Happy Reading♡
***
Hessa turun dari motor Alga, tapi tak langsung masuk rumah. "Ga," panggilnya membuat Alga mengangkat alis menoleh.
"Lain kali jangan kayak gini, Ga."
"Gini gimana?"
"Ngerepotin diri lo buat orang lain."
Alga mengerjap pelan, mulutnya terkatup rapat yang berikutnya tersenyum miring. "Orang lain siapa? Lo, kan, adik gue."
Hessa juga ikut tersenyum, meski tersenyum miris mendengar jawaban itu. Sebab, itu artinya mama dan papa Alga benar akan menikah.
"Lagian napa, dah? Tumben, lo ngerasa nggak enak karena ngerepotin gue? Ya elah, udah biasa juga, kan, lo ngerepotin gue?"
Ekspresi wajah Hessa seketika berubah datar. Alga tetaplah Alga, dengan segala sikap songongnya.
"Ya ini, kan, gue. Kalau orang lain gimana, mereka pasti udah manfaatin lo," ujar Hessa.
"Emang lo nggak?"
Hessa tak tahan untuk tidak menabok kepala Alga dengan keras. "Mampus!"
Alga mengaduh, tapi berikutnya tersentak teringat sesuatu. "Lo tadi udah bolos, besok jangan lagi!" Ingatnya pada Hessa.
"Suka-suka gue!" Hessa memeletkan lidahnya mengejek. Namun, Alga tetap mempertahankan ekspresi wajahnya tak terpancing sama sekali. Ia malah mengulurkan tangannya, mengacak rambut Hessa.
"Adek gue pasti strong. Kata-kata semangat yang cenderung menasehati kadang malah bikin kita jengkel, jadi gue nggak mau nyemangatin lo saat ini. Gue cuma mau bilang ...." Alga menggantungkan ucapannya.
"Ayo kita bangkit sama-sama."
Alga melemparkan senyum menatap Hessa, masih dengan tangan di puncak kepalanya. Sementara Hessa diam begitu saja tanpa ekspresi.
Hening.
Tak ada percakapan selama beberapa detik.
Sampai akhirnya Hessa menyeletuk, "waaah, gue speechless! Lo ngutip kata begituan dari mana?"
Alga mengumpat pelan tanpa sadar, dia sedang serius-seriusnya. Padahal, kapan lagi Alga serius?
"Dah sana masuk!" Alga mendorong Hessa menjauh, lalu melengos sambil mendecak jengkel.
Hessa terkekeh, agak terdorong kecil tapi tak mau beranjak. "Idih, ngambek!"
Alga menghidupkan motornya bersiap pergi tanpa menjawab perkataan Hessa.
"Kek bocah lo!" ujar Hessa yang sama sekali tak digubris Alga.
Ia lalu pergi begitu saja, meninggalkan Hessa yang masih tertawa di tempatnya.
Hingga Alga sudah menjauh tak terlihat punggungnya, Hessa mengusap ujung matanya yang berair akibat terlalu banyak tertawa, lantas membalikkan badan masuk rumah.
"Dari mana saja anak gadis nggak pulang sehari? Nginep di mana?"
Satu hal yang Hessa lupakan sejak bertemunya dengan Alga tadi. Becanda dengan Alga, juga tertawa lebar dengan Mang Pidin membuatnya lupa satu hal yang selalu ia hindari. Namun, kini itu tak lagi bisa dihindari, bagaimana juga ini urusannya. Harus ia hadapi bagaimana pun juga.
"Mama tanya dari mana kamu?" Nyatanya dinginnya malam tak semenusuk nada suara tersebut.
"Nginep di rumah dia? Cowok tadi? Bukannya dia ... Alga?"
Hessa memainkan jari-jarinya, menunduk dalam membuat sang mama semakin geram melihatnya yang hanya diam saja.
"Mama curiga kamu ada apa-apanya sama dia. Padahal cepat atau lambat, kalian akan menjadi saudara."
Melihat anaknya yang diam tak menjawab, ia mengangkat dagu Hessa dengan ibu jari dan telunjuknya. "Jawab Mama, Hessa!"
Bukan bentakan, melainkan sebuah pertanyaan tegas tak terbantahkan. Semarah apa pun mamanya, tak pernah membentaknya. Jadi, tak ada alasan buat Hessa untuk membantahnya.
Hessa menggeleng pelan. "Apa yang ... harus Hessa jawab, Ma?" tanyanya pelan, nyaris tak terdengar. Namun, itu hanyalah pikiran sepintas Hessa. Ia ingin tahu, apa yang ingin mamanya ketahui dan apa yang menurut mamanya penting dari segala pertanyaan yang memenuhi otak.
"Ada hubungan apa kamu sama Alga?"
Hessa tersenyum kecil, lebih terlihat seperti senyum miris. Lihatlah, mamanya lebih ingin tahu tentang apa hubungannya dengan Alga, bukan dari mana ia atau sekedar tadi malam tidur di mana.
"Saudara ... kata Mama, kan?"
Kekhawatiran yang sempat tercetak kini sirna dalam sekejap, Dewi menyunggingkan senyum kecil lantas mengelus puncak kepala sang anak. "Bagus, Mama percaya sama kamu. Lagi pun, pernikahan ini akan tetap berlanjut sebagaimana mestinya, sekali pun kamu menolak dan menentangnya."
Hessa mengangguk pelan. "Hm, untuk kebahagiaan Mama, Hessa bisa apa?"
Dewi lagi-lagi tersenyum. "Udah, sana masuk! Istirahat atau makan dulu gitu? Kamu pasti lapar. Mama tadi sempat beli makanan."
Keduanya berjalan beriringan masuk rumah.
Mamanya memang sibuk, makanan pun harus membeli. Sepertinya terlalu menyita waktunya hanya untuk memasak makanan sendiri. Hessa pun tak peduli banyak, meski kadang lelah sendiri dengan keadaan rumah yang besar tapi terasa kosong. Mamanya tak pernah ada pikiran untuk memperkerjakan asisten rumah tangga. Memang mamanya masih ada waktu sekedar menyapu dan bersih-bersih rumah, tapi untuk mencuci dan memasak mamanya angkat tangan.
Keduanya duduk berhadapan di meja makan. Hessa menunggu mamanya yang menyiapkan piringnya, padahal Hessa sudah menolak.
"Oh iya, kamu harus tahu ini," ujar Dewi sambil menyodorkan piring untuk Hessa.
"Tahu apa?" tanya Hessa.
"Sebulan lagi, pernikahan Mama akan berlangsung."
Hampir saja Hessa menjatuhkan sendok di tangannya, matanya membulat penuh sontak mendongak menatap Dewi tak percaya. "Se–secepat itu?"
"Lho, udah lama, kan? Mama udah kasih tahu kamu dari kapan, itu udah lama banget, Hessa. Seharusnya kamu nggak kaget, dong."
Hessa mengerjap, masih setengah percaya. "I–iya, tapi ini terlalu—"
"Ssstt, udah diam, ya. Makan dulu," ujar Dewi, tak memberi kesempatan Hessa berbicara.
Menghela napas panjang, mau tak mau mengiyakan dengan pasrah. Ya, mau bagaimana lagi? Di awal mamanya sudah berkata, bahwa pernikahan akan tetap berlanjut meski ia menolak atau menentangnya. Jadi, mamanya itu tak membutuhkan persetujuannya.
Apa Alga sudah tahu ini? Hessa jadi bertanya-tanya dalam hati. Kalau belum, nanti Hessa akan memberitahunya. Sadar juga jika Alga tak sebegitu dekat dengan papanya. Ia juga bertanya-tanya, bagaimana reaksi Alga jika mengetahui ini? Apa ia sama terkejutnya?
Jan lupa vote-nya:)
KAMU SEDANG MEMBACA
AlgaHessa [SELESAI]
Ficção Adolescente"Yaudah, kita pacaran aja. Eh, atau langsung nikah? Biar orang tua kita nggak jadi nikah." [Completed - Konflik Ringan] Perjuangan dan rencana gila yang dilakukan semata hanya untuk menggagalkan rencana pernikahan orang tua mereka. ___________ Algar...