47. Pindah

427 20 0
                                    

Happy Reading♡

***

Beberapa hari berlalu, tak ada yang berubah dari sebelumnya. Hidupnya kembali sama seperti dulu, meski ada sedikit perbedaan yang membuatnya menjadi lebih baik. Lebih merasa berharga.

Kemarin, Hessa sudah bertemu dengan kenalan—sepupu jauh—yang Rian sebutkan kala itu.

Mulai kemarin pula, ia sudah bekerja.

Hessa merasa bahagia, orang-orang di sekitarnya sangatlah ramah-ramah. Hessa yang biasanya canggung dan merasa tidak nyaman dengan orang baru, kini berbeda. Sepupu Rian itu bisa membuatnya tak merasa demikian.

Wanita berumur tiga puluh tahun itu bahkan memberikannya sebuah rangkaian bunga. Sebab setelah beberapa hari Hessa tak pulang, kini ia mengunjungi rumah mamanya.

Iya, hanya mengunjungi. Sekaligus ia akan membereskan beberapa pakaian dan barang berharga untuk dibawa ke apartemen barunya.

Hessa tak mau tinggal di rumah mamanya. Entahlah, rasanya berbeda saat menyadari kini ada orang lain di rumah itu. Hessa bahkan tidak tahu di mana mamanya tinggal. Di rumahnya itu, atau di rumah suami barunya.

Lalu, di rumah papanya. Sebenarnya bisa-bisa saja Hessa tinggal di sana, tapi dipikir-pikir lebih baik lagi kalau ia tinggal sendiri saja.

Meski begitu, ia berjanji pada diri sendiri untuk setidaknya ke rumah mama atau papanya setiap seminggu sekali.

Hessa menatap pintu rumah yang tertutup itu. Tangannya terangkat ragu untuk membukanya.

Namun, belum juga membukanya, pintu lebih dulu terbuka. Seseorang membukanya dari dalam membuat Hessa terkejut.

"Ya ampun, Hessa!"

Sebelum tubuhnya limbung, Hessa lebih dulu berpegangan pada tepi pintu. Sebab, seseorang tadi tiba-tiba memeluknya erat.

"Kamu ke mana aja? Mbak cariin, lho. Suka banget ngilang tanpa kabar kek doi! Kamu ganti nomor ya? Mbak hubungin kamu padahal."

Hessa menggeleng menjawab pertanyaan Mbak Nata. "Nggak, kok. Cuma ... aku udah jarang buka hape, sih."

"Ck, kalau ada sesuatu yang penting gimana?" Mbak Nata menyentil kening Hessa yang membuatnya mengaduh kecil.

"Sibuk, Mbak."

Untuk kedua kalinya, keningnya disentil. "Halah, sibuk apaan!"

Hessa meringis pelan. Tersadar sesuatu, Hessa melongokkan kepala menatap dalam rumah sebab terhalang tubuh Mbak Rina. "Mama ... di rumah?"

Sejenak Hessa bisa melihat Mbak Nata tersentak, yang berikutnya tersenyum lebar seperti biasa.

"Ini nih alasannya kenapa kamu harus peduli sama handphone kamu meski lagi sibuk. Kalau kayak gini ... kamu, kan, jadi banyak tanya, dan Mbak juga harus jelasin lagi. Bikin pusing kamu ini, ya!"

Hessa tak mengindahkan kalimat panjang itu. Ia mengulangi pertanyaannya. "Mama di mana?"

Mbak Nata menipiskan bibir. "Rumah ini mau di jual, dan lusa pemiliknya yang baru udah tinggal di sini. Jadi, Mama kamu tinggal di rumah suaminya."

Hessa terdiam sesaat, lalu tersenyum kecil. "Baguslah, gue datang di waktu yang tepat. Jadi ... gue juga nggak perlu nyiapin alasan lagi," gumamnya yang terdengar samar di telinga Mbak Nata.

Hessa melangkah masuk, membuat Mbak Nata mau tak mau menggeser tubuhnya memberi Hessa jalan lewat.

"Jadi, kamu ... gimana?"

Suara Mbak Nata mampu menghentikan langkah Hessa yang akan menaiki tangga. "Gimana apanya?"

Mbak Nata tergagap sendiri. Bingung merangkai kata sebab takut pertanyaannya sendiri akan menyinggung Hessa.

AlgaHessa [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang