditaruh kembali dengan tidak santainya, maksudnya setengah dilempar.
"Nih!" Alga mendekatkan ponselnya sendiri ke Dave yang langsung memajukan diri melihat.
"Waah, cantik!" Dave berseru kagum melihat foto Hessa di ponsel Alga.
"Punya gue, Sat!" Alga menjitak kepala Dave.
"Halah, bentar lagi juga putus," sahut Dika dengan santai sambil membuka kulit kuaci, dikumpulkan lalu dimakan saat sudah banyak.
Alga tak menyahut. "Cepet cari, bawa ke sini."
"Iya," ujar Dave nurut, lalu bangkit dan keluar kantin.
Edo geleng-geleng kepala melihat Dave yang sudah menghilang dari pandangannya, heran dengan cowok itu yang mau-mau saja disuruh modelan Alga.
"Balik ke topik awal, nyokapnya Hessa sama bokap lo mau nikah?"
Alga mengangguk santai, menaikkan sebelah kakinya ke atas kursi.
"Dan lo pacaran sama Hessa itu cuma karena mau gagalin rencana pernikahan orang tua kalian?"
Lagi, Alga mengangguk.
"Lo ada rasa sama Hessa?"
Alga mengangguk lagi, tapi kemudian menggeleng saat sadar pertanyaan yang baru saja dilontarkan padanya.
"Waaah, kok gue nggak percaya, ya?" Edo mengernyit.
"Yang penting gue ganteng," ujar Alga melenceng dari topik.
"Nggak ada hubungannya, goblok!"
Alga dengan tenang mengangguk. "Iya, kayak lo sama doi, noh! Udah kagak ada hubungannya."
Edo sudah ingin mengangkat mangkuk di depannya kalau saja Dika tidak menahan dan mengingatkan untuk beristighfar.
Kali ini Dika angkat bicara. "Terus kenapa lo kayak cemburu gitu kalau Hessa deket sama cowok lain?"
"Cowok lain mama? Hessa nggak deket sama cowok lain."
"Lah, gue cowok tulen, lho! Gue deket sama dia, gue temennya Hessa," sahut Edo menepuk dadanya.
Alga meneguk ludah mendengar kata 'cowok tulen'. Mengingatkannya pada kejadian tadi malam.
"Lo lupa? Ada Rian."
Ah, Alga melupakan cowok satu itu.
"Santai kalau dia, masih cakepan gue."
Edo menepuk bangga pundak Alga. "Gue suka nih kalau yang begini, pedenya sudah mendarah daging merambat sampai tulang sumsum."
Alga hendak menyahut, tapi siluet bayangan mendekat membuatnya mengalihkan pandangan, menatap Hessa dan Dave yang nampak tertawa sambil melangkah masuk kantin.
Sampai mereka duduk, masih tertawa. Namun, Dave menghentikan tawanya saat teringat sesuatu. "Kak, mana uangnya? Gue mau bayar makanan dulu."
Alga merogoh sakunya, memberikan uang pada Dave yang dengan riang menerima lalu pergi begitu saja.
"Dah, pergi ya. Nggak usah balik lagi!" teriak Alga pada Dave yang sudah menghilang.
Hessa mengusap ujung matanya yang berair. "Ga, kok—"
"Sa, lo suka nggak sama Alga?" tanya Edo tiba-tiba menghentikan ucapan Hessa.
Dika di sampingnya mengangguk. "Lo ada perasaan nggak sama Alga?"
"Hah?" Hessa melongo, menatap keduanya bergantian lalu menatap Alga yang nampak acuh.
"Cuma nanya."
Hessa nampak mengerutkan kening. Lalu menjawab, "Nggak ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
AlgaHessa [SELESAI]
أدب المراهقين"Yaudah, kita pacaran aja. Eh, atau langsung nikah? Biar orang tua kita nggak jadi nikah." [Completed - Konflik Ringan] Perjuangan dan rencana gila yang dilakukan semata hanya untuk menggagalkan rencana pernikahan orang tua mereka. ___________ Algar...