45. Ingkar Janji?

379 22 0
                                    

Happy Reading♡

***

Hessa tersenyum kecil melihat mamanya tersenyum bahagia di sana. Iya, dia bahagia hanya melihat mamanya bahagia.

Acara utamanya baru saja selesai. Meski begitu, para tamu masih setia tak ingin meninggalkan tempat.

Dari tadi Hessa juga harus menyapa tamu yang—setidaknya—ia kenal.

Sebenarnya gadis itu sudah lelah, ingin sekali rasanya ia menjatuhkan diri ke ranjang empuknya, memeluk guling ya lalu terlelap. Sungguh demi apa pun, itu nikmat yang sesungguhnya.

Semua orang bahagia. Mamanya, papa Alga yang sekarang jadi papanya, bahkan para tamu yang sekarang mencoba setiap makanan yang ada.

"Hessa!"

Hessa menoleh kala seorang cowok itu melangkah mendekat dengan senyum tampannya.

"Aku cari-cari kamu dari tadi."

Hessa tersenyum simpul, menerima uluran minuman dari cowok itu yang tak lain adalah Rian.

Sudah lama Hessa tak melihat cowok ini.

Rian mengambil duduk di samping Hessa, menyerong menatap gadis itu yang terlihat meneguk minumannya sesaat. Ekspresi sendunya tergambar jelas di wajahnya.

“Kenapa?” tanya Rian.

“Hm? Emang aku kenapa?”

Rian tersenyum lagi. Entah kenapa cowok itu suka sekali tersenyum, pembawaannya yang ramah memang membuat orang di sekitarnya ikut merasakan ketenangan.

“Nggak, kok. Cuma kayak lesu gitu.”

Hessa menghela napas panjang. Kali ini tidak bisa menyembunyikan ekspresi seperti biasanya. Kelopak matanya menyendu dengan bibir yang melengkung ke bawah.

“Kak, Kak Rian lihat Alga nggak, sih?”

Rian nampak tertegun. Ucapan Hessa seakan memberi jawaban atas ekspresi sedihnya yang ia tunjukkan. Sepertinya, cewek itu sedih hanya karena Alga.

“Hm? Alga, ya? Nggak, tuh! Emang nggak datang?”

“Katanya datang, kok. Apa mungkin ... masih di jalan ya? Macet kali. Tapi acara udah dari tadi. Masa iya dia nggak datang? Padahal udah janji juga.”

“Coba kamu tanya, telpon atau apa gitu.” Rian coba memberi saran.

“Pesan aku dari semalam aja belum dibalas.”

“Kalau gitu ... aku juga nggak tahu.” Rian tersenyum tak enak saat melihat wajah Hessa yang semakin kecewa.

Hessa ingin marah pada Alga. Awas saja kalau cowok itu datang telat, Hessa tak akan ragu menendangnya. Ia, kan, juga ingin berbagi rasa sesaknya. Meski ramai, Hessa berasa sendirian sedari tadi di sini.

Katanya saling nguatin, janji datang, tapi kalau gini buat Hessa mikir semua cowok sama aja.

Tapi masa iya pernikahan papanya sendiri dia tidak datang?

Mau positif thinking tapi takut sakit sendiri juga akhirnya.

Hessa menghembuskan napas panjang, lalu bangkit dari duduknya. “Ya udah, kalau gitu aku coba tanya lagi sama Mbak Rina, deh.”

Rian memandangi Hessa yang perlahan menjauh darinya. Tatapan matanya juga menyendu melihat Hessa yang berjalan lunglai seakan tak punya tenaga.

Sementara Hessa menghentikan langkahnya di dekat Pak Tresno—sopir pribadi keluarga Alga—yang langsung tersenyum saat Hessa datang.

"Eh, Mbak Hessa."

"Eum ... Pak, Alga belum datang, ya? Belum kelihatan?" tanya Hessa tanpa basa-basi.

Pak Tresno malah menoleh kanan kiri. "Oh, iya. Kok saya baru sadar ya si Mas Yaya belum datang," gumam pria itu.

"Waah, dia mau durhaka nggak datang di acara papanya sendiri?"

Hessa menipiskan bibir tak sabar. "Pak Tresno belum lihat, kan?"

"Belum, Mbak. Dia bilang mau datang, kan?"

Hessa mengangguk samar, tangannya memijit pangkal hidung. Rasanya seperti ada batu besar yang menjadi beban pundaknya terasa semakin berat.

Melihat itu, Pak Tresno tak enak hati. "Anu–Mbak, nggak coba ditelepon?"

Hessa menggeleng. "Pesan aku aja belum dijawab."

"Tapi coba telepon, Mbak. Kali aja dia lagi buang hajat atau apa gitu."

Hessa terdiam, meski akhirnya ia menurut.

Ponselnya ia dekatkan ke telinga, mencoba mendengarkan baik-baik. Namun, nyatanya teleponnya tak tersambung.

Seseorang berjalan mendekat, membuat Hessa menjauhkan kembali ponselnya. "Mbak Rina!"

Mbak Rina tersenyum kecil.

"Mbak Rina dari rumah, kan? Katanya mau ambil ponsel tadi. Iya, kan? Alga di mana, Mbak? Masih di rumah?"

Mbak Rina melebarkan matanya, sontak bertatapan dengan Pak Tresno. Paham dengan tatapan bertanya yang ditujukan padanya, Pak Tresno mengedikkan bahu tanda tak tahu.

Mbak Rina kembali menatap Hessa. "Alga nggak ada di rumah, Hessa. Mbak pikir Alga udah di sini, jalanan ke sini juga nggak macet kok. Langit juga masih mendung, tapi belum hujan."

Bahunya tanpa sadar melemas mendengar penuturan Mbak Rina. Apa ia terlalu berlebihan cemasnya? Tapi memang jujur, Hessa tak tenang.

"Kemana, sih, tuh bocah! Awas aja kalau ketemu gue patahin lehernya!"

Mbak Rina dan Pak Tresno seketika menegang.

Hessa berlari kecil meninggalkan keduanya.

"Hessa, mau kemana?!"

Hessa tak peduli dengan teriakan itu. Bahkan ia sadar seseorang mengejarnya sebab ia tiba-tiba berlari keluar gedung.

Ah, heelsnya mengganggu.

Ingin mencari Mbak Nata untuk mengambil sendal jepit yang sempat dititipkannya tadi, tapi tak keburu.

Hessa menoleh kanan kiri. Tangannya melambai kecil, menghentikan sebuah taksi yang lewat.

"HESSA, MAU KEMANA?"

"HESSA, MAU KEMANA?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bentar lagi end🙃

Eh nggak deh


AlgaHessa [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang